Dimana masih ada konsep pemenang, maka orang yang dikalahkan tetap ada.
SAKA AKSARA -- dalam mengemban 'Jurus-Jurus Terlarang', penumpas bathil dan kesombongan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eka Magisna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
AKSARA 17
Sudah di rumah sejak satu jam lalu.
Puas memikirkan terkait Yordan yang mengenakan tali sepatu merahーmeski tidak dengan sepatu yang sama seperti yang di video, Saka teringat hal lain.
Buku pemberian Faaz Wardani!
“Mikirin banyak hal, gua jadi lupa sama tu buku," kicaunya seraya melenggang menuju rak buku mini di satu sisi bagian kamar.
Buku itu terselip di antara koleksi serial Goosebumps miliknya yang sudah dibaca semua, mengambil lalu membawanya kembali ke meja belajar. Lampu di meja itu dinyalakannya untuk memperjelas pandangan terkait kondisi buku yang sudah kusam.
“Jurus Tempeleng Gatot Kaca.” Saka membaca judul bagian satu.
Selain pemaparan dalam tulisan, di sana juga terdapat tahapan berupa gambar, Saka mengamatinya serius.
“Kekuatan berpusat di otot lengan,” sambungnya mengamati lebih dalam. “Untuk kemudian dialirkan ke bagian telapak.”
Berlanjut membaca halaman delapan, jurus kedua.
“Jejag Sapu Jagat.”ーJurus terlarang kedua. Serupa tendangan yang bermuara di tumit kaki, biasanya yang dituju adalah perut. Kekuatan dikumpulkan dari beberapa gerakan inti sesuai urutan di gambar yang Saka lihat, hingga menghasilkan kekuatan penuh untuk merobohkan lawan sampai bisa membuat retakan di dinding saat terpental.
ーー
Sebelum tengah malam, tepat pukul 10.39, saat Aryani sudah tenggelam dalam peraduan sunyi di kasur empuknya, Saka keluar kamar. Buku jurus diselipkan ke dalam saku sweater di depan perut, lalu membuka pintu belakang.
Ada halaman yang tidak terlalu besar, tempat Aryani biasa menjemur baju.
Lahan seluas 3 x 4 meter ditapaki dua kakinya, berdiri di tengah-tengah.
Buku dikeluarkan dari dalam saku lalu membuka halaman jurus pertama, diletakkannya buku itu di atas sebuah bangku plastik kecil dengan posisi tetap terbuka halaman yang dibutuhkan.
“Bismillah. Moga bisa mudah gua pelajari ini.” Saka meyakinkan diri.
Sebelum memulai, lebih dulu menggulung lengah sweater-nya hingga ke sikut, menarik napas, lalu mulai memperagakan satu per satu secara lambat dan mendetail.
Setiap gerakan setidaknya dia mengulang banyak sampai sesuai gambar dan perasaannya menyatu padan.
Setelah memakan banyak menit dan dia merasa cukup menghafal, sesuai petunjuk, ada sejenis mantra seiring memasang sikap pertama.
Mata Saka memerhatikan bait itu lalu merapalnya pelan.
“Telapak menyapu jagat, seraga runtuh menempuh kebisuannya. Dari telapak yang sebat tegap, Gatot Kaca menjulang tangguh di mega.”
WUSH!
Angin tiba-tiba bertiup menampar sekitar Saka, padahal mulanya tenang dan hening. Membuat anak muda itu terkejut setengah mati. Sontak geraknya terhenti karena hal itu.
“Apaan tuh?!” tanyanya pada diri sendiri, sembari berkeliling badan dan mata awas. “Gak ada apa-apaan.” Garuk-garuk tengkuk, udara mulai tak enak.
Setelahnya lalu ditengok jam di pergelangan tangan. “Udah hampir jam 12 aja.” Mengedar ke sekitaran lagi. “Mungkin waktunya demit pada keluar. Eksistensi gua di sini pasti ganggu mereka. Mending gua lanjut besok aja latihannya!”
Segera buku digamitnya dari bangku lalu masuk ke dalam dengan tergesa.
Saka melewatkan sebait bacaan di awal atau lebih keren disebut 'kata pengantar', bahwa semua jurus di buku 'Bathara Kanuragan', dijaga masing-masing pemiliknyaーKhadam!
∆∆
Esok hari, di sekolah.
Jam istirahat adalah waktu yang paling tepat untuk menyelidiki.
Yordan Siregar. Asli Medan, tapi fasih bahasa gaul Jakarta. Artinya anak itu lama di ibukota.
Saka menolak ajakan Jono dan Alfa untuk nongkrong di warung belakang. Mengatakan sedang ada yang ingin dibaca di perpustakaan sekolah.
Aslinya dia langsung diejek.
“Baim yang pinter aja kagak pernah betah maen di perpus!” ledek Jono.
Ibrahim yang disinggung sedang ada keperluan di ruang guru.
Ditambah Alfa, “Iya. Belaga lu, Sak!”
“Karena itu! Gua yang kagak pinter ini butuh dukungan berupa buku bacaan tambahan! Gua mau jadi saingan Baim!”ーJawaban Saka, sebelum kemudian melenggang meninggalkan teman-temannya di ambang pintu.
“Jir! Kenapa tu anak?!” Alfa terheran. “Gua aja kagak semart, ogah ke ruang baca.”
“Udah deh, Breh! Kita aja! Mungkin Saka mau menggali bumi gegara pelajaran tadi.” Pelajaran geografi maksud Jono, pundak Alfa dirangkulnya lalu membawa jalan.
“Ngadi-ngadi!”
Di posisi Saka.
“Dia pengedar sa-bu, sayangnya gua lupa video-in kemaren." Itu sedikit disesalkannya.
Sekarang dilihatnya Yordan meniti tangga, naik ke lantai lebih tinggi di bangunan sekolah itu. Saka mengikuti dengan mengendap. “Tali sepatunya bukan merah lagi kayak kemaren,” cicit hatinya.
Terus melangkah hati-hati mengikuti pergerakan anak itu dari jarak lumayan jauh.
Ternyata lantai atap bangunan.
Gerak Saka terhenti di persembunyian, di antara tumpukan bangku dan komputer-komputer jenis lama yang sudah usang.
“Kenapa gak dijual ke rongsok aja ni barang-barang? Kali dapet segepok duit warnaan ungu,” gumam Saka, otak duitnya mendadak terang. Namun kurang lima detik dia melupakan itu, pandangannya kini fokus ke depan. Seseorang ditemui Yordan.
“Lu pasti sibuk ngejar ketinggalan pelajaran sampe baru temuin gua sekarang?”
Saka melihat Yordan duduk mengisi sebuah bangku, di samping seseorang yang sepertinya punya pengaruh, lagaknya bossy dan tumpang kaki dengan punggung tersandar santai, kulitnya bening dan mukanya setara aktor. Saka belum pernah melihat anak itu berkeliaran sekitar sekolah, padahal seragamnya sama.
“Iya lah, Rick. Gua kan juga butuh lulus,” terdengar jawaban Yordan kemudian.
“Rick!" Saka mengulang sapaan dari mulut Yordan dengan desisan. Lalu dia ingat cerita Jono. “Ricky Grayon!” Matanya fokus serius ke anak itu sekarang. “Ternyata dia. Pantesan auranya bebauan duit banget.”
Dalam beberapa saat Saka mendengarkan, hanya lelucon kosong yang terdengar dalam obrolan mereka.
Sampai kemudian ....
“Bagus lu nggak mati abis ketabrak. Lu juga segeran abis koma dua bulanan,” kata Ricky sarkas, dengan seringai di bibirnya yang merah muda. “Padahal gua cemas lu udah ditungguin Gege.”
Kalimat itu menyentak Saka dan melebarkan bola matanya. “Gege.” Tatapan dibuatnya lebih fokus telinga lebih mendalam.
“Gua gak akan mati gampang. Koma ya ... anggep aja maen-maen bentar di alam bawah,” Yordan menanggap, terdengar sama santainya seperti Ricky. “Yang ada si keparat Gege itu yang ngerasa bersalah karena udah rebut Liona dari gua. Jadi dia yang harus nerima kenyataan kalo dia kalah di barak kematian ... di tangan gua.”
Tawa Ricky meledak keras. “Lu emang iblis yang gak tanggung-tanggung.”
“Kan lu gurunya.”
Saka memutuskan pergi setelah mendengar dan mengetahui kenyataan paling mengerikan di sekolah itu.
Kini langkahnya terayun gontai dengan wajah yang hampa seperti tidak berdarah.
Semudah itu kematian dipermainkan.
“Luar biasa," katanya tersenyum kecut lalu mendesah, lebih kepada tak habis pikir. Sebuah tiang dihampiri lalu bersender di sana. Kepala mendongak dengan mata dipejam rapat.
Sifat dasar manusia adalah pengasih dan lembut. Walaupun kekerasan dilakukan, itu bukan dari akar ke-manusiawi-annya, tapi karena kecerdasan yang tidak seimbang, kecerdasan yang disalahgunakan karena kemampuan imajinasi.
Atau bisa jadi karena tekanan.
Padahal mereka orang kaya.
“Gua gak bisa gegabah. Gak ada bukti kuat yang mengarahkan Yordan sebagai pelaku. Ditambah uang ... dia pasti punya uang yang belimpah ruah. Hukum negeri ini terlalu longgar menyangkut itu. Bisa-bisa balik gua yang dikandangin.”
Jika Ricky adalah anak pengusaha hebat, maka Yordan juga punya sayap yang sama karena bisa memanipulasi keadaan yang tak menguntungkan. Karena limpahan uang, keburukan mereka memenangkan persen.
sama-sama beresiko dan bermuara pada satu orang.. yordan..
🙏