"Aku mau kita putus!!"
Anggita Maharani, hidup menjadi anak kesayangan semata wayang sang ayah, tiba-tiba diberi sebuah misi gila. Ditemani oleh karyawan kantor yang seumuran, hidupnya jadi di pinggir jalan.
Dalam keadaan lubuk hati yang tengah patah, Anggita justru bertemu dua laki-laki asing setelah diputuskan pacarnya. Jika pepatah mengatakan tak kenal maka tak sayang, kalau ini malah tak kenal tapi berujung perjodohan.
Dari benci bisa jadi tetap benci. Tapi, kalau jadi kekasih bayaran ... Akan tetap pura-pura atau malah beneran jatuh cinta?
Jangan lupa follow kalau suka dengan cerita ini yaa.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon zennatyas21, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
JSD BAB 17
Anggita berjalan cepat dengan perasaan kecewa, bukan apa tapi ia merasa dibohongi oleh Shinta dan suaminya sendiri.
Dalam tangis yang belum mereda, Shinta dari belakang menyusulnya sampai mencegat menghalangi jalan.
"Git, dengerin penjelasan gue dulu. Plis, jangan salah paham gini dong," tutur Shinta. Wajahnya terlihat khawatir.
Anak Anggara itu menatapnya singkat. "Mau jelasin apa lagi? Lo mantan Widi dan pasti kalian putus gara-gara gue dijodohin sama Widi kan?"
"Enggak, Gita. Gue sama Widi udah putus setahun lalu, kita putus karena emang udah gak cocok aja. Bukan karena adanya lo atau perjodohan itu, lagian masih ada yang lebih penting selain hubungan gue sama dia. Ini soal kenapa gue ada di rumah dia, karena posisi ibunya Widi terdeteksi bahaya," ungkapnya.
Gita mengernyit. Air matanya mulai kering. "Bu Sarah bahaya? Emang lo sama Widi itu ada apa sih?"
"Gini, waktu gue di rumah Widi, gue dichat sama Ridho yang ngabarin katanya Widi sama ibunya dalam bahaya. Lo tau kan kalau Widi itu preman? Dan gue juga masih bingung, ini yang jahat sebenarnya Ridho atau ada orang lain," jelas Shinta.
Anggita semakin tak mengerti. "Terus gue harus apa?" Wajahnya masih curiga, tapi Shinta memahami.
"Lo harus jagain Widi, karena dia kalau tanpa ada lo bisa bahaya. Urusan Bu Sarah biar gue aja yang jagain."
"Lah, Widi kan preman. Kenapa harus gue?"
"Ya mungkin aja dia terpancing emosi dan cuma lo yang bisa nahan dia. Widi itu preman yang gak diremehkan, Git. Dia terkenal kalau udah marah bisa abis semuanya. Dulu gue putus sama dia juga karena dia mau dipenjara."
"Oke, sekarang Widi di mana?" tanya Gita tergesa-gesa.
Shinta menunjuk ke arah belakang. "Dia pasti mau ngajak berantem si Ridho di markas."
Seketika Anggita pun tak menyangka. "Markasnya di mana?"
"Lo tinggal ke belakang gue nih terus belok kiri, masuk gang paling sempit dan belok kanan. Namanya The Black Argold."
Tanpa berlama-lama Anggita langsung berlari mengarah ke tujuan yang sudah Shinta beritahu. Dan setelah punggung Gita semakin tak terlihat, Shinta tiba-tiba mendapat pesan.
"Huft ... Gue kira siapa yang chat, tahunya Pak Anggara. Udah takut duluan sih gue ...." gumam Shinta sibuk sendiri.
Tidak banyak drama Shinta segera menjalankan tugas dari Anggara untuk melanjutkan usaha es dawet yang tak diambil oleh Anggita.
••••
Di markas tersembunyi yang bernama The Black Argold, Widi berjalan mengarah ke Ridho. Laki-laki itu sedang duduk bersama Januar— sang ketua preman TBA.
"Eh, Rid. Lo yang ngirim pesan ke Shinta? Hah? Ada masalah apa lo sampai kirim pesan kayak gitu dan menyangkut ibu gue!?" bentak Widi mulai emosi.
Dua temannya lantas berdiri santai. Tatapan mereka beradu. "Tunggu dulu, Wid. Gue di sini dari kemarin gak ada misi penting ataupun ganggu kehidupan ibu lo. Situasi kita lagi cukup aman, Wid." Januar menanggapi biasa saja.
Widi hanya menatap sekilas pada bosnya. Mata tajam itu tetap mengarah pada Ridho.
"Ya gue emang agak kurang akur sama lo. Tapi, gue ngechat Shinta kayak gitu bukan ancaman dari kita, Wid. Justru gue kasih tahu gitu ke dia biar dia ikut jagain istri lo."
"Dan masalahnya chat lo itu dibahas sama Shinta di depan Anggita, Rid!"
Saat itu juga ucapan Widi terdengar oleh Anggita. "Oh, jadi ini markas kalian?!" Suara lantang tersebut mengalihkan perhatian.
"Anggita? Kamu— kamu kenapa ke sini?" Widi sama sekali tidak menyangka jika istrinya kini telah ada di hadapannya.
Ridho dan Januar meraup wajahnya kasar. Gawat, sekaligus berbahaya. Karena markas mereka seharusnya rahasia, tapi ternyata Anggita mengetahui lokasinya.
Januar memalingkan wajah berbicara dalam hatinya. "Gak ada yang berani kasih tahu selain Shinta. Dek, kenapa kamu se-berani ini."
Perempuan satu-satunya di markas tersebut menatap datar pada sang suami. Bibir yang bungkam, Widi pun mulai khawatir.
Tak berselang lama kemudian sebuah bel berbunyi pada markas yang terbuat dari bangunan kecil kosong dan memiliki banyak tong sampah atau apalah, Anggita mengernyit tidak mengerti.
Keterkejutan itu pun terjadi. Ridho, Januar serta Widi saling bertukar pandangan. Raut mereka tampak gelisah, ada kekhawatiran yang sulit diartikan.
"Bel pertama, Wid." gugup Ridho sambil mengusap kedua lengan tangannya seolah merinding.
Januar justru berkacak pinggang pasrah. "Peringatan pertama, itu artinya jejak dia udah terdeteksi. Kita gak bisa terlalu lama, dia harus pergi dari sini." katanya pelan. Namun, terdengar tegas.
Jangan lihat reaksi Widi sekarang. Sudah pasti kalang kabut, terlebih perihal istrinya.
"Bel satu udah berbunyi, Gita. Kamu harus pergi dari sini, ini tempat berbahaya." saran Widi lembut. Ada nada kepanikan yang luar biasa.
"Emangnya ada apa? Bel di atas itu apa sih?"
Bukan Widi melainkan Ridho, laki-laki berkaos abu-abu membungkam area mulutnya. Pikiran sudah mengarah kepada hal buruk. Kemungkinan dapat terjadi di waktu itu juga.
"Ini tanda darurat, Anggita. Kamu harus keluar dari sini, kamu pulang dan kunci rumah, ya?"
Sang suami menggenggam tangan Gita. Menatapnya lekat. Bahkan ada pecahan kaca di bola mata Widi. "Jejak kamu ke sini terdeteksi sama orang yang jauh lebih di atas kita. Keselamatan kamu bisa jadi bahaya, kamu pulang sekarang!" perintah Widi mendadak tegas.
Anggita tersentak sedikit. Namun, ia mencoba memahami maksudnya. Tidak perlu waktu banyak, Anggita langsung berlari sekencang mungkin meninggalkan markas The Black Argold.
Melihat punggung sang istri yang semakin tak terlihat, Widi perlahan bernapas lega.
"Semoga kamu selamat sampai rumah, Sayang."
hai kak, aku mampir, cerita kakak bagus💐