Dalam dunia korporasi yang berputar terlalu cepat, Ethan Solomon Montgomery, Presiden Direktur Montgomery Group, hidup dengan ketenangan yang dirancang oleh keluarga yang membentuknya. Ia tumbuh untuk memimpin, bukan untuk diperintah. Sejak kecil Celine Mattea selalu berdiri di sisinya, perempuan yang mampu masuk ke semua pintu keluarga Montgomery. Celine mencintai Ethan dengan keyakinan yang tidak pernah goyah, bahkan ketika Ethan sendiri tidak pernah memberikan kepastian. Hubungan mereka bukan hubungan lembut yang manis, melainkan keterikatan panjang yang sulit dilepaskan. Persahabatan, warisan masa kecil, ketergantungan, dan cinta yang Celine perjuangkan sendirian. Ketika Cantika, staf keuangan sederhana memasuki orbit Ethan, sesuatu di dalam diri Ethan bergeser. Sebuah celah kecil yang Celine rasakan lebih tajam daripada pengkhianatan apa pun. Ethan dan Celine bergerak dalam tarian berbahaya: antara memilih kenyamanan masa lalu atau menantang dirinya sendiri untuk merasakan sesuatu yang tidak pernah ia izinkan. Ini adalah kisah dua orang yang seharusnya ditakdirkan bersama, tetapi cinta yang bertahan terlalu lama tidak selalu berarti cinta yang benar. Disclaimer: Novel ini adalah season 2 dari karya Author, “Falling in Love Again After Divorce.”
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Demar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Melawan Arus
Welcome to the Wedding Reception of Ethan Solomon Montgomery & Celine Attea.
Begitu para tamu melangkah ke area depan gedung resepsi, mereka langsung disambut instalasi visual yang nyaris membuat langkah terhenti. Sebuah lorong foto raksasa berdiri megah, ditata simetris dengan pencahayaan hangat dan bingkai kristal berukir lambang Montgomery.
Foto-foto itu bukan sekadar potret biasa. Ariana, dengan ketelatenan seorang ibu mengumpulkan setiap serpihan perjalanan Ethan dan Celine sejak mereka masih di taman kanak-kanak. Potret mereka di taman sekolah dasar, foto resmi keluarga Montgomery saat Ethan remaja dengan Celine yang berdiri anggun di sisinya, momen kelulusan, gala-gala eksklusif, hingga foto candid mereka di luar negeri. Semuanya tersusun kronologis, elegan, dan nyaris sempurna.
Para tamu berhenti spontan, berbisik, lalu tersenyum. Tak sedikit yang ikut mengabadikan dalam ponsel masing-masing, terhanyut oleh narasi visual itu.
“Kisah cinta yang ditakdirkan,” gumam seseorang. “Sejak kecil sudah bersama,” sahut yang lain. "Cinta mereka pasti tumbuh sangat kuat."
Sebuah cinta aristokrat sempurna meski dinilai dari berbagai aspek kehidupan.
Jika pemberkatan dilangsungkan secara privat dan khusyuk, maka resepsi ini adalah pernyataan terbuka kekuasaan dan kemegahan Montgomery. Aula resepsi menjulang tinggi dengan langit-langit kaca kristal. Lampu gantung berlapis berlian buatan Italia memantulkan cahaya keemasan ke seluruh ruangan. Meja-meja bundar dilapisi satin gading, dihiasi rangkaian mawar putih dan anggrek langka yang didatangkan langsung dari Eropa. Alunan orkestra hidup mengisi ruangan… klasik, mewah, dan berkelas.
Relasi Montgomery Corp hadir dari berbagai penjuru dunia. Para petinggi perusahaan multinasional, investor, keluarga bangsawan, hingga perwakilan negara lain memenuhi aula dengan balutan busana formal terbaik mereka. Bahasa asing terdengar bersahut-sahutan, namun satu nama menyatukan semuanya malam ini adalah Montgomery.
Celine dan Ethan memasuki aula. Pengantin wanita muncul dengan gaun resepsi haute couture berwarna navy, dengan bordiran kristal halus yang berkilau. Rambutnya disanggul klasik, mempertegas leher jenjang dan aura bangsawan yang tak dibuat-buat. Malam ini ia bukan Attea, melainkan Montgomery.
Ethan berdiri di sisinya, tegap dan berwibawa. Satu tangan terletak ringan di punggung Celine. sebuah gestur kecil yang kadang sulit ditafsirkan bahkan oleh Celine sendiri.
Tamu berdatangan tanpa henti. Hampir seluruh karyawan Montgomery Corp hadir, sesuai permintaan Celine. Dari jajaran direksi hingga staf bawah, semuanya mendapat undangan yang sama. Sean dan Ariana berdiri menyambut para tamu penting dengan senyum aristokrat yang berwibawa. Florence tampak anggun dan tajam, menghabiskan hampir separuh waktunya berbincang dengan para relasi internasional malam ini. Golda berdiri tak jauh dari mereka, secara tidak langsung promosi Yayasan Pendidikan Attea meski tanpa disengaja.
Raga, Rega dan Sambo datang hampir bersamaan. Keduanya mengenakan setelan gelap rapi, seperti sudah jadi kebiasaan berada dalam warna yang hampir sama.
“Selamat,” kata Sambo singkat, memeluk Ethan erat tanda persahabatan.
Raga menyusul, senyum tipis menghiasi wajahnya. “Akhirnya,” katanya ringan, seolah pernikahan ini adalah garis akhir dari sebuah perjalanan panjang yang melelahkan.
Rega berdiri setengah langkah di belakang mereka. Tatapannya jatuh pada Celine, lalu bergeser ke Ethan. Senyum miring terbit di sudut bibirnya.
“Aku masih tidak menyangka kau benar-benar menikah dengannya,” ucap Rega, nada suaranya datar namun sarat sindiran. Pandangannya masih tertahan pada Ethan, belum ada tanda perdamaian.
“Tutup mulutmu,” desis Ethan tajam.
Raga refleks menarik lengan Rega, rendah namun penuh peringatan. “Hentikan Rega! Ini bukan waktunya untuk membuat keributan.”
Rega menghela napas malas, memalingkan wajah dengan dengusan kecil.
“Tentu aku menikahi Ethan, Rega.” Celine berkata dalam bingkai suara anggun. “Aku mencintainya dan dia mencintaiku.”
Ia menoleh ke samping, mendongak sedikit, menatap Ethan dengan mata berbinar manja. “Benar kan, Ethan?”
Ethan mengangguk.
Celine tersenyum puas lalu merangkul lengannya, gestur lembut, intim, dan penuh kepemilikan. Tanpa disadari siapa pun, pandangan Celine mengarah pada seorang wanita yang berdiri menatap mereka tak jauh dari tempatnya berdiri. Sorot matanya menyempit tipis, lalu ia tersenyum seolah baru mengingat sesuatu.
“Kau staf baru yang waktu itu, bukan?” ucapnya ringan. “Kalau tidak salah namamu Cantika.”
Cantika tersentak kecil, lalu mengangguk sopan. “Benar, Bu. Selamat atas pernikahannya. Semoga selalu bahagia.”
Celine bersandar semakin dekat ke bahu Ethan, senyumnya manis dan penuh cinta.
“Terima kasih, Cantika.”
Cantika menunduk, dadanya terasa sesak. Namun ia menahan perasaannya dengan susah payah.
“Tuan Ethan…” Seorang mitra bisnis dari Kuala Lumpur menghampiri dan memanggil Ethan.
Celine mengangguk anggun, melepas lengan Ethan tanpa keberatan.
“Aku akan menyusul,” katanya lembut.
Ethan mengangguk lalu pergi bersama tamu itu.
Inilah wajah lain dari resepsi Montgomery. Bukan sekadar perayaan cinta, melainkan panggung stabilitas. Di balik gelas kristal dan senyum formal, pernikahan ini adalah sinyal: aliansi aman, kepemimpinan solid, dan masa depan ekspansi. Setiap jabat tangan adalah perhitungan. Setiap percakapan adalah investasi. Montgomery tidak pernah mengundang tanpa alasan.
Setelah Ethan menjauh, Celine berbalik perlahan. Senyumnya masih anggun, namun sorot matanya berubah. Ia memandang Cantika dari ujung kepala hingga kaki dengan teliti. Tidak lagi rasa kasihan seperti waktu pertama kali bertemu, melainkan penilaian yang terkesan merendahkan.
“Kau ingat apa yang pernah kukatakan padamu?” tanya Celine pelan.
Cantika menjawab gugup. “Maaf, Bu, saya… saya...”
Celine mengangkat satu jari, memotongnya tanpa menaikkan suara.
“Aku pernah mengatakan padamu untuk percaya diri,” ujarnya lembut. “Kau ada di Montgomery Corp untuk bekerja, benar?”
Cantika mengangguk cepat, tersenyum polos. “Benar, Bu.”
Celine tersenyum tipis, “Kalau begitu,” katanya dengan penekanan, “ingatlah sampai batas mana kau boleh bersikap.”
Ia melangkah lebih dekat. “Lihat dirimu,” lanjutnya lirih, “dan berkacalah.”
Tanpa menunggu jawaban, Celine berbalik. Langkahnya anggun saat menghampiri Ethan kembali, lalu menggandeng lengannya erat, seolah menegaskan sebuah wilayah yang tak boleh disentuh siapa pun.
Cantika berdiri kaku di tempat, senyum yang tadi ia paksakan runtuh seketika. Tangannya mengepal di sisi gaun yang ia kenakan, jemarinya memutih menahan sesuatu yang menyesakkan dada. Kakinya gemetar, namun ia memaksa dirinya tetap berdiri tegak.
“Di… di mana toilet?” tanyanya terbata pada seorang pelayan berrompi hitam.
Pelayan itu menunduk sopan, menunjuk arah lorong sebelah kanan dengan gestur terlatih dan profesional.
“Terima kasih,” ucap Cantika pelan.
Ia berbalik dan melangkah pergi ke arah yang ditunjukkan, punggungnya lurus, langkahnya terjaga, namun di balik itu hatinya runtuh perlahan.
Cantika melihat dirinya sendiri di depan kaca toilet, tangannya masih mengepal. Hinaan dari mulut wanita itu, jelas tertuju padanya.
“Dia hanya pura-pura baik di depan Pak Ethan,” bisiknya pada dirinya sendiri.
“Dia tidak pantas di sisinya. Pak Ethan seharusnya bersama orang yang lebih baik.”
pengorbanan celine terlalu besar hy untuk se ekor ethan...
cepatlah bangkit dan move on celine dan jauh jauh celine jangan terlibat apapun dgn amox apalagi yg didalamnya ada ethan² nya...
mungkin si SEthan merasa bersslah dan ingin bertanggung jawab atas kematian ayahnya Cantika, karna mungkin salah sasaran dan itupun sudah di jekaskan Raga & Rega.
tapi dadar si SEthan emang sengaja cari perkara, segala alasan Cantika punya adik, preettt...🤮🤮🤮
Balas dendam kah?
Siapa Barlex?
Berhubungan dengan ortunya Cantika kah?
Haiisz.. makin penisiriin iihh.. 😅😅🤣🤣
Thanks kk Demar 🤌🏻🤌🏻