NovelToon NovelToon
Pada Ibu Pertiwi Kutitipkan Cintaku

Pada Ibu Pertiwi Kutitipkan Cintaku

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Crazy Rich/Konglomerat / Obsesi / Diam-Diam Cinta
Popularitas:237
Nilai: 5
Nama Author: Caeli20

Cintanya itu harusnya menyatukan bukan memisahkan, kan? Cinta itu harusnya memberi bahagia bukan duka seumur hidup, kan? Tapi yang terjadi pada kisah Dhyaswara Setta dan Reynald de Bruyne berbeda dengan makna cinta tersebut. Dua orang yang jatuh cinta sepenuh jiwa dan telah bersumpah di atas darah harus saling membunuh di bawah tuntutan. Siapakah yang menang? Tuntutan itu atau cinta mereka berdua?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Caeli20, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Ep.18 : Hampir Gagal

Cakra terus mengikuti jalur yang dilalui Dhyas dan pria Belanda itu. Jantungnya berdegup kencang. Bukan karena gugup atau takut. Dia sedang memikirkan apa yang akan pria Belanda itu perbuat pada Dhyas. Itu yang membuatnya semakin tidak tenang.

"Maaf, Tuan, sudah pesan kamar?," sapa seorang pelayan yang bertemu di koridor.

Langkah Cakra terhenti,

"Eh, kamar?,"

"Iya. Anda ingin ke kamar kan?," pelayan tersebut melirik wanita di belakang Cakra.

Cakra seperti baru ingat wanita itu,

"Oh.. Eh, iya. Kamar. Aku pesan satu kamar," cetus Cakra.

"Mau yang tipe apa?,"

Pertanyaan pelayan itu membuat Cakra bingung. Apalagi dia sudah tertinggal jauh dari Dhyas dan pria Belanda itu.

"Ahh, begini saja," Cakra berdehem, "Saya kebetulan ingin menjalin bisnis dengan pemilik de Rozenkamer. Saya pesan kamar yang berdampingan dengan kamar yang beliau gunakan saja," Cakra berbicara dengan sok berwibawa.

"Ohhh..baiklah. Ikuti saya," pelayan itu mengarahkan.

Puffttt. Hampir saja. (Cakra).

Pelayan itu berhenti di sebuah koridor.

"Ini area suite, Tuan. Tuan Lodewick menggunakan salah satu kamar di area ini. Kamar yang ini dan yang itu masih kosong. Hanya dua itu yang tersisa,"

Cakra menatap dua kamar yang ditunjuk pelayan. Dia memilih dengan random,

"Saya pilih ini saja,"

"Baik, Tuan. Administrasi nya boleh setelah selesai," pelayan itu membuka kotak yang sedari tadi dia bawa, "Ini kunci kamarnya. Selamat bersenang-senang,"

Cakra menerima kunci itu dan langsung menuju kamar yang dimaksud.

"Tuan, apa Anda mau mandi dulu?," tanya Sarah, si wanita.

"Ehmmm.. saya ada urusan keluar sebentar. Kamu tunggu saja di dalam," jawab Cakra yang sudah stand by di pintu untuk keluar.

"Baik, Tuan,"

Cakra bergegas keluar. Dia harus mencari Dhyas. Dia tidak bisa lagi membendung isi kepalanya yang memikirkan bagaimana pria itu menikmati Dhyas.

Dari deretan kamar di koridor itu dia bingung memastikan kamar Dhyas.

Cakra berdiri mematung di ujung koridor.

**

Lodewick membuka pintu dengan sopan untuk Dhyas. Untuk ukuran seorang serdadu pemilik rumah bordir, sikapnya tergolong sopan. Dia menunduk dan mempersilakan Dhyas masuk.

Kamar itu mewah. Penuh dengan perabotan berukir. Aroma kayu jati kental sekali tercium memenuhi ruangan.

"Nona muda, apa kamu bisa minum anggur?," tanya Lodewick sembari mendekati sebuah meja Konsul yang di atasnya ada sebuah botol minuman anggur lengkap dengan dua gelas tangkai.

"Tentu saja, Meneer. Saya suka anggur," ucap Dhyas dengan ucapan yang dibuat sangat feminim.

"Gadis pintar. Kemarilah," Dhyas mendekat. Lodewick menuangkan anggur di dua gelas. Hanya seperempat saja. Satu gelas disodorkan pada Dhyas. Dhyas mengambil gelas itu.

"Nona muda.. Apakah kamu perawan?,"

Mata Dhyas hampir terbelalak mendengar pertanyaan itu. Untungnya dia masih bisa mengontrol dirinya,

"Apa bedanya jika sudah tidak perawan dan masih perawan? Apa itu penting untuk Meneer?,"

Lodewick memainkan gelasnya,

"Well.. Tidak begitu penting. Tapi kalau aku mendapatkan gadis yang benar-benar perawan, aku akan memberikannya hadiah rumah mewah,"

Tenggorokan Dhyas tersekat,

Oohh.. Jadi kamu menghargai keperawanan wanita hanya seharga satu buah rumah. Dasar bajingan. (Dhyas).

"Sayang sekali kalau begitu, aku tidak bisa mendapat hadiah besar itu," akal-akalan Dhyas.

"Ouw, jangan bersedih Nona Muda. Aku menerimamu malam ini meskipun kamu sudah tidak perawan. Kita akan bersenang-senang malam ini,"

Pria itu meminum anggurnya lalu meletakkan gelasnya. Dengan perlahan dan mata yang dipenuhi nafsu, pria itu pun mendekati Dhyas. Semakin dekat. Pria itu menarik selendang dari bahu Dhyas. Menghempaskan nya ke lantai. Dhyas masih berpura-pura menikmati permainan pria Belanda itu.

"Senyummu begitu menggoda Nona Muda. Membuatku semakin tidak tahan," Pria Belanda itu menarik pinggang Dhyas membuat tubuh Dhyas menempel ke tubuh pria Belanda itu. Di sini Dhyas sudah mulai waspada.

Pria itu mulai membuka kemejanya. Dihempaskannya ke lantai. Tersisa hanya kaos putih dalamannya. Celananya masih terpasang.

Lodewick kemudian menarik ikatan rambut Dhyas sehingga rambutnya mulai terurai. Dhyas meningkatkan kewaspadaannya.

Tangan Lodewick mulai turun ke area dada bersiap untuk membuka atasan Dhyas.

Brakkkk!! Pintu kamar didobrak.

Dhyas menoleh. Wajahnya langsung pias dan mengumpat dalam hati.

"Hei, siapa kamu. Lancang sekali kamu!," teriak Lodewick.

"Kamu yang lancang berani sekali menyentuh istriku!," Cakra menerobos masuk.

"Calon istri?," Lodewick bingung, "Siapa sebenarnya kalian?,"

Lodewick mencabut pistol dari pinggangnya. Tapi pistolnya sudah tidak ada di sana.

Dhyas mengangkat tangannya dan pistol itu ada di sana,

"Mencari ini, Meneer?," Lodewick terkejut.

Dhyas mengarahkan pistolnya,

"Cepat ikat dia, Cakra. Sebelum orang-orang menuju ke sini," perintah Dhyas.

Cakra maju. Mudah saja melumpuhkan Lodewick. Sesuai perkiraan. Umurnya sudah tua. Pergerakan nya kalah jauh dari Cakra. Menggunakan pengikat gorden, Cakra mengikat kedua tangan Lodewick di ranjang.

Baru saja akan melanjutkan, mereka mendengar suara ribut di koridor.

Mereka saling pandang sekian detik, mereka sekarang ada di lantai dua. Melompat ke bawah terlalu berisiko. Akhirnya mereka berdua bergegas keluar kamar. Dari arah kiri, beberapa orang laki-laki berlari ke arah kamar itu. Cakra dan Dhyas memilih arah kanan. Berlari terus.

"Jumlah mereka banyak," seru Cakra.

"Berlari saja terus," timpal Dhyas.

Tiba-tiba satu tendangan mendarat di perut Cakra. Ada pria yang datang dari samping. Cakra terhempas. Dhyas menoleh. Pria itu menyerang Dhyas. Mudah saja bagi Dhyas menangkisnya dan menumbangkannya.

"Cakra," Dhyas mengulurkan tangan. Cakra bisa berdiri. Yang mengejar semakin dekat. Salah satu menembak. Cakra dan Dhyas melompat ke salah satu kamar. Dhyas membalas dengan menembak menggunakan pistol Lodewick yang masih di tangannya.

Peluru pistolnya sudah habis. Dhyas teringat belati kecil pemberian Arya. Dia mengeluarkan belati itu.

Para pengejar semakin dekat....dekat...dekat..dan Bukkkk!!

Tendangan Dhyas mengenai wajah orang yang di depan. Kini pertarungan mereka adalah pertarungan jarak dekat. Ini suatu keuntungan bagi Dhyas dan Cakra. Mereka berdua bahu membahu menghajar pengejar hingga yang tersisa erangan di atas lantai. Satu per satu sayatan demi sayatan diukir oleh belati yang Dhyas gunakan. Di lengan, di kaki, di leher para pengejar.

Suara mobil terdengar di luar.

"Lariiiii!," teriak Dhyas. Refleks Cakra meraih tangan Dhyas dan berlari ke arah belakang. Mereka menyusuri koridor demi koridor. Melewati ruang pertunjukan yang dipenuhi lilin menyala.

Dhyas menyapu lilin-lilin yang berjejer, menarik tirai-tirai yang mendominasi interior tempat itu. Akibatnya, api mulai tersulut. Merambat dengan cepat. Hingga api mulai membesar.

Pintu belakang terkunci. Cakra memberi kode Dhyas Untu mundur. Dengan satu tendangan kuatnya, Cakra menendang pintu dan terbuka jalan bagi mereka berdua.

Cakra kembali meraih tangan Dhyas, mereka berdua berlari sekuat yang mereka bisa. Menyusuri pepohonan, jalanan kecil, terus dan terus berlari di bawah tuntutan cahaya bulan.

Dari kejauhan terlihat api semakin membesar dan merambat dengan cepat. Ditopang tiupan angin malam membuat de Rozenkamer perlahan runtuh menjadi kepingan debu.

Setelah berlari cukup jauh dan merasa sudah aman, Cakra dan Dhyas berhenti dan bersandar di sebuah pohon besar dengan napas yang tersengal-sengal.

Cakra terbatuk-batuk. Dhyas menepuk punggungnya,

"Kita hampir terbunuh di dalam sana," Dhyas kesal.

Cakra menegakkan tubuhnya setelah batuknya reda,

"Apa bedanya terbunuh dengan melihat pria Belanda itu menikmati tubuhmu," Cakra tidak kalah kesal.

"Kita sedang dalam misi Cakra. Apa kamu lupa,"

"Ho? Karena dalam misi lalu membiarkan harga dirimu jatuh? Lebih baik aku dibunuh atau membunuh daripada melihat kamu dinikmati pria Belanda itu," suara Cakra meninggi.

Dhyas terdiam. Sibuk mengurus napasnya yang masih ngos-ngosan.

1
Wiwi Mulkay
kpn di up lagi
Wiwi Mulkay
Caeli ini kapan di up lagi
Caeli: on my way dear kak wiwi😍
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!