NovelToon NovelToon
Balas Dendam Putri Mahkota

Balas Dendam Putri Mahkota

Status: sedang berlangsung
Genre:Reinkarnasi / Fantasi Wanita / Mengubah Takdir
Popularitas:2.2k
Nilai: 5
Nama Author: Salsabilla Kim

Pada malam pernikahannya, Hwa-young seharusnya meminum racun yang memulai kehancurannya. Namun, takdir memberinya kesempatan kedua. Ia kembali ke malam yang sama, dengan ingatan penuh akan pengkhianatan dan eksekusinya. Kini, setiap senyum adalah siasat dan setiap kata adalah senjata. Ia tidak akan lagi menjadi pion yang pasrah. Menghadapi ibu mertua yang kejam dan suami yang penuh curiga, Hwa-young harus mengobarkan perang dari balik bayang-bayang untuk merebut kembali takdirnya dan menghancurkan mereka yang telah menghancurkannya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Salsabilla Kim, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Giok

Kotak kayu itu terasa dingin, sebuah beban berat yang seolah menyedot kehangatan dari telapak tangan Hwa-young.

"Pergi," desis pria tua itu, suaranya seperti daun kering yang bergesekan. Ia tidak mendorong mereka, hanya tatapan matanya yang tajam sudah cukup untuk membuat mereka mundur ke arah pintu tersembunyi. "Toko ini akan menjadi abu sebelum fajar. Kami tidak pernah diam di satu tempat."

"Bagaimana aku menemukanmu lagi?" desak Hwa-young, napasnya pendek. Kepanikan mulai merayap di tenggorokannya.

"Kau tidak akan menemukan kami," jawab pria itu, dan untuk sesaat, Hwa-young melihat bayangan ibunya di matanya, tatapan baja yang sama. "Kami yang akan menemukanmu. Ingat,  Bunga plum mekar di musim dingin. Kunang-kunang bersinar dalam gelap."

Pintu rahasia itu bergeser menutup tanpa suara, menelan pria tua itu kembali ke dalam bayang-bayang. Hwa-young dan Mae-ri terlempar kembali ke toko yang remang-remang, sunyi senyap.

"Cepat," kata Hwa-young, menarik lengan Mae-ri yang gemetar hebat.

Mereka menyelinap keluar, kembali ke hiruk pikuk pasar. Dunia di luar terasa palsu, terlalu bising, terlalu normal untuk rahasia sebesar ini. Di punggungnya, Hwa-young merasakan tatapan tak terlihat yang membakar. Jenderal Kim. Atau mungkin mata-mata suaminya. Ia membiarkan bahunya merosot, memaksakan ekspresi kecewa di wajahnya. Biarkan mereka berpikir ia gagal.

Perjalanan kembali terasa seperti selamanya. Di dalam gerobak sayur yang berguncang, di antara aroma tanah dan lobak, Hwa-young memeluk kotak itu erat-erat. Ini bukan sekadar warisan. Ini adalah jantung ibunya yang berhenti berdetak, sebuah gema dari kekuatannya. Beliau tidak membangun jaringan pedagang, pikirnya getir. Beliau membangun senjata.

"Nyonya ... apa ... apa itu tadi?" kata Mae-ri, matanya terbelalak ngeri.

"Ssst! Namaku Hwa," potong Hwa-young tajam. Tangannya gemetar saat membuka sedikit tutup kotak itu. Untaian manik-manik giok berkilau redup. "Lihat. Ini bukan perhiasan. Ini adalah sebuah sistem."

Ibunya pernah berkata, Keseragaman adalah kekuatan, Hwa-young. Pedang yang ditempa dengan standar yang sama tidak akan patah dalam pertempuran. Ratusan manik giok identik, diukir dengan presisi yang mustahil. Ini bukan kerja satu orang. Ini adalah kerja sebuah legiun rahasia.

"Ini bukan daftar nama," kata Hwa-young, lebih pada dirinya sendiri. Suaranya dipenuhi kekaguman dan duka. "Ini adalah segalanya. Nama, rute, utang, kelemahan musuh ... seluruh mesin perang ekonomi ibuku, terukir di atas batu giok."

Begitu palang kayu tebal terpasang di pintu Paviliun Bulan Baru, Mae-ri merosot ke lantai, terengah-engah. Tapi Hwa-young tidak punya waktu untuk lega. Adrenalin masih memompanya. Ia meletakkan kotak itu di meja dan membukanya.

Di bawah cahaya temaram, untaian giok itu seolah bernapas. Ia mengangkatnya, merasakan beratnya sejarah di tangannya. Manik-manik itu bergemerincing, suara ribuan kataan rahasia.

"Kuas, tinta, dan semua kertas yang bisa kau temukan. Sekarang!" perintahnya.

Dengan kaca pembesar kecil, Hwa-young mulai bekerja. Apa yang ia lihat membuatnya menahan napas. Ini bukan sekadar tulisan. Ini adalah sandi yang berlapis-lapis. Gudang Tiga Sungai ... Kapal Naga Hitam ... utang Tuan Choi ... nama seorang selir di istana barat ... tanggal panen gandum ... Informasi itu sengaja dibuat acak, sebuah labirin yang dirancang untuk menjebak orang luar.

"Ini tidak ada artinya jika kita tidak tahu polanya!" seru Mae-ri putus asa setelah hampir satu jam menyalin simbol-simbol aneh itu.

"Pikir, Hwa-young, pikir," gumamnya, mondar-mandir seperti hewan yang terperangkap. Ibunya bukan ahli matematika, beliau adalah seorang seniman, seorang penyair. Sandinya tidak akan kaku. Pasti ada ... sebuah ritme. Sebuah lagu.

Ia mengambil untaian giok itu lagi, membiarkannya mengalir di antara jari-jarinya. Dan saat itulah ia merasakannya. Sebuah perbedaan tekstur yang hampir tak kentara. Lalu ia melihatnya.

"Warnanya," katanya tak percaya. "Mae-ri, lihat. Setiap manik kesepuluh warnanya sedikit lebih gelap."

Dengan semangat baru, ia memisahkan untaian itu, menjadikan manik gelap sebagai penanda bab. Tiba-tiba, kekacauan itu mulai membentuk pola. Satu bab tentang monopoli garam. Bab lain tentang perdagangan bijih besi.

"Tapi angka-angka ini masih tidak masuk akal," katanya, menunjuk serangkaian angka. Pikirannya melayang kembali ke masa kecil, ke taman istana, saat ibunya menyanyikan lagu pengantar tidur untuknya. Sebuah sajak konyol yang selalu membuatnya tertawa.

Lima kelopak di bunga plum, menunjuk ke lima lautan...

Tujuh bintang di langit utara, menjaga tujuh jalan rahasia...

Itu bukan sajak anak-anak. Itu kuncinya.

"Sajak Bunga Plum!" serunya. Jantungnya berdebar kencang. Ia mengambil salah satu gulungan kertas. 'Pelabuhan Naga Hitam,  5-12-300'. "Lima ... artinya rute laut! Tujuh ... rute penyelundupan darat!"

Sebuah senyum kemenangan mulai merekah di bibirnya. Ini dia. Bukti korupsi sistematis Keluarga Kang. Cukup untuk meruntuhkan mereka hingga ke fondasinya.

"Jadi transaksi ini bukan dengan Tuan Choi," katanya, jarinya gemetar saat menelusuri karakter di kertas, "tapi melalui serikat pedagangnya! Keluarga Kang tidak menyuap satu orang, mereka menyuap seluruh, "

KRAK.

Suara itu bukan dari pintu. Melainkan dari sebuah ranting yang patah di luar jendela.

Hening.

Hwa-young membeku, senyumnya lenyap. Mae-ri menahan napas, matanya membelalak ketakutan. Mereka tidak sendirian.

Refleks Hwa-young mengambil alih. Ia menyapu untaian giok dan kertas-kertas itu dengan panik, mencoba mendorongnya ke bawah meja. Tapi sudah terlambat.

Pintu kamarnya bergeser terbuka tanpa suara.

Bukan dobrakan kasar para penjaga. Bukan tendangan penuh amarah. Hanya gerakan senyap yang mematikan. Yi Seon berdiri di ambang pintu, sosoknya membingkai cahaya remang dari koridor. Di belakangnya, Jenderal Kim berdiri kaku seperti patung.

Mata Yi Seon yang dingin tidak memandang wajah Hwa-young yang pucat atau Mae-ri yang gemetar. Tatapannya terpaku pada kekacauan di lantai, gulungan kertas yang berserakan, tinta yang tercoreng, dan kilau hijau dari untaian giok yang sebagian mencuat dari balik jubah Hwa-young.

Keheningan yang mencekik itu terasa lebih berat dari beban seribu batu. Yi Seon melangkah masuk, setiap langkahnya terukur dan tanpa suara. Ia tidak mengatakan apa-apa. Ia hanya membungkuk perlahan, matanya tidak pernah lepas dari Hwa-young.

Dengan ujung jarinya, ia mengambil satu manik giok yang terlepas dan menggelinding di dekat kakinya. Ia mengangkatnya ke arah cahaya, memutarnya di antara ibu jari dan telunjuknya, mengamati ukiran mikro di permukaannya.

Lalu, ia mengangkat kepalanya. Matanya yang tajam dan tak terbaca menusuk Hwa-young, memaku wanita itu di tempatnya. Suara dinginnya memecah keheningan, setiap kata setajam pecahan es.

"Jadi," katanya pelan, bibirnya hampir tidak bergerak. "Ini 'Ramuan Bulan Merah' yang kau cari."

Ia tidak bertanya. Itu adalah sebuah pernyataan. Dan saat ia mengambil langkah lain ke depan, Hwa-young sadar ini bukan hanya tentang rahasia yang terbongkar. Ini tentang kebohongan yang telah ia bangun di antara mereka, yang kini hancur berkeping-keping di kakinya.

1
Putri Haruya
Mohon maaf ya buat yang menunggu aku update. Bulan November ini, aku sibuk dengan acara di rumah. Jadi, aku banyak bantu keluarga juga sampai gak sempat nulis. Aku ada penyakit juga yang gak bisa kalo gak istirahat sehabis bantu-bantu. Jadi, mohon pengertiannya ya. Nanti malam In Shaa Allah aku nulis lagi. Tapi, kalo besok-besok aku gak update berarti aku sedang ada halangan, ya.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!