NovelToon NovelToon
Sillent Treatment Suamiku

Sillent Treatment Suamiku

Status: sedang berlangsung
Genre:Perjodohan / Cinta Terlarang / Beda Usia
Popularitas:702
Nilai: 5
Nama Author: Fay :)

Sinopsis



Ini berawal dari Nara yang dijodohkan oleh Ayahnya dengan laki-laki dewasa, umur mereka terpaut selisih 15 tahun. Dimana saat itu Nara belum siap dari fisik dan batinnya.


Perbedaan pendapat banyak terjadi didalamnya, hanya saja Rama selalu memperlakukan Nara dengan diam (sillent treatment) orang biasa menyebutnya begitu.


Semua permasalahan seperti tak memiliki penyelesaian, finalnya hilang dan seperti tak terjadi apa-apa.


Puncaknya saat Nara kembali bertemu dengan cinta pertamanya, rasanya mulai goyah. Perbandingan antara diamnya Rama dan pedulinya Mahesa sangat kentara jauh.


Rama laki-laki dewasa, hatinya baik, tidak gila perempuan dan selalu memberikan semua keinginan Nara. Tapi hanya satu, Rama tak bisa menjadi suami yang tegas dan tempat yang nyaman untuk berkeluh kesah bagi Nara.


Pertemuan dan waktu mulai mempermainkan hati Nara, akankan takdir berpihak dengan cinta Rama atau mulai terkikis karna masa lalu Nara.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fay :), isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 19. Luka yang belum kering

“Oh ayam, boleh Aiden makan ayam kecap Ma?”

Nara gugup, ia heran kenapa Mahesa begitu ringannya memanggilnya Mama, seolah dia adalah Ayah dari Aiden.

Bukan karna pertanyaannya, tapi panggilan yang Mahesa lontarkan pada Nara.

Ini aku yang terlalu kebaperan apa ya, tapi Mahesa keliatannya biasa saja. Hati Nara berdetak.

“Boleh, itu sudah nggak ada tulangnya. Memang makanan kesukaan Aiden.” jawab Nara berusaha biasa saja.

“Wah, ternyata kita sama ya Den, suka ayam. Bedanya dulu Mama Aiden buat ayam goreng bukan ayam kecap.” ujar Mahesa yang kini menyuapi Aiden.

Tangan Nara yang memegang centong nasi berhenti sebentar mendengar ucapan Mahesa, apa dia masih mengingat semua momen dulu, pikir Nara mulai penasaran.

Kini ia meneruskan menyendok nasi kearah piringnya. Belum sempat mengambil lauk, Mahesa sudah menyodorkan piring kosongnya tanpa berkata, soalah ia menunjukkan piringnya minta di ambilkan nasi oleh Nara.

Nara sontak menoleh kearah wajah Mahesa, sedang yang ditatap tengah tersenyum manis kearahnya, tangannya tetap menyodorkan piring kearah Nara tanpa berkata.

Nara hanya mampu menyunggingkan senyumnya juga, tak berucap apa-apa juga, tapi tangannya langsung menyendokkan nasi dan memberikan lauk yang dulu memang jadi kesukaannya.

*

*

*

Siang itu tetap mendung, meski hujan tak lagi turun. Hawa tenang dan nyaman begitu terasa di ruangan yang berisi tiga orang didalamnya.

Canda dan tawa mengisi meja makan sederhana mereka, bagaimana senyum bahagia merekah dalam bibir Nara melihat pemandangan mantan di masa lalunya yang kini tengah menyuapi putra kesayangannya dengan begitu telaten dan penuh kesabaran.

Sedang Mahesa yang kadang mencuri pandang kearah wajah Nara yang menurutnya tetap sama seperti dulu, senyumnya, cara bicaranya dan baik hatinya tetap tak berubah.

Pandangannya selalu tak mampu menahan senyum yang nampak dibibirnya. Andai takdir dulu berpihak padaku, mungkin kini aku begitu bahagia bersama Nara dan keluarga kecil kami. Batin Mahesa berkelana.

“Kamu nggak mau nambah lagi Sa?” Tanya Nara begitu melihat piring Mahesa sudah kosong.

“Sudah aku kenyang Ra, tadi ayamnya aku makan banyak rasanya enak, makin pinter ya kamu masak.” Balasnya memuji.

“Nanti aku sering-sering ya makan disini.” Sambung sambil tertawa pelan diakhir kalimatnya.

“Yee enak aja, bayar dong.” Nara menggoda diselingi tawa kecilnya.

Mahesa langsung meraih handphone yang berada di sakunya, “yauda berapa sehari, sekalian aku bayar buat sebulan. Biar bisa tiap hari kesini, makan sama kalian. Berapa nomor rekeningnya?” Ucapnya serius.

Nara menggenggam tangan Mahesa yang tengah mengetikkan sesuatu, “Eh, apaan sih orang aku cuma bercanda. Boleh kok makan disini, aku juga seneng loh ada temen makannya.”

Sontak Nara menarik tangannya, “Em maaf..” ucap Nara setelah ia menyadari tangannya tetap menggenggam tangan Mahesa.

“Gapapa kok, aku ngerasa lebih banyak bahagia akhir-akhir ini.” Pandangan Mahesa begitu tulus kearah Nara, sama seperti dulu saat keduanya masih merasa hangatnya kata cinta.

*

*

*

Acara makan siang sudah selesai, kini Aiden tengah kembali bermain diruang tengah tempat biasanya. Mahesa dan Nara duduk di sofa sambil memperhatikan Aiden yang tengah asik bermain.

Nuansanya seperti keluarga kecil yang lagi santai menghabiskan waktu bersama.

“Kamu nggak kerja Sa?” Tanya Nara mulai penasaran sama hidup Mahesa.

“Kerja dong, kalo ngga kerja nggak punya duit.” Jawabnya bertingkah sok keren.

Nara mencebikkan bibirnya, Mahesa memang menjawab tapi bukan itu jawaban yang Nara inginkan.

“Gak usah mecucu gitu, makin gemes diliatnya.” Tawanya pecah melihat ekspresi Nara yang menurutnya sangat menggemaskan.

Nara langsung terdiam, “jawab yang bener napa Sa, sudah dewasa kok masih aja.” tangannya bersidekap dada, berlagak sok marak.

Mahesa tersenyum, “ternyata kamu emang tetep sama ya Ra, kalo jawabannya gak sesuai sama apa yang kamu mau pasti ngambek.” Tangannya yang memangku bantal, kini menopang dagu menikmati wajah yang sangat ia rindukan sejak dulu.

Nara meraup wajah Mahesa yang selalu tersenyum dengan tangan kanannya, “gak usah kaya gitu, kita sudah punya pasangan masing-masing.”

Tawa yang senantiasa terpatri dalam wajah tampan Mahesa kini berubah datar, seperti dibangunkan oleh kenyataan, yang mereka rasakan kalo ini hanya ke bahagiaan sementara.

Raut wajah Mahesa kini meredup, “aku tak bahagia dengan pilihan orang tua ku Ara.” helaan nafasnya memanjang.

Seketika Nara juga merasa sendu melihat wajah Mahesa yang berubah redup, “aku ngga maksa buat kamu cerita Sa, kalo berat jangan.” Ucapnya menenangkan.

“Aku begitu kehilangan kamu dulu, begitu kita lulus kamu menghilang. Bahkan setiap hari aku berusaha cari kamu, tapi seolah waktu tak mengizinkan, aku begitu kesulitan dan aku begitu sakit saat merasa kehilangan.” pandangan Mahesa datar, seolah kini menerawang jauh kehidupannya dimasa lalu.

“Semua orang yang mengenalimu aku tanyakan, tapi tak satupun mereka tau dimana kamu. Berbulan-bulan bahkan sampai satu tahun setelah aku capek nyari kamu, aku fokus kejar pendidikan dan cita-cita ku. Meski banyak yang berusaha mendekati ku, tapi tak satupun aku menemukan mu dalam diri mereka.” Mahesa kembali melihat kearah wajah Nara, wajah yang ia rindukan.

Pandangannya begitu dalam, “hingga satu tahun terakhir ini, orang tua ku menjodohkan ku dengan wanita yang sekarang jadi istri ku. Gea, dia baik, dia juga cantik, dia mandiri, tapi entah kenapa aku terus sibuk membandingkan dia sama kamu.” Bibirnya tersenyum miring.

“Apa aku begitu gila hati sama kamu ya Ra, cinta pertama ku, yang membangkitkan semangat belajar ku, yang senantiasa menenangkan hati ku, yaa meskipun itu hanya di masa SMA.” Lanjutnya mencurahkan segala isi hatinya.

Nara nampak gelisah, bahkan dirinya tak mampu membalas tatapan dalam yang Mahesa tunjukkan, “em… aku juga sulit Esa, antara cinta dan orang tua.” Ucapnya terbata, seolah tertahan di kerongkongan.

“Apa salah ku Ra? Kenapa kamu begitu tega ninggalin aku dulu, tanpa pamit, tanpa penjelasan, kenapa?”

Pertanyaan yang selalu tersimpan rapi dalam benak Mahesa akhirnya ia keluarkan didepan orang yang menjadi penyebabnya.

“Itu bukan mau ku Sa, aku juga nggak mau kaya gitu.” Nara menundukkan pandangannya, tangannya memelintir tangan yang satunya, kegelisahan menyeruak dalam dirinya.

“Aku tetap bersikukuh ingin mencari mu ketika aku mulai mandiri dan sukses Nara, akhirnya kita bertemu sekarang, tapi dengan keadaan yang nggak lagi memihak sama kita.” matanya berkaca-kaca dan garis rahangnya mengeras.

“Setelah aku berusaha keras melupakan mu dan menerima Gea seutuhnya tanpa bayang-bayang mu, kenapa kamu ada lagi didepan mata ku. Takdir begitu mempermainkan kita yaa.”

Mehesa tersenyum miring, bulir air matanya jatuh namun cepat ia hapus. Luka yang ia simpan lama tanpa pernah ia ungkapkan, kini bersuara dengan puas.

Nara juga tak mampu menahan rasa yang kian terasa mencekik hatinya, bahkan karna pilihan orang tuanya dulu ia tak mampu melawan pendapat sekecil apapun.

Melihat kesedihan dan luka yang lama Mahesa rasakan, Nara juga tak kuasa menahan air matanya. “Aku dijodohkan dengan pilihan Ayah ku Sa, dia laki-laki yang membuat seluruh trauma ku bangun. Laki-laki yang tak sama sekali aku harapkan dan sekarang aku berharap tak menemukan laki-laki yang seperti itu lagi.” Ucapnya, air matanya semakin deras berjatuhan.

“Perceraian yang terjadi bahkan masih begitu membekas rasanya disini, meski dia adalah Ayah dari anak ku,” tunjuknya di dada.

“Bahkan perpisahan itu masih luka yang basah, tapi Ayah kembali menjodohkan ku dengan laki-laki dewasa yang saat ini menjadi suami ku. Entah Tuhan ingin aku bagaimana kali ini suami ku dingin dan pendiam, dia selalu menerapkan sillent treatment kepada ku. Apa karna aku bukan pilihannya, atau memang sifatnya yang begitu.” Nara mendongakkan wajahnya, ia menghapus air matanya dan memandang wajah yang dulu sangat menyayanginya.

“Bukan aku tak melawan mau Ayah ku untuk tetap bersama mu, usaha sudah aku lakukan, tapi Ayah ku tetap dengan pendiriannya. Laki-laki yang menurutnya selalu cocok bersama ku.” Bela Nara, suaranya semakin mengecil.

Mahesa yang dengan sendu mendengar curahan hati Nara tak mau lagi menyalahkannya, ia merangkul badan kecil yang kini tengah bergetar menahan isak tangisnya.

“Maafkan aku Ara…” tangannya mengusap lembut air mata yang jatuh dipipi tirus milik Nara.

Nara menggenggam tangan yang membelainya, ia melepas dan kembali menjauhkan jarak duduknya, “Amaa….” Teriak Aiden dari sebelah kiri ruangan.

Ia sedikit berlari dan memeluk Ibunya, mungkin karna melihat wajah ibunya yang kini basah karna air mata.

Aiden mendongakkan wajahnya memandang wajah Nara, Nara berusaha tersenyum manis agar tak membuat pikiran anaknya kenapa-napa.

“Aku ingin membawa Aiden ke kamar, tadi lupa obatnya belum di minum.” Ucap Nara bermaksud ingin Mahesa lekas pergi dari rumahnya.

“Ya sudah aku pulang dulu, Aiden sayang Om pulang ya, nanti Om main lagi kesini bawa mainan yang banyak.” Balas Mahesa.

Ia mulai melangkah pergi keluar dari kediaman Nara, melambaikan tangan kanannya tanda berpamitan.

*

*

*

1
L3xi♡
Nangis deh 😭
Fay :): sedih ya kak 😢😢
total 1 replies
pEyt
Jelasin semua dengan detail
Fay :): siap kak.
masih outor amatir, kritik dan sarannya sangat diperlukan.
terima kasih.
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!