kisah menceritakan kriminal dan persaingan cinta
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon iqbal nasution, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode XVII : Berkunjung ke rumah Sahabat
Sore itu disebuah rumah kecil dan sederhana. Seorang wanita muda yang berusia 25 tahun, dan juga wanita separuh baya, sedang berbicara bersama seorang pemuda tampan.
"Sebelum berangkat ke kantor. Mas Baskoro mendapat perintah dari inspektur Gibran. Dia menginstruksikan mas Baskoro agar menghadap kepadanya pagi itu," Kata Rina menjelaskan kronologi sebelum Baskoro berangkat kekantor.
"Sebelum hilang kontak dengan Baskoro. Apakah kamu sempat berbicara dengannya, Rin?" Tanya Johan.
"Siang itu. Aku sebanyak tiga kali menghubungi nomor ponsel Mas Baskoro, tapi dia tidak menjawab, saat itu perasaanku tidak enak, tapi aku mencoba berfikir positip," Kata Rina menjelaskan pertanyaan Johan.
"Banyak misteri dalam kasus ini. Aku yakin sekali, pembunuhan Baskoro sudah direncanakan sejak jauh hari oleh mereka. Pasti ada persekongkolan didalamnya," Jawab Johan.
"Apakah maksud, Bang Johan? Inspektur Gibraan salah satu dari mereka? dan semua sudah direncanakan olehnya?" Tanya Rina.
"Aku belum bisa memastikan, Rin. Aku baru kenal dia tadi pagi. Sebelumya, kami belum pernah bertugas di kesatuan dan lokasi yang sama," Jawab Johan mengenai inspektur Gibran
"Inspektur Gibran Baru tiga tahun bertugas di kota ini, Bang Johan. Sebelumya dia menjadi kapolsek di daerah kalimantan. Dia lulusan Akpol, tujuh tahun yang lalu. Informasi mengenai inspektur Gibran, almarhum Mas Baskoro yang cerita kepadaku mengenai kapolsek itu," Kata Rina mengenai riwayat inspektur Gibran, yang ia ketahui dari almarhum suaminya.
"Sudah hampir maghrib, nak Johan. Sebaiknya kita masuk kedalam dahulu. Nanti setelah makan malam, kita lanjutkan lagi ngobrolnya. Ibu sudah masak makanan kesukaanmu dan almarhum Baskoro waktu masih remaja. Kamu masih ingatkan, Johan?"
Ibunda dari almarhum Baskoro tak mampu membendung air matanya, setelah menceritakan dan mengenang masa lalu putranya dengan sahabatnya Johan saat masih remaja.
Johan merasa terharu mendengar ucapan dari ibu almarhum sahabatnya itu. Dengan perasaan empatinya, Johan menghibur si ibu dengan penuh kasih sayang, seperti ibunya sendiri. Kemudian ketiga orang itu masuk kedalam rumah.
"Makasih banyak ya, nak Johan, sudah berkunjung kesini, jangan lupa sering-sering kesini. Si Andre kangen nanti," Kata ibu mertuanya Rina.
"Pasti, Bu. Johan akan selalu ingat pesan, Ibu," Jawab Johan.
"Si andre sedih melihat pamannya pergi. Dia tadi senang dengan kedatangan, Bang Johan. Terima kasih juga buat hadiahnya, Om Johan, sering-sering lihat andre ya?" kata-kata itu terucap dari mulut Rina yang sedang menggendong putranya andre. Mereka melihat Johan pergi meninggalkan kediaman mereka.
Johan melaju dengan mobilnya. Dia berhenti di depan sebuah swalayan.
"Hai, Johan. Apa kabar, lama tidak melihatmu," Sebuah sapaan dari seorang wanita yang sudah tidak asing bagi Johan, terdengar dari arah belakang.
Johan menoleh ke arah sumber suara.
"Aku baik-baik saja, Widia. Kamu sendirian di sini?" Tanya Johan kembali kepada mantan pacarnya itu.
"Sama seperti kamu, Johan. Aku sendirian," Jawab Widia.
"Sudah malam, Widia. Aku duluan ya," Kata Johan ingin segera pergi meninggalkan wanita yang pernah mengisi hari-harinya, waktu masih remaja.
"Tunggu dulu, Johan. Kamu gak kangen sama aku?" kata Widia dengan nada agak manja.
"Lain waktu kita ngobrol lagi, wid," Jawab Johan.
"Tunggu dulu, Johan? Sebentar saja," Tahan Widya sambil memegang lengan, dan menahan Johan, yang akan masuk kedalam mobilnya.
"Lepaskan tanganmu, widya. Aku mau cepat," Kata Johan.
"Setidaknya, antar dong aku pulang, tidak jauh, Johan," Bujuk Widya kepada sang mantan.
"Memang mobilmu kemana, wid? Tanya Johan.
"Mobilku di bengkel, Johan, lagi diservice. Besok baru selesai," Kata Widya menjelaskan kondisi mobilnya.
"Cepat, widya. Aku hanya akan mengantarmu," Jawab Johan.
"Terima kasih, Sayang?" Jawab Widya sambil mencolek pipi Johan.
Mereka segera berlalu menuju apartemen tempat Widya tinggal.
"Sudah sampai, Wid," Kata Johan, yang melihat Widya masih belum juga keluar dari dalam mobilnya.
"Tidak ingin masuk dulu, Johan?" Tanya Widya.
"Gak perlu, Wid. Aku mau cepat," Jawab Johan.
"lni kartu namaku, Johan, boleh aku minta nomor ponselmu, Johan?" Tanya Widya.
"Nanti aku akan menghubungimu, Wid. Sekarang aku mau cepat, widya, ibuku sudah menungguku," Kata Johan kembali.
"Sejak kapan inspektur Johan menjadi anak mami?" Kata widya sambil memegang bahu Johan.
Johan melepaskan pegangan tangan widya pada bahunya. Kemudian ia keluar dari dalam mobilnya menuju pintu mobil tempat widya duduk. Johan membuka pintu itu.
"Cepat keluar, Widya! sebelum aku menarikmu keluar dengan paksa," Ancam Johan, yang mulai kesal dengan tingkah wanita itu.
"Jangan kasar begitu, Johan. Dulu kau begitu lembut padaku," Kata Widya sambil keluar dari dalam mobil Johan.
"Jangan mengulang masa lalu, wid," Kata Johan, dan langsung menutup pintu mobilnya setelah Widya keluar.
Johan dengan cepat melangkah masuk kedalam mobilnya dan meninggalkan Widya.
Disaat melewati jalan yang menuju rumahnya. Johan menghentikan mobilnya, setelah melihat keramaian di depannya. Seorang wanita muda terlihat dalam kondisi terluka akibat terjatuh dari sepeda motor.
"Ada apa mas?" Tanya Johan kepada seorang pria yang berada di antara kerumunan orang.
"Jambret, mas! Mbak itu baru saja di jambret oleh dua orang yang mengendarai motor," Jawab pria itu menjelaskan yang terjadi pada wanita itu.
"Kemana arah lari jambretnya, Mas," Tanya Johan kembali.
"Sana, Mas! arah terminal," Kata si pria sambil menunjukkan jalan yang menuju terminal.
Setelah mengetahui ciri-ciri si penjambret. Johan segera pergi mengejarnya.
Dua pria itu sedang duduk disebuah warung yang berada di daerah terminal. Mereka tersenyum melihat hasil kerjanya dari menjambret seorang wanita tadi.
"Lihatlah ini, Tompel. Lumayan juga isinya," Kata pria kurus kepada temannya yang bernama Tompel.
"Dalam tasnya bukan hanya uang ratusan ribu, ada emas lagi. Pasti harganya jutaan!" Jawab si Tompel.
Seseorang menghampiri kedua orang yang ingin berbagi hasil penjambretan mereka.
"Hallo, Kawan. Kembalikan semua yang kalian jambret, atau aku memaksanya," Ancam Johan kepada dua orang penjambret.
"Memang, kau siapa. Berani menyuruh kami, tapi kami lagi berbaik hati kepadamu. Kau serahkan ponsel, arlojimu, dan semua uang yang ada di dompetmu. Sebagai imbalannya, kau boleh pergi dari sini dengan aman," Kata si Tompel yang melihat ke arah Johan.
Johan menghampiri mereka berdua.
Kedua orang itu terjatuh dari kursi tempat mereka duduk. Setelah tinju Johan menghantam wajah kedua penjambret.
kedua penjambret terkejut. Sama sekali mereka tidak menyangka akan menerima pukulan telak dari tinju Johan di wajah mereka.
Sontak mereka berdiri dan mengeluarkan pisau dari balik pakaian mereka, dan dengan cepat menyerang Johan.
Johan tidak bergerak sama sekali. Dia hanya menangkap kedua tangan mereka.
"trakkk!!"
Suara tulang bergeser terdengar dari dua orang penjambret yang menyerangnya, dan dengan gerakan cepat, kembali tinju johan mendarat telak di wajah keduanya. Bukan hanya disitu saja. Johan menjambak rambut kedua pria itu. Kemudian melaga kepala mereka hingga modar. Setelah membuat kedua jambret tidak berdaya, dengan cepat johan memborgol keduanya, dan membawa mereka menuju kantor polisi terdekat. Lalu menjebloskan mereka, dengan tendangan ke arah bokong masing masing. Kedua orang penjambret tersungkur mencium lantai sel tahanan, setelah menerima tendangan dari johan.
Johan menutup sel, lalu memberikan kunci sel kepada petugas piket di situ, dan berlalu meninggalkan kantor polisi.
semangat untuk nulisnya..
jangan lupa mampir ya di karyaku 😊
terimakasih