Di malam yang sama, Yu Xuan dan Chen Xi meregang nyawa. Namun takdir bermain jiwa Yu Xuan terbangun dalam tubuh Chen Xi, seorang budak di rumah bordil. Tak ada yang tahu, Chen Xi sejatinya adalah putri bangsawan Perdana Menteri, yang ditukar oleh selir ayahnya dengan anak sepupunya yang lahir dihari yang sama, lalu bayi itu di titipkan pada wanita penghibur, yang sudah seperti saudara dengan memerintahkan untuk melenyapkan bayi tersebut. Dan kini, Yu Xuan harus mengungkap kebenaran yang terkubur… sambil bertahan di dunia penuh tipu daya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anastasia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 18.Rasa seperti keluarga.
Kereta hitam berhias ukiran naga emas itu meluncur perlahan melewati jalan utama ibu kota. Lentera-lentera kertas mulai menyala satu per satu, menandai datangnya senja yang mulai menelan langit jingga.
Raja Xiao Long bersandar di sisi jendela, matanya memandang keluar tanpa banyak bicara. Angin sore membawa aroma arak dan wangi bunga malam dari arah Yue zhi, rumah hiburan terkenal yang berdiri anggun di ujung distrik barat.
Di sana, cahaya lembut dari lampion merah muda berpendar, bayangan para penari tampak menari samar di balik tirai sutra.
“Yang Mulia,” suara Han, pelayan kepercayaannya, terdengar dari luar kereta, “kita akan segera melewati Yue zhi. Apakah perlu saya perintahkan kusir mempercepat laju kereta?atau yang mulia mau mampir kesana untuk melihat wanita bulan”
Namun Xiao Long tidak langsung menjawab. Ia menatap keluar jendela lagi ke arah gerbang besar dengan papan kayu berukir huruf Yue zhi. Sekilas, sesuatu di dalam dirinya bergetar halus.
“Berhenti,” ucapnya akhirnya.
Kereta berhenti dengan lembut. Suara derit roda kayu bercampur dengan nyanyian lirih dari dalam rumah hiburan itu. Xiao Long menatap pintu utama, matanya suram tapi tajam.
“Han,” katanya pelan. “Kau masih ingat nama itu?”
Han menunduk sopan. “Apakah Yang Mulia berbicara tentang... Chen Xi?”
Senyum samar muncul di sudut bibir Raja Xiao Long. “Benar. Kirimkan ini padanya,katakan padanya setelah aku kembali dari tugas akan aku bebaskan dirinya dari tempat itu”
Ia mengeluarkan sebuah kotak kayu kecil dari dalam jubahnya ukirannya halus dengan pola teratai emas di permukaannya. Di dalamnya tersimpan sebuah jepit rambut dari giok putih, berbentuk teratai yang sama, dan selembar surat bertuliskan tangannya sendiri.
“Tulisannya halus dan dingin, tapi penuh makna tersembunyi.”
‘Untuk Chen Xi.
Sejak pertama melihatmu di jendela kamarmu, aku ingin mengenalmu.
Jika tugasku selesai,aku bermaksud membebaskan dirimu dari Yue zhi.’
— X.L.
Han menerima kotak itu dengan hormat. “Baik, Yang Mulia. Saya akan menyerahkannya langsung.”
Xiao Long mengangguk pelan dan kembali bersandar. Pandangannya jatuh pada langit yang mulai gelap, dan entah kenapa, napasnya terdengar berat.
Han pun turun dari kereta, melangkah masuk ke halaman depan Yue zhi. Musik kecapi mengalun lembut dari dalam, para pelayan muda menyambut dengan senyum sopan.
Salah satu wanita berwajah manis menyapanya. “Selamat malam, Tuan. Apakah Anda mencari seseorang?”
Han mengangguk, lalu memperlihatkan kotak itu. “Aku datang membawa hadiah untuk Nona Chen Xi. Aku diperintahkan tuanku untuk menyerahkan pesan dan hadiah ini untuk nona Chen xi.”
Wajah wanita itu berubah sedikit, senyum tipisnya melemah. “Chen Xi?” Ia menggeleng pelan. “Kenapa semua pria malam ini mencari Chen xi?dia tidak ada disini.”
Han menatapnya tajam. “Sejak kapan?”
“Sudah hampir dua minggu.Nyonya Heng membawanya.”
Han terdiam sejenak, lalu bertanya dengan suara rendah, “Apakah kamu tahu kemana nyonya Heng membawanya?”
Wanita itu tampak berpikir. “Hm… hanya pelayannya, Lian, yang menemaninya pergi. Tapi mereka berangkat pagi hari,semua disini tidak tahu pasti seperti nyonya Heng mau membuka cabang Yue zhi di pusat kota,tapi sepertinya bukan rumah hiburan.Sepertinya nyonya Heng membuka kedai untuk dinikmati para bangsawan di pusat kota.”
Han menunduk hormat. “Terima kasih.” Ia meninggalkan beberapa koin perak di tangan wanita penghibur itu, lalu berbalik menuju kereta.
Ketika ia kembali, Raja Xiao Long masih duduk di tempatnya, menatap keluar jendela yang terbuka setengah. “Sudah disampaikan?” tanyanya tanpa menoleh.
Han menunduk. “Ampun, Yang Mulia. Nona Chen Xi sudah tidak tinggal di sana lagi.”
Xiao Long menoleh pelan. “Tidak tinggal… di Yue zhi?”
“Benar, Yang Mulia. Sepertinya nyonya Heng pemilik Yue zhi membawanya ke pusat kota,yang aku dengar nyonya Heng mau membuka kedai dan pertunjukan untuk bangsawan pusat kota.”
Sunyi sesaat. Hanya suara derap kuda yang pelan berganti di udara.
Raja Xiao Long mengetukkan jarinya di sandaran kursi. “Pusat kota…” gumamnya pelan, senyum tipis menghiasi wajahnya. “Baguslah,gadis berbakat sepertinya tidak pantas menghibur pria hidung belang.”
Han menatap majikannya. “Apakah perlu saya selidiki, Yang Mulia?”
Xiao Long menggeleng. “Tidak perlu, sebaiknya segera kita lakukan tugas dari Kaisar terlebih dahulu,lalu kita kembali ke ibukota secepatnya.”
Awalnya Xiao long tidak tenang,melihat para pria hidung belang berusaha mendekati Chen xi, tapi setelah tahu kalau Chen xi keluar dari Yue zhi muncul rasa lega yang tidak bisa diucapkan.
Ia membuka sedikit tirai jendela, menatap ke arah Yue zhi yang kini mulai diselimuti malam, lalu bergumam nyaris tak terdengar:
“Jika dirimu di ibukota itu berarti,kita suatu saat akan bertemu dan jika itu terjadi aku tidak akan melepaskan kesempatan untuk mengenalmu.”
Kereta pun kembali bergerak perlahan, meninggalkan cahaya merah muda Yue zhi yang semakin memudar di kejauhan.
Dan di sisi timur kota, di rumah kecil yang baru saja ia sewa, Chen Xi bersin pelan, seolah tubuhnya merasakan seseorang memikirkan dirinya dari kejauhan.
“Nona, sepertinya sedang masuk angin. ”
“Tidak Lian, tiba-tiba saja hidung ku gatal. ”
Lian dan Chen xi saat ini berada di dapur tempat tinggal baru mereka, Chen xi sedang membuatkan makan malam untuk mereka.
Dapur kecil itu dipenuhi aroma hangat tumisan jahe dan minyak wijen. Uap dari periuk sup ayam mengambang di udara, mengembun di jendela kayu yang tertutup rapat karena dinginnya malam.
Chen Xi berdiri di depan tungku, lengan bajunya tergulung hingga siku, wajahnya tampak lembut diterangi cahaya lampu minyak. Ia mengaduk perlahan sup dalam panci tanah liat sambil sesekali meniup anak rambut yang jatuh di dahinya.
“Lian, tolong lihat apakah sayurnya sudah cukup matang?” katanya lembut.
Lian yang sedang menata mangkuk di meja bundar kecil mengintip ke dalam panci. “Sudah wangi sekali, Nona. Kalau Nyonya Heng mencium aromanya, pasti beliau tidak sabar untuk makan.”
Chen Xi terkekeh kecil. “Ibu ku itu hanya berpura-pura galak. Tapi aku tahu, beliau suka sekali kalau ada masakan rumahan begini.”
Tak lama kemudian, langkah pelan terdengar dari luar dapur. Suara lembut namun tegas memecah kehangatan itu.
“Siapa yang memasak malam ini? Aromanya membuat perutku lapar bahkan sebelum sempat duduk.”
Lian segera menunduk hormat. “Nyonya Heng,” sapanya.
“Ibu sudah kembali. ”sapa Chen xi dengan senyum.
Wanita paruh baya itu tersenyum tipis, keriput di sudut matanya menambah kesan bijak. Ia melepas mantel sutra dan duduk di kursi dekat tungku, tangannya menepuk lembut bahu Chen Xi.
“Tidak kusangka, ternyata kamu pandai juga memasak.Apa nenek yang mengajarkan mu,nak? .”
Beberapa saat Chen xi terdiam dan tersenyum kearah nyonya Heng, tentu saja bukan. Aku belajar langsung dengan koki istana sebelum menikah dengan pangeran negeri seberang. pikir Xu yuan.
Chen Xi tersenyum malu. “Tentu saja bu, aku juga melihat koki masak di Yue zhi membuat masakan untuk para tamu.saat aku bekerja menjadi budak, mereka mengajariku sedikit demi sedikit”
Nyonya Heng menatap Chen xi dengan tatapan sedih dalam benaknya ia merasa bersalah dengan gadis disampingnya itu, nyonya Heng lalu menyembunyikan perasaannya sebenarnya sambil memuji serta mengangguk puas. “Hmmm, aroma masakan rumah seperti ini membuat tempat kecil ini terasa seperti kediaman sungguhan, bukan sekadar rumah singgah.”
Lalu Lian menyajikan makanan satu per satu ke meja: semangkuk sup ayam jahe, tumis sayur hijau dengan minyak bawang, dan sepiring kecil ikan kukus.
Mereka bertiga duduk bersama, tanpa jarak seperti biasanya di rumah hiburan. Tak ada lentera merah muda, tak ada suara kecapi hanya keheningan lembut yang diisi oleh denting sumpit dan aroma hangat makanan rumahan.
Chen Xi menatap kedua wanita di hadapannya. Untuk sesaat, wajah Nyonya Heng tampak seperti seorang ibu yang tengah menikmati makan malam bersama putri-putrinya, dan Lian seperti adik kecil yang polos.
Ia merasakan sesuatu di dalam dadanya rasa tenang yang aneh, lembut, dan hangat. Sesuatu yang tidak pernah ia rasakan selama menjadi Xu Yuan di masa lalu… rasa memiliki rumah.
Walaupun Xu yuan hidup di istana dengan kemewahan, tapi intrik istana membuat hubungan darah seperti musuh dalam selimut.
Malam itu, tawa kecil mereka bergema di dapur, berpadu dengan bunyi lembut angin yang menyentuh jendela.
Di dalam hati Chen Xi, Xu Yuan jiwa yang dulu terbiasa dengan kesendirian dan dinding dingin istana sekarang perlahan merasa hangat. Ia menatap mangkuk sup di tangannya dan tersenyum lirih.
Mungkin… inilah rasanya punya keluarga.