~Menikah karena cinta itu indah. Tapi bagaimana jika menikah karena wasiat?~
Raga Putra Mahesa tak pernah menyangka, amanat terakhir dari almarhum ayahnya akan menuntunnya ke pelaminan—bukan dengan wanita pilihannya, melainkan dengan Miky Cahya Murni. Gadis 19 tahun yang terlalu cerewet, terlalu polos, dan terlalu jauh dari bayangannya tentang seorang istri.
Apalagi … dia masih belum selesai berduka. Masih hidup dalam bayang-bayang mendiang istrinya yang sempurna.
Miky tahu, sejak awal dia bukan pilihan. Dia hanya gadis culun dengan suara cempreng, langkah kikuk, dan hati yang terlalu mudah jatuh cinta pada sosok lelaki dingin yang tak pernah memberinya tempat.
“Dia mencintai mendiang istrinya. Aku hanya bayang-bayang.” – Miky
“Menikahimu adalah kesialan bagi saya!” – Raga.
Di tengah usaha Miky dalam mengejar cinta Raga, sebuah rahasia terungkap. Rahasia yang selama ini disembunyikan oleh Raga.
Mampukah Miky bertahan dalam pernikahan tanpa cinta ini? Atau akankah ia menyerah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kacan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kak Abian
Tut. Tut. Tut.
Miky mengerutkan dahi, segera ia melihat layar ponselnya.
Menghubungkan.
"Ck, perasaan koneksinya bagus," gerutunya sambil berkacak pinggang.
Padahal Miky sudah begitu penasaran akan kelanjutan apa yang pria dalam telfon katakan. Sayangnya panggilan itu berujung dengan terputus.
"Kok orang ini bisa tau nomorku ya? Apa cuma orang iseng? Tapi, kenapa dia bisa tau kalau aku istrinya mas Raga?"
Miky menghela napas panjang. Tak ingin dibuat pusing dengan rasa penasaran yang tak berujung, akhirnya Miky meletakkan ponselnya kembali di atas meja rias.
Ia bergegas mandi, karena hari ini dirinya harus berangkat kuliah.
Begitu selesai mandi, Miky mematut diri di depan cermin besar yang ada pada meja rias. Ia mengepang dua rambutnya seperti biasa, lalu memakai kacamata kesayangannya.
Dengan balutan kemeja panjang biru muda berbahan katun, serta rok panjang bewarna putih. Miky terlihat manis walau kesan culun tak lepas dari penampilannya.
Miky meraih tas ranselnya, kemudian melenggang keluar dari kamar.
Di ruang makan sudah ada Raga bersama Fika.
"Mimi!" pekik Fika saat melihat kehadiran Miminya.
Miky tersenyum lebar, ia mendekati anak sambungnya. Sementara Raga diam saja, terlihat tak peduli akan kehadiran sang istri.
"Ayo Mimi, kita calapan cebelum Fika telat pelgi cekolah," seru bocah gembul itu seraya bergelayut di lengan Miky.
Miky meringis pelan, memasang wajah bersalah.
"Maaf, Sayang. Mimi harus segera pergi. Fika sarapan bersama Papi aja ya?" Tangan Miky mengusap kepala Fika.
Kepala Fika mendongak dengan mata sudah berkaca-kaca.
"Fika maunya calapan cama Mimi," rengeknya.
Miky kelimpungan, pasalnya ia ada kelas pagi hari ini. Dibolehkannya kepala ke arah Raga, berharap pria itu dapat menolongnya.
"Mas," panggil Miky dengan suara pelan.
Raga merespon panggilannya dengan mata sinis.
"Miky ada kelas pagi, Mas."
Wajah Raga tampak dingin. "Tugas kamu mengurus anak saya," cetusnya.
Miky terhenyak dengan jawaban pedas yang dilontarkan suaminya. Miky menghela napas pelan, wajahnya tertekuk murung.
"Mimi cedih? Gala-gala Fika ya, Mi?" Tanya anak itu dengan suara bergetar.
Miky menatap wajah anak sambungnya, lalu mengangkat tubuh gembul itu dan menggantikan diri duduk di kursi bersama Fika di atas pangkuannya.
"Mimi nggak sedih kok, Sayang. Mau makan sambil Mimi pangku?"
Fika langsung mengangguk cepat.
"Uhhh gemesnya!" Miky mendekap tubuh Fika sambil menjatuhkan beberapa kecupan di pipi tembam bocah kecil itu.
***
Miky benar-benar terlambat, ia ketinggalan kelas pagi ini. Pada akhirnya Miky hanya bisa duduk di kantin bersama Santi sambil menunggu mata kuliah selanjutnya.
"Ke mana aja sih, Miky? Kok nggak masuk? Tadi mata kuliah 4 SKS loh, bahaya tau kalau keseringan nggak masuk."
Miky menghela napas berat dengan sesekali menyeruput hot matcha latte miliknya.
"Kesiangan," jawab Miky seadanya.
Santi memutar bola mata malas, lalu ditatapnya wajah Miky dengan lekat. Seperti ada yang beda dengan Miky.
"Muka kok kusut amat. Ada masalah? Berantem sama abangmu?"
"Enggak, lagi kesel aja sama mas—" Suara Miky terhenti seketika, hampir saja ia keceplosan.
Dahi Santi mengernyit, mimik wajahnya berubah bingung. "Mas? Mas siapa?"
Miky mengetuk-ngetuk meja dengan ujung jarinya. "Emm, i-itu mas-mas batagor di depan. Ngeselin banget, hari ini nggak jualan, padahal lagi kepengen banget makan batagor."
"Yaelah, kirain kenapa. Nggak biasanya kamu pendiem, biasanya ditanya satu jawabnya seribu. Lagian pakai acara kepengenan segala kayak orang ngidam aja."
Mata Miky mendelik, tubuhnya menegang seketika. "Jangan ngacok deh!"
Tidak! Tidak mungkin dirinya hamil, Raga hanya memasuki dirinya sekali, dan itu baru-baru ini terjadi, tidak mungkin proses pembuatan bayi secepat itu kan? Pikir Miky.
"Udah ah, ayo kita bahas yang lain aja," ucap Santi berusaha mengalihkan topik karena saat ini Miky tampak tidak mood.
Waktu terus berjalan, tak terasa kelas selanjutnya sudah selesai dan kini Miky bersama Santi berada di luar kampus.
"Aku pulang duluan ya, Mik." Pamit gadis berkepang dua tersebut pada Miky.
Miky mengangkat kedua jempolnya. "Ya, hati-hati!"
Angin sore menyapu lembut rambut yang terurai sebagian dari kepangan. Ia berjalan santai menuju halte, menunggu taxi untuk pulang.
Suasana sekitar cukup sepi, hanya ada beberapa mahasiswa yang lalu lalang. Miky mengeluarkan ponsel dari dalam tasnya, mengecek waktu.
Rupanya ada sebuah pesan masuk dari nomor tidak dikenal.
Nomor yang menelfonnya tadi pagi.
Dahi Miky tertekuk dalam, ia menggenggam ponselnya erat-erat saat membaca pesan yang dikirimkan oleh pria asing.
"Rahasia suamimu ada pada dokumen itu ...."
Apa maksud dari pesan itu?
Dokumen apa?
Jantung Miky berdebar kencang. Padahal tadi dia mulai melupakan ucapan pria asing itu. Namun, pesan ini membuatnya kembali penasaran.
Saat itulah tiba-tiba suara pelan yang cukup familiar menyapanya dari arah depan.
Miky menoleh cepat. Dahi berkerut. Seorang pria berdiri turun dari mobil. Pria dengan postur tinggi dan wajah yang tampak tak asing. Rambutnya hitam, rapi dan wajahnya terlihat tampan. Butuh beberapa detik untuk mengingat siapa sosok di depannya.
".... Kak Abian!"
Pria itu tersenyum lebar. "Akhirnya inget juga, aku kira kamu amnesia."
Miky mengulum senyum menahan tawa. "Astaga Kak Abian sekarang tinggi banget kayak tiang listrik!"
Abian tertawa. "Aku udah 26 tahun, Miky. Kamu kelihatan masih kecil, dan ... cantik."
Miky ikut tertawa kecil. Tiba-tiba suasana hatinya berubah cerah. Sudah lama sekali ia tidak merasa senyaman ini bicara dengan orang lain. Ada rasa hangat yang tidak ia dapatkan di rumah—tentu dari suaminya.
"Kakak ke mana aja sih? Sejak pindah ke Jerman hilang kabar gitu aja," ucap Miky sambil memberi ruang untuk Abian duduk.
Abian ikut bergabung di sebelah Miky. Ia menoleh menatap wajah Miky dengan tatapan hangat.
"Aku baru balik tiga hari yang lalu, kembali tinggal di perumahan itu. Tapi, saat aku ke rumahmu, kamu enggak ada di sana Miky. Hanya ada orang tua serta abangmu," ungkap Abian, raut wajahnya berubah murung.
Miky menundukkan kepala, menggoyangkan kakinya yang menggantung demi menghilangkan rasa gugupnya.
Abian menarik napas panjang sebelum akhirnya kembali bicara. "Kata ayahmu ... kamu sudah menikah. Apa itu benar?"
Sontak Miky mengangkat kepalanya, menoleh ke arah Abian dengan mata membola.
"Astaga! Ayah bener-bener deh," gerutu Miky dalam hati.
"Kamu benar-benar sudah menikah, Miky?" Lagi Abian bertanya saat tak mendapat jawaban dari wanita yang duduk di sebelahnya.
"Emmm ... ya begitulah, Kak. Sekarang Miky udah jadi seorang istri sekaligus seorang ibu," ungkap Miky pelan.
Wajah Abian berubah kaget.
"S-seorang ibu? K-kamu sudah punya anak?"
Miky mengangguk. "Punya, Kak. Anaknya cantik banget, gemesin mirip boneka, umurnya empat tahun."
Keterkagetan Abian kian bertambah, bahkan matanya sudah melebar.
Bagaimana bisa Miky memiliki anak usia 4 tahun sedangkan Miky bahkan umurnya belum genap 20 tahun?
Bersambung ....
Wahhh kedatangan cogan baru nih🤭🤭🤭 kira-kira gimana ya kelanjutannya?
jedeeerrrrrr
sambungin lagu thor
zigizaga zigi to zaga zigzig to zagzag
welcome to our family