Agatha Aries Sandy dikejutkan oleh sebuah buku harian milik Larast, penggemar rahasianya yang tragis meninggal di depannya hingga membawanya kembali ke masa lalu sebagai Kapten Klub Judo di masa SMA.
Dengan kenangan yang kembali, Agatha harus menghadapi kembali kesalahan masa lalunya dan mencari kesempatan kedua untuk mengubah takdir yang telah ditentukan.
Akankah dia mampu mengubah jalan hidupnya dan orang-orang di sekitarnya?
cover by perinfoannn
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Noveria, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
My life
Di balik kaca jendela mobil yang berembun, Agatha terpaku menatap curahan hujan yang semakin menggila di tengah malam. Lampu-lampu kota tampak buram, kabur oleh air yang menari-nari di kaca. Setiap tetes hujan seolah mencerminkan air mata yang ingin ia tumpahkan.
Agatha menghela nafas panjang, mencoba menenangkan diri. Ia sadar, larut dalam kepanikan tidak akan membantunya menemukan Larast. Tapi, di sisi lain, ia juga merasa begitu tak berdaya. Ia bahkan tidak tahu harus memulai pencarian dari mana. Semua terasa begitu gelap dan membingungkan, seperti labirin tanpa ujung.
Tiba di depan rumah, ayahnya memberikan isyarat dengan kedua matanya untuk Agatha turun dari mobil dan segera masuk kedalam rumah.
“Masuklah, biar ayah yang urus pencarian, Larast,” ucap ayahnya, sebelum Agatha menutup pintu.
Dengan langkah hening, Agatha kembali masuk melewati pintu belakang. Berjalan mengendap-endap, namun air turun dari jaketnya yang basah membuat suara 'tes' yang sedikit berisik.
Agatha melihat Ibunya masih tertidur lelap di sofa depan tv. Ia segera masuk kedalam kamar sebelum ketahuan.
"Kemana aku harus mencari dia?" Gumamnya mondar-mandir, sambil melepas pakaiannya yang basah satu persatu, kemudian melemparnya ke rak baju kotor.
Setelah berganti pakaian, Agatha menjatuhkan diri ke tempat tidur. Plafon kamarnya menjadi layar bisu, tempat pikirannya memproyeksikan bayangan Larast.
Tiba-tiba, sebuah ide muncul, bagai setitik cahaya di tengah kegelapan. Buku harian Larast …
“Aku harus kembali ke masa depan,” bisiknya, matanya membulat. “Membaca buku itu, pasti dia menuliskan sesuatu tentang ini.”
Agatha bangkit, duduk tegak. Ia memejamkan mata, memusatkan seluruh energinya, membayangkan buku harian itu. “Ayo kita kembali…” gumamnya, terus fokus menatap dinding, berharap bisa kembali menjelajahi waktu ke masa depan.
Sebuah pusaran cahaya menyilaukan, dan kemudian... sunyi. Agatha mengerjap, kepalanya terasa berdenyut. Ia berada di dalam sebuah ruangan dengan cahaya temaram. Warna gorden kamarnya yang ia kenali.
Kembali ke Tahun 2025.
Agatha tercekat ketika mendapati dirinya sedang berada di ranjang tempat tidur bersama Rena, istrinya. Keduanya dalam keadaan berpelukan. Rena masih terlelap tidur di lengannya sebagai bantalan.
Ia menarik lengannya perlahan, menatap wajah istrinya. Wajah yang menyimpan rahasia pengkhianatan, wajah yang membuatnya bertanya-tanya, apakah semua ini nyata?
“Tapi kenapa aku berada di sini?” gumamnya. Seharusnya, setelah kembali ke masa lalu dan menyadari pengkhianatan Rena, ia tak mungkin lagi menikahi wanita ini.
Gerakan itu membuat Rena terbangun, dan menatap Agatha.
“Kau sudah bangun?” Rena menggeliat dan meregangkan otot punggungnya. “HOAAAAMMM,” Menguap dan menatap suaminya, dengan wajah aneh.
Sementara Agatha segera bangkit, menyalakan lampu dan mencari buku harian Larast. Matanya menyapu setiap sudut dan menggeledah semua laci dengan buru-buru.
“Apa yang kamu cari?” Rena turun dari tempat tidur, membuka tirai kamar. Hingga cahaya matahari menerangi kamarnya.
Agatha hanya diam, dia memijat pelipisnya dan berpikir. Terakhir sebelum kembali ke masa lalu ia berada di mobil, namun anehnya saat kembali ia berada di kamar.
“Katakan, kamu mencari apa? Aku akan membantumu.” Rena mendekat dan ikut berjongkok di samping Agatha, mencoba menanyakan apa yang sedang dicari suaminya saat ini.
Agatha menoleh dan tanpa sengaja menyenggol tubuh Rena yang hampir terjungkal. “Pergi, aku bisa mencarinya sendiri,” ucap ketus Agatha.
“Ck, selalu saja…” desis Rena kesal lalu bangkit.
Rena keluar dari kamar meninggalkan Agatha.
“Apa di mobil, ya?” gumam Agatha. Ia segera keluar kamar dan menuju garasi mobilnya.
Namun, setelah membongkar dasbor dan mencari di setiap sudut mobil ia masih tidak menemukan buku harian itu. Akhirnya, Agatha kembali ke dalam rumah dan mencoba mencarinya di kamar lagi.
BUK!
Barang yang ia cari terlempar dan mendarat di pangkuannya. Agatha menoleh, dan melihat Rena yang melakukannya.
“Kau mencari itu, kan?” tanya Rena dengan menyeringai.
“Kau menyembunyikannya!” Agatha menatap wajah Rena dengan kesal.
“Seharusnya, seharusnya aku menyembunyikannya lebih lama,” ujar Rena.
“Aku tidak ingin berdebat.” Agatha mengambil kunci mobil dan membawa buku harian itu di tangannya. Ia berjalan melewati Rena yang berdiri di pintu kamar.
Set!
Rena menarik tangan suaminya.
“Aku bosan, melihatmu fokus dengan buku lusuh itu! Kau tahu!” Suara Rena meninggi.
“Itu urusanmu,” jawab Agatha, menarik tangannya dengan kasar.
“Kenapa kamu tidak berubah? Kamu hanya memikirkan dan menyelamatkan orang yang ingin mati dan bunuh diri. Apa kamu tak sadar? Ada orang yang berdiri di sampingmu berusaha untuk hidup namun kamu abaikan.” Rena menarik buku harian itu dari tangan Agatha lalu melemparnya ke lantai.
Sontak hal itu membuat Agatha marah, ia mendorong bahu Rena dengan kasar. Lalu mengambil buku itu di lantai.
“Siapa Larast? Penggemar mu di masa lalu? Kamu masih terjebak di masa lalu dengan orang asing!” Rena mengikuti langkah suaminya.
“Sadarlah! Sampai kapan kamu seperti ini! Aku lelah dan muak. Aku tahu tugasmu sebagai dokter adalah menyelamatkan nyawa, tapi… kau bahkan tidak mampu menyelamatkan istri dan anakmu!” teriak Rena dengan keras.
Amarah yang membuncah, setelah sekian lama dipendam oleh seorang istri. Akhirnya kini ia teriakkan.
Agatha menoleh, “Apa yang harus aku selamatkan? Hubunganmu dengan Reza atau hubunganmu dengan pria lainnya?” Agatha menatap istrinya kali ini, dengan tatapan serius yang tak pernah ia lakukan selama ini.
“Kau tahu itu… dan kau… diam saja?” Rena menaikkan sudut bibirnya, sorot matanya bagaikan api yang siap membakar apapun.
“Kenapa kau diam saja saat aku berselingkuh? Kenapa?!” teriak Rena semakin keras. “Kenapa kau diam saja saat anakmu sendiri kesakitan dan butuh diselamatkan? Kenapa, katakan!” Air mata yang semula mengumpul di pelupuk mata, kini tumpah di pipi.
Seorang Ibu yang terluka kehilangan anaknya, karena suaminya tidak bisa menyelamatkannya.
Dua tahun lalu, sebuah tragedi kecelakaan terjadi. Sebelumnya Agatha dan Rena memiliki putri kecil berusia 6 tahun bernama Riry. Saat itu, Agatha tengah bertugas di sebuah desa terpencil di kaki Gunung Bromo. Ia menjadi bagian dari tim dokter yang memberikan pelayanan kesehatan gratis bagi masyarakat yang kurang mampu. Jaringan komunikasi sangat terbatas, sinyal ponsel hanya bisa didapatkan di titik-titik tertentu.
Siang itu, Agatha tengah menangani seorang ibu muda yang mengalami komplikasi pasca melahirkan. Ia harus melakukan tindakan darurat untuk menyelamatkan nyawa ibu dan bayinya. Konsentrasinya penuh, setiap detik sangat berharga.
Di saat yang sama, Rena tengah dalam perjalanan menjemput Riry dari sekolah. Hujan deras mengguyur kota, jalanan licin dan padat. Sebuah mobil hilang kendali dan menabrak mobil Rena. Riry mengalami luka parah di kepala. Rena segera menghubungi Agatha, namun nomornya tidak bisa dihubungi. Panik dan putus asa, Rena membawa Riry ke rumah sakit terdekat.
Setelah berjam-jam berjuang, nyawa Riry tak tertolong. Rena hancur. Ia terus mencoba menghubungi Agatha, namun tetap tidak berhasil. Saat Agatha akhirnya mendapatkan sinyal dan menerima pesan dari Rena, semuanya sudah terlambat. Riry telah pergi untuk selamanya.
Agatha segera kembali ke kota, namun perjalanannya tidak mudah. Jalanan yang rusak dan longsor akibat hujan deras menghambat perjalanannya. Ia baru tiba di rumah sakit keesokan harinya. Rena menyambutnya dengan tatapan kosong dan dingin.
Saat Agatha melihat pusara Riry, ia merasa dunianya runtuh. Namun, sebagai seorang dokter, ia terlatih untuk menyembunyikan emosinya.
Sementara Rena berpikir, suaminya terlihat tidak menyesal sama sekali dengan wajah tenangnya. Berbeda dengan dia…
"Aku akan merubahnya," ucap Agatha lirih hampir terdengar berbisik.
"Apa?" Rena mencoba mencerna apa yang dimaksudkan suaminya.
"Jika pernikahan kita hanya membuatmu menderita dan menyalahkan ku selama ini, maka aku akan merubahnya." Agatha menatap Rena, mengangkat dagunya terlihat melawan kesakitan itu juga. "akan aku pastikan, di kesempatan berikutnya kita tidak hidup bersama."
Bersambung.
Kali ini ceritanya lebih kompleks karena menyangkut kehidupan di masa depan Agatha. Semoga kalian memahami alur yang aku tulis.