Ketika Pagi datang, Lucian Beasley akan pergi. Tetapi Malam hari, adalah miliknya. Lucian akan memelukmu karena Andralia Raelys miliknya. Akan tetapi hari itu, muncul dinding besar menjadi pembatas di antara mereka. Lucian sadar, tapi Dia tidak ingin Andralia melupakannya. Namun, takdir membencinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Chichi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 17: Roh Laut
Sosok pria berambut putih, mata hijau dengan perkiraan usia sekitar 50 tahunan muncul. Pakaiannya, terlihat begitu rapi dan elegan. Dia Tuan Black Rose pemilik Mansion Black rose.
"Wah, beneran roboh" ucap pria tersebut saat melihat gerbang Mansionnya sudah tergeletak di tanah.
Andralia menarik lengan Lucian untuk kembali berdiri.
"Jadi,... yang merobohkannya..." Pemilik Mansion itu melihat ke arah Andralia dan Lucian. Dia tersenyum.
"Tuan dan Nyonya Raelys, selamat datang dan maaf karena tidak menyambut kedatangan Anda berdua dengan baik" ucap Pemilik Mansion itu sambil mendatangi mereka berdua dan berjabat tangan.
Dua penjaga yang mendengar nama Raelys disebut, membelalakan mata mereka, saling melihat, kemudian. "SRUK!" Mereka membungkuk bersamaan dihadapan Andralia dan Lucian.
"Maafkan Kami, Yang Mulia Raelys! Kami sungguh tidak sopan atas apa yang telah kami lakukan!" Ucap mereka serentak.
Penjaga yang sebelumnya melihat Andralia memukul Lucian, matanya bergetar, jantungnya berdebar. "Jadi, ini kekuatan Lucian Beasley yang ku dengar dari para prajurit Kerajaan Erundil?" Penjaga itu, melirik ke arah Lucian. Lucian menunjukkan ekspresi hampir menangis saat Andralia menunjuk-nunjuknya untuk meminta maaf dengan baik kepada pemilik mansion.
"Sungguh mengejutkan. Bagaimana monster itu, bisa tunduk pada seorang perempuan?"
Penjaga itu memiliki pengalaman turun di medan tempur yang sama dengan Lucian. Namun, dia belum pernah melihat wajah Lucian secara langsung. Dia hanya melihat siluet Lucian yang menghancurkan kerajaan musuh seorang diri, dengan tubuh dan jubah yang bersimbah darah.
Dua penjaga itu kembali berdiri tegak setelah ditepuk oleh pemilik Mansion.
"Sudah, tidak perlu memikirkan ganti rugi, lagi pula gerbang ini memang sudah tua. Sudah waktunya diganti"
Dua penjaga di belakang pemilik mansion itu menelan ludah. "Bukannya gerbang ini baru direnovasi tingga minggu yang lalu?" Batin mereka berdua.
Akhirnya, Andralia dan Lucian masuk ke dalam Mansion itu.
Sesuai dengan namanya, Mansion itu ditubuhi oleh ribuan mawar hitam. Lucian takjub melihat pemandangan itu. "Anda sangat menyukai mawar hitam ya?" basa-basi Lucian sambil menarik kopernya.
"Ya, tak semuanya benar. Mawar hitam itu, bunga terakhir yang diberikan Putriku sebelum dia dan Istriku tenggelam" jawab pemilik Mansion.
"Kau ini!" lirih Andralia menyikut Lucian karena mengatakan hal yang membuat seseorang teringat kembali dukanya.
"Ah, maafkan saya"
"Santai saja, hanya Istriku yang meninggal dan putriku masih hidup. Sayangnya, dia masih belum membuka matanya sejak dua tahun yang lalu. Harapku, saat putriku terbangun nanti, dia bisa melihat taman ini" ucap pemilik mansion itu.
Lucian menahan diri untuk tidak berbicara. Namun, Andralia tiba-tiba bersuara, "Apa Putri Anda koma?" Tanya Andralia, pertanyaan yang sama dengan apa yang ada di kepala Lucian.
"Hampir seperti itu, tapi kondisi putriku sedikit berbeda. Ada yang mengatakan jika Putriku dikutuk oleh roh laut" Pemilik Mansion itu, membukakan pintu kamar untuk mereka tempati.
"Roh laut?" Lucian pernah mendengar itu. Namun, itu seperti sesuatu yang tidak bisa dia ingat.
"Ya. Manusia yang dirasuki oleh Roh laut, akan meninggalkan bercak khas di leher mereka. Seperti guratan sisik, dan ujung garis mata yang membiru karena sihir. Saya bersyukur karena Putri saya tidak sampai meninggal" ucapnya.
Ribuan pertanyaan mengumpul di kepala Lucian. Dia melihat ke arah Andralia agar membiarkannya bertanya. Andralia yang paham gerak-gerak Lucian, langsung menarik lengan kiri Lucian.
"Semoga Anda selalu diberikan ketabahan dan kesabaran. Saya harap, Putri Anda segera kembali membuka matanya. Beliau pasti akan senang dengan taman bunga yang Anda buat" Andralia mengakhiri perbincangan itu.
Lucian hanya bisa menahan bibirnya yang ingin manyun.
Pemilik Mansion itu tersenyum lebar, "Ya! Saya sangat mengharapkan keajaiban terjadi. Selamat istirahat, gunakan rumah ini selayaknya rumah Anda sendiri. Jangan sungkan untuk menggunakan dapur ataupun kolam" ucap pemilik Mansion sebelum meninggalkan mereka.
Andralia menutup pintu kamarnya perlahan setelah kepergian Pemilik Mansion. Kemudian, "GRTTTT!" Dia menarik kera pakaian Lucian sampai membuat beberapa kancingnya terlepas.
Lucian tersenyum lebar, "Ah, liarnya... aku menyukai yang seperti ini" ucap Lucian.
Wajah Andralia langsung kikuk dan merah padam, begitu sadar hal ambigu yang dia lakukan.
"Dasar gila!" Andralia mencengkram dagu Lucian dengan tangan kecilnya. "Mulut ini dijaga! Dan pakai otakmu sebelum melakukan hal bodoh!" Andralia menepuk ubun-ubun Lucian kemudian menjabraknya.
"Aduh!! Jangan gini Yang Mulia! Rambut saya bisa botak!" Lucian menahan tangan Andralia yang menjabrak rambutnya.
"Biarkan jadi botak! Hah! Melelahkan sekali" Andralia melepaskan mantelnya dan menjatuhkan dirinya ke kasur.
Sedangkan Lucian, dia berjalan ke arah jendela. Membuka jendela itu perlahan. Semilir angin hangat berhembus tepat ke arah wajahnya. Dia melihat orang-orang di bawah sana bergotong royong untuk membenahi gerbang itu. Dia kembali menoleh sisi kanan. Andralia tiduran terlentang di kasur empuk itu.
"Anda tidak lapar?" Tanya Lucian.
"Aku masih kenyang. Karena permen dan cemilan tadi" jawabnya.
"Baiklah, kalau begitu saya akan ke bawah sebentar. Membantu membenahi gerbang itu" izin Lucian.
"Terserah. Aku mau tidur. Dua jam lagi bangunkan aku. Aku mau ke pantai" ucap Andralia membalik tubuhnya.
Bibir Lucian manyun perlahan, "Aku ingin memeluknya dan memainkan rambut emasnya itu- PLAK!" Lucian langsung menampar pipinya sendiri.
Suara tamparan itu cukup keras. Bahkan membuat Andralia terkejut dan menoleh.
"Suara apa barusan?" Tanya Andralia.
"Ada nyamuk yang masuk" jawab Lucian mengusap pipinya.
Lucian berniat turun untuk membantu orang-orang yang sedang membenahi Gerbang itu, namun dia tersesat. Pintu Mansion itu terlalu banyak, bahkan ruangannya seakan berputar dan memiliki nyawa.
"Hahaha, astaga.... Aku tersesat?" Lucian tersenyum getir.
Lucian berusaha tenang, dia mulai berjalan perlahan mengingat jalan yang dia lewati. Dia sungguh tidak malu memutar gagang pintu yang kebanyakan dikunci. Hingga dia secara tak sengaja sampai di pintu terujung ruangan itu. Dia terdiam sejenak.
"Kayaknya, kamarku tadi tidak di ujung" batin Lucian menghentikan dirinya untuk membuka pintu kamar itu.
Namun, sesuatu tak asing dia rasakan di sana. Hidungnya mencium aroma sesuatu. Bukan busuk ataupun harum. Hanya aroma nostalgia yang membuat dadanya gelisah.
Lucian menatap pintu kamar itu sekali lagi. Gagang pintu itu terlihat lebih hitam dari gagang lainnya, yang artinya gagang itu sering disentuh.
Lucian memegang gagang pintu itu. Terasa hangat, lebih hangat dari yang lainnya. Dia memutar gagang pintu itu. Dan pintu itu terbuka.
Sungguh mengejutkan. Seorang gadis berambut merah tertidur di atas ranjang yang penuh boneka dan alat medis yang menempel di seluruh tubuhnya.
Gadis itu terlihat seperti mati daripada tidur. Lucian mendekat ke arah gadis itu. Di pipi kanannya, gadis itu memiliki tai lalat. Garis matanya terlihat biru dan di sekitar leher hingga rahangnya terdapat pola sisik ikan. Lucian cepat menyadarinya.
"Ini kamar Putri Pemilik Mansion!" tegas batin Lucian.