Sinopsis:
Lilia, seorang agen wanita hebat yang mati dalam ledakan saat menjalankan misinya, namun secara tidak sengaja masuk ke dunia novel sebagai tokoh wanita antagonis yang dibenci oleh semua warga desa. Dalam dunia baru ini, Lilia mendapatkan misi dari sistem jika ingin kembali ke dunia asalnya. Untuk membantunya menjalankan misi, sistem memberinya ruang ajaib.
Dengan menggunakan ruang ajaib dan pengetahuan di dunia modern, Lilia berusaha memperbaiki keadaan desa yang buruk dan menghadapi tantangan dari warga desa yang tidak menyukainya. Perlahan-lahan, perubahan Lilia membuatnya disukai oleh warga desa, dan suaminya mulai tertarik padanya.
Apakah Lilia dapat menyelesaikan semua misi dan kembali ke dunianya?
Ataukah dia akan tetap di dunia novel dan menemukan kebahagiaan yang sebenarnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Wanita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 19 : Pemain Baru
Dengan kekuatan super yang baru diperoleh, Pak Wawan dan warga lainnya langsung menunjukkan perubahan yang luar biasa. Mereka bekerja dengan kecepatan dan kekuatan yang sangat mengagumkan, membersihkan lahan yang luas dengan sangat cepat dan lihai. Pak Wawan menggunakan parang yang tajam untuk membersihkan semak-semak dan tanaman liar yang tumbuh di lahan tersebut, sementara istrinya membantu mengumpulkan sampah dan material yang tidak diinginkan.
Warga lainnya juga bekerja dengan giat, membersihkan lahan dengan kecepatan dan kekuatan yang luar biasa. Mereka bekerja sama dengan harmonis, saling membantu dan mendukung satu sama lain. Lilia memantau mereka dengan senyum yang begitu lebar, merasa sangat puas dan bangga dengan hasilnya.
Lahan seluas 10 hektar tampaknya akan bersih sebelum malam tiba. Lilia memikirkan rencana selanjutnya, "Kalau pembersihan lahan selesai sore ini, artinya besok tinggal menanam bibit," batinnya. Ia membayangkan bagaimana lahan yang sebelumnya terlantar akan menjadi subur dan menghasilkan panen yang melimpah.
Setelah beberapa jam bekerja, lahan itu akhirnya bersih dan siap di tanam. Pak Wawan dan warga lainnya sampai kaget dengan hasil usaha mereka yang diluar dugaan. Mereka semua merasa sangat puas dan bangga dengan hasil kerja keras mereka.
"Wah, hebat sekali. Hari ini tenagaku tiada habisnya. Lihat Pak Wawan, lahan ini sudah bersih semua," kata Pak Tono dengan senyum lebar.
"Benar, anehnya lagi, aku tidak lelah," jawab Pak Wawan dengan wajah yang masih terlihat segar.
Lilia merasa sangat berterima kasih kepada warga desa yang telah bekerja keras membersihkan lahan. "Bapak-bapak, ibu-ibu, terima kasih atas kerja keras kalian. Saya tidak menyangka pekerjaan kita bisa selesai sesingkat ini," kata Lilia dengan tulus.
"Besok kita menanam apa nak Lilia?" tanya istri Pak Wawan dengan rasa ingin tahu.
"Bibit sudah saya sediakan. Ada banyak jenis sayur dan buah. Besok pagi kita gotong-royong menanam di lahan ini. Bapak-bapak dan ibu-ibu tenang saja, saya akan menyiapkan makanan lezat untuk kita besok agar bisa di santap sehabis bekerja. Sekali lagi, terima kasih banyak atas kerja samanya," kata Lilia dengan senyum.
Semua orang bersorak dan bergembira, hari ini walau bekerja dengan keras dan cepat semangat mereka tiada habisnya. Setelah pekerjaan membersihkan lahan selesai, mereka pun pulang ke rumah masing-masing dengan wajah yang masih terlihat ceria. Lilia juga pulang ke rumahnya, merasa sangat puas dan bangga dengan hasil kerja keras warga desa. Ia tidak sabar untuk menanam bibit besok dan melihat hasilnya di masa depan.
Malam itu sunyi dan gelap, hanya diterangi oleh cahaya bulan yang lembut. Bu Ayu sudah tidur di kamarnya, sementara Lilia masih terjaga, asyik membaca buku di kamarnya. Tiba-tiba, Lilia mendengar suara langkah kaki yang lembut, diikuti dengan suara pintu dapur yang terbuka perlahan. Lilia langsung waspada, curiga ada maling yang masuk ke rumahnya.
"Maling itu belum tahu aku siapa," ucap Lilia dalam hati, sambil menyiapkan diri untuk menghadapi situasi darurat. Dengan gerakan yang gesit dan senyap, Lilia keluar dari kamarnya dan mengendap diam-diam ke arah dapur, berusaha untuk tidak membuat suara yang bisa membocorkan kedatangannya.
Suara langkah kaki maling itu semakin dekat, dan Lilia bisa merasakan adrenalinnya meningkat. Dia siap untuk menghadapi maling itu dan melindungi rumahnya. Namun, ketika maling itu muncul di depannya, Lilia terkejut...
"Hai Lilia sayang ..." Tepuk Boni tiba-tiba di pundak Lilia.
"Boni?" Lilia hampir tak percaya, rupanya yang mengendap masuk ke rumahnya adalah Boni.
"Tidak ku sangka kamu jadi kepala desa. Oh ya, aku sudah memaafkan kejadian beberapa hari lalu. Lilia sayang sudah selesai marahnya? Aku masih cinta sama kamu." Boni terlalu percaya diri.
Dia pun hendak mencium Lilia.
Cuih !
Lilia meludah, jijik pada Boni.
"Aku masih ada di hatimu kan Lilia sayang?" kata Boni lagi, tidak perduli pada sikap kasar Lilia.
"Bagaimana kalau malam ini kita bersenang-senang? Mumpung suamimu tidak ada," sambungnya lagi. Mendengar ajakan tidak senonoh dari Boni, membuat darah Lilia mendidih. Tangan Lilia bahkan mengepal kuat.
Dan ...
Plak!
Tampar Lilia dengan keras di kepala Boni. Hanya dengan satu tamparan kuat langsung membuat Boni jatuh pingsan. Lilia tertawa puas melihat Boni tak sadarkan diri.
"Orang ini tidak pernah jera. Awas kau!" Lilia punya ide untuk membuat Boni jera.
"Taro, kirim orang ini ke hutan, telanjangi dia, ikat tangan dan kakinya!" titah Lilia, memanggil sistem.
"Bagaimana kalau orang ini dimakan babi hutan, nona? Aku dengar di dekat hutan desa ini banyak hewan liar," sahut Taro.
"Biarkan saja karena kelakuannya lebih buruk dari babi hutan," jawab Lilia.
"Baik nona. Perintah di laksanakan." Sistem kemudian memproses perintah Lilia. Boni langsung menghilang, lalu mendarat di tengah hutan yang lebat dan gelap. Tangan dan kakinya terikat, bajunya sudah dilepas.
Lilia kembali ke kamarnya, senyum puas terukir di wajahnya setelah berhasil menyingkirkan Boni. Namun, suasana hatinya berubah drastis ketika sistem memberitahu, "Nona, pemain baru telah tiba..." Suara sistem yang biasa terdengar mekanis kini membawa rasa penasaran yang besar.
"Pemain baru apanya?" tanya Lilia, rasa ingin tahunya mulai membara.
Sistem menjelaskan dengan nada yang sama, "Sistem kami menerima perintah dari pencipta kami. Katanya jiwa pemain baru siap memasuki tubuh salah satu tokoh."
Lilia terkejut, matanya melebar dengan rasa tidak percaya. "Maksudmu akan ada seseorang dari dunia asalku yang ikut aku ke dunia novel?"
Sistem mengonfirmasi dengan singkat, "Betul, nona."
Rasa penasaran Lilia semakin memuncak. "Siapa?" tanyanya dengan harapan sistem akan memberitahu.
Namun, sistem menjawab dengan nada yang sama sekali tidak berubah, "Maaf nona, ini rahasia sistem. Anda hanya berhak mengakses fasilitas yang kami sediakan, tapi tidak berhak tahu rahasia kami atau pencipta kami."
Lilia merasa frustrasi, "Dasar pelit, memberitahu aku informasi sepenting itu tidak mau." Dia mencoba bertanya lagi, berharap sistem akan memberikan petunjuk. "Siapa pencipta sistem kalian?"
Sistem menjawab dengan jawaban yang sudah diduga, "Kami hanya bisa memberitahu kalau nona berhasil menyelesaikan semua misi. Untuk sekarang nona harus bersabar dulu untuk tahu jawaban itu."
Lilia menghela napas, merasa kesal dan penasaran yang semakin besar. "Terserah!" katanya sambil berjalan ke tempat tidurnya, pikirannya dipenuhi dengan pertanyaan dan rasa ingin tahu yang tidak terjawab.
.
.
.
Perbatasan negara menjadi saksi bisu pertempuran sengit antara pasukan Pandu dan musuh yang telah menyandera beberapa orang tak bersalah. Pasukan di pimpin sendiri oleh Pandu. Mereka bergerak dengan hati-hati dan penuh strategi untuk mencapai lokasi penyanderaan. Namun, musuh tampaknya telah siap dan menunggu mereka.
Ketika pasukan Pandu mendekati lokasi, tembakan peluru menghujani mereka dari segala arah. Pakaian anti peluru yang mereka kenakan tidak cukup untuk melindungi mereka dari serangan yang bertubi-tubi. Beberapa anggota pasukan jatuh ke tanah, terluka parah dan kehilangan banyak darah.
Pandu, yang telah bertempur dalam banyak pertempuran, tidak gentar. Dia memimpin pasukannya dengan keberanian dan strategi, mencari celah untuk menghindar dari peluru yang menghujani mereka. Namun, dalam satu momen yang tidak terduga, sebuah peluru berhasil menembus pakaian perangnya dan menghantam tubuhnya.
Pandu merasakan sakit yang luar biasa ketika peluru itu menghantamnya. Dia mencoba untuk bangkit, tapi kakinya terasa lemah dan tubuhnya mulai kehilangan keseimbangan. Pandu tahu bahwa dia tidak bisa bertahan lebih lama lagi. Perlahan, Pandu pun menutup mata. Dia pingsan tak sadarkan diri.