Hidup Syakila hancur ketika orangtua angkatnya memaksa dia untuk mengakui anak haram yang dilahirkan oleh kakak angkatnya sebagai anaknya. Syakila juga dipaksa mengakui bahwa dia hamil di luar nikah dengan seorang pria liar karena mabuk. Detik itu juga, Syakila menjadi sasaran bully-an semua penduduk kota. Pendidikan dan pekerjaan bahkan harus hilang karena dianggap mencoreng nama baik instansi pendidikan maupun restoran tempatnya bekerja. Saat semua orang memandang jijik pada Syakila, tiba-tiba, Dewa datang sebagai penyelamat. Dia bersikeras menikahi Syakila hanya demi membalas dendam pada Nania, kakak angkat Syakila yang merupakan mantan pacarnya. Sejak menikah, Syakila tak pernah diperlakukan dengan baik. Hingga suatu hari, Syakila akhirnya menyadari jika pernikahan mereka hanya pernikahan palsu. Syakila hanya alat bagi Dewa untuk membuat Nania kembali. Ketika cinta Dewa dan Nania bersatu lagi, Syakila memutuskan untuk pergi dengan cara yang tak pernah Dewa sangka.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Itha Sulfiana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tak mau lagi
"Kalian... puas, kan?"
Syakila menatap tanpa rasa takut. Sebaliknya, dia malah tersenyum. Tak ada simpati sedikit pun pada kondisi Nania yang sedang tidak sadarkan diri.
"Kau..."
Dito berdiri kemudian mengangkat tangannya untuk menampar Syakila. Namun, hal yang tidak pernah dia duga malah terjadi.
Syakila... menahan tangannya tepat waktu.
"Jangan pernah berpikir kalau Anda bisa memukul saya lagi, Tuan Dito Anggara!" ucap Syakila penuh peringatan.
Dia tak akan pasrah saja saat sang Ayah angkat berniat memukulnya seperti yang sudah-sudah. Syakila sudah kenyang dengan penyiksaan pria paruh baya itu.
Kedoknya hanya orangtua angkat. Namun, sifat mereka jauh lebih buruk dari binatang.
Sudah waktunya semua disudahi. Sudah waktunya Syakila melawan.
"Kau... benar-benar sudah berani membangkang, Syakila!" geram Dito marah.
Dia mengangkat tangannya lagi. Namun, Dewa dengan cepat mencegahnya untuk menampar Syakila.
"Lebih baik kita bawa Nania ke rumah sakit dulu, Ayah! Soal Syakila, biar aku yang akan mengurusnya nanti," ucap Dewa sambil menatap Syakila sekilas. Nania sudah berada dalam gendongannya.
"Baiklah," angguk Dito sambil menurunkan tangannya. "Kau beruntung karena menantuku ada di sini. Andai dia tak ada di sini, aku pasti sudah membunuh mu, anak sialan!" lanjutnya dengan suara rendah, sarat akan ancaman.
Syakila bergeming. Dia menatap punggung Dewa dan Dito yang perlahan menjauh. Tetesan darah yang mengalir dari telapak tangan kanannya yang terluka, tampak membasahi lantai marmer dibawahnya.
Tak lama, suara tawa Syakila menggema. Hitungan mundur sudah dimulai. Tinggal menghitung hari, dia akan segera 'mati'.
Akhirnya, Syakila tak jadi membawa Andrew pulang ke rumah. Dia hanya pulang sendirian saja. Ia biarkan, Andrew tetap di rumah orangtua Nania.
Dua hari berikutnya, Dewa tak pernah pulang ke rumah. Pria itu memilih bermalam di rumah sakit untuk menemani Nania. Hingga pada ke hari ketiga, barulah pria itu nampak batang hidungnya di hadapan Syakila.
"Syakila..."
"Makan dulu!" potong Syakila cepat. "Setelah makan, baru kamu boleh menghukumku," lanjutnya dengan nada datar.
Entah kenapa, Dewa menurut saja pada perintah Syakila. Amarah yang rencananya akan ia ledakkan, malah tertelan begitu saja didalam tenggorokannya.
"Hari ini, apa kamu akan berangkat bekerja?" tanya Syakila setelah sang suami selesai sarapan.
"Ya," angguk Dewa. "Aku sudah cuti selama dua hari. Banyak pekerjaan yang harus aku selesaikan."
Syakila mengangguk-anggukkan kepalanya. Dengan cekatan, sepasang tangannya segera membereskan piring kotor yang ada diatas meja.
"Tanganmu kenapa?" tanya Dewa. Dia baru menyadari jika tangan perempuan itu tampak dibalut kain perban.
"Terkena pecahan vas," jawab Syakila.
Ingatan Dewa langsung terlempar pada kejadian tiga hari yang lalu.
Jadi, Syakila juga terluka? Dan, Dewa sama sekali tidak tahu?
"Makanya, jangan suka cari masalah!" kata Dewa dengan nada setengah kesal. "Kali ini, kamu lagi-lagi beruntung. Nania tidak mau jika kamu dilaporkan ke polisi. Oleh sebab itu, kedua orangtua angkatmu tidak akan memperpanjang kasus ini lagi."
Syakila hanya tersenyum sinis saat menanggapi ucapan panjang lebar Dewa.
"Nanti, kalau Nania sudah kembali, kamu harus melayaninya dengan baik! Turuti semua keinginannya. Anggap saja, sebagai bentuk kompensasi karena kamu sudah melukainya."
Secara tidak langsung, Dewa ingin menjadikan Syakila sebagai pembantu Nania. Hanya saja, pria itu pandai sekali membalut motif tersembunyinya lewat permainan kata-kata.
"Baiklah," angguk Syakila.
Kening Dewa langsung berkerut dalam. Syakila setuju secepat ini?
"Kenapa kamu langsung setuju?" tanya Dewa tak mengerti.
"Karena, menolak juga tidak ada gunanya," jawab Syakila.
"Syakila, kamu tidak sedang merencanakan sesuatu yang jahat lagi terhadap Nania, kan?" cecar Dewa sambil mencengkram erat lengan Syakila.
"Kak Dewa, sebenarnya Kak Dewa mau apa, sih?" Syakila balik bertanya dengan ekspresi sedikit meringis karena sakit pada lengan yang dicengkeram oleh Dewa.
"Bukankah, aku memang tidak punya pilihan lain, selain setuju? Karena, kalaupun aku menolak, Kak Dewa pasti akan menghalalkan segala cara untuk membuat aku jadi setuju. Iya, kan?" lanjut Syakila.
"Syakila, aku..."
"Lepas!" Syakila melepaskan cengkraman Dewa dengan sekuat tenaga.
"Maaf!" ujar Dewa saat dia menyadari bahwa dirinya telah menyakiti lengan Syakila.
"Kak Dewa jadi menghukum aku atau tidak?" tanya Syakila kemudian.
****
Malam hari, Syakila dikejutkan dengan kepulangan Nania yang tiba-tiba. Bahkan, tak hanya Nania saja yang datang. Dito dan Nessa juga ikut serta.
"Syakila, mulai sekarang... kamu harus melayani Nania dengan baik! Aku tidak mau tahu! Jika kamu masih ingin menjadi istriku, maka jadilah istri yang patuh! Jangan coba-coba mencelakai Nania lagi!"
"Bagaimana, jika seandainya aku sudah tidak mau jadi istrimu lagi?" balas Syakila.
"Apa!?"
lah
semoga syakila bahagia dan bisa membalas dendam terhadap keluarga dito yang sangat jahat
menanti kehidupan baru syakila yg bahagia...