NovelToon NovelToon
Anakku Bukan Anakku

Anakku Bukan Anakku

Status: tamat
Genre:Pernikahan Kilat / Cinta Murni / Romansa / Menikah Karena Anak / Tamat
Popularitas:32.4k
Nilai: 5
Nama Author: As Cempreng

Febi begitu terpukul, saat tahu anak kembarnya bukan anak suaminya. Dia diceraikan paksa oleh keluarga Michael.

Di tengah keputusasaan Febi, ada hal lebih mengejutkan bahwa seorang dokter yang adalah kenalannya memberitahu kalau sang anak menderita penyakit yang sulit sekali didiagnosis.

Dunia Febi begitu gelap, dia ingin menceritakan bahwa anak geniusnya ternyata menderita penyakit langka kepada Michael agar juga membatalkan proses perceraiannya. Dia begitu sulit menghadapi hidup berat ini sendirian.

Jordan Reyes melihat dua anak Febi yang pintar. Dia mendengar cerita dari Adam mengenai kesusahan yang dihadapi Febi selama ini, termasuk soal perceraian.

Jordan mendapati Febi menangis di rumah sakit bahwa mungkin Adam takkan terselamatkan. Secara diam-diam Jordan bermaksud menjadi pendonor demi kesembuhan Adam.

Kemana cerita ini berakhir? Ayuk baca!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon As Cempreng, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 17 : Berteman

"Kau tidak apa-apa? Padahal, saat Jeslyn mengganggu kau terlihat tidak terpengaruh. Kenapa jadi berubah begini lesu setelah wanita paruh baya itu datang?" Tanya Jordan ketika jauh dari orang-orang tadi.

Padahal, Febi sudah berusaha menyembunyikannya. Dia terkejut karena Jordan menariknya untuk duduk di kursi panjang, di dekat pagar kaca transparan, dengan view di lantai dasar pada orang-orang yang berbelanja.

"Aku buru-buru," kata Febi datar, seraya memandang ke barang belanjaannya di lantai. Dia ingin berterimakasih karena Jordan membantu mengumpulkan barang-barangnya.

"Kau mikirin apa? Uang, ya? Uangmu tidak cukup untuk ke California?" Tanya Jordan basa-basi.

Febi menggelengkan kepala. "Aku kepikiran ayah setelah melihat mama." Namun, dia tidak ingin berlarut dalam kesedihan. "Aku harus mengambil visa hari ini, jadi lepaskan tanganku," katanya sambil menggoyangkan tangan Jordan yang masih menahan pergelangan tangannya.

"Ayo, aku antar." Jordan bangkit sambil melepaskan tangan Febi. Kemudian berjalan lebih dulu.

Febi mengambil barang-barangnya dan bergegas menyusul. Sejak mobilnya dijual, dia selalu naik taksi. Belum terpikir olehnya untuk membeli mobil. Tawaran mengantar Jordan kali ini juga tidak ditolaknya. Sepertinya, tidak apa-apa bila berteman dengan lelaki pirang itu, yang sudah sering menjenguk Adam.

Hingga saat ini, Febi belum memiliki pandangan pengobatan seperti apa untuk Adam ke depan. Apakah apartemen di Indo ditinggal dalam waktu lama dan mungkin keadaan mengharuskan dia kembali ke lintas balap?

Jika iya, balapannya kali ini bukan untuk melampiaskan kemarahan, melainkan demi sang putra, yang artinya dia harus tetap hidup. Kalau dulu, Ia tak peduli sekalipun nyawanya menghilang sampai Mike pun memberikannya banyak pelajaran hidup dan membuatnya mengerti bahwa hidup ini teramat berarti. Ya, benar kata Mike.

Ketika keluar dari kantor Imigrasi, Febi terkejut melihat Jordan tertidur di kendaraan yang menyala dengan sedikit jendela terbuka. Wanita itu duduk di jok depan, menunggu cukup lama dan membuatnya mulai gelisah karena kepikiran Adam. Apa aku harus naik taksi tanpa membangunkannya? Nanti, dia tersinggung.

Jordan mengelap mulut sendiri yang terasa dingin. Dia seketika teringat bukan di kamar. Matanya mendelik saat Febi melihatnya lalu tersenyum dengan cara aneh. "Eh, kau sudah di sini?"

Jordan menarik tisu dan mengelap sedikit liur di ujung mulutnya. Dilirik jam menunjukkan tiga sore. "Apa aku sudah tidur ... " Dia seperti tak percaya, terakhir dia melihat jam 13.56 wib. "Sudah satu jam!"

"Ayo, jalan. Mungkin Anda terlalu lelah sampai tidur lelap. Tuan Jordan, tidak apa, itu wajar." Febi kembali membaca chat dari perawat di rumah sakit.

"Ini visanya." Febi menunjuk sebungkus dokumen di antara dia dengan Jordan, untuk didaftarkan sebagai penumpang pesawat pribadi milik Jordan.

"Oke." Jordan menjepit ke titik sudut matanya, takut ada kotoran.

Febi menatap dengan nanar dasi Jordan yang dalam posisi longgar, mengingatkan pada mantan suaminya. Dia jadi membayangkan apa yang dilakukan Mike.

*

"Mrs, Febi sudah sampai. Aku mau langsung ke kantor." Jordan menunggu Febi bersiap setelah mobil berhenti di lobi apartemen.

"Terimakasih, Tuan-"

"Jordan," kata lelaki itu dengan penuh penekan. "Apa kau lupa dengan keinginanku semalam?" Jordan tersenyum mendominasi.

"Oke, Om Jo-"

"What?" Jordan meringis dengan kesal dan setengah senang, karena tatapan Febi yang seperti meledek. "Terserah, lah, tetapi jangan terlalu formal."

"Siap?" Febi keluar dari jok depan setelah mendapat anggukan. Dia mengambil barang belanjanya di jok belakang. "Hati-hati di jalan."

Hati-hati di jalan? Jordan mengulang apa yang dikatakan Mrs. Febi. Satu sudut bibirnya terangkat. Apa yang ada di dalam dada seperti ada bunga yang sedang bermekaran.

*

Sesampai di kantor. Jordan menyerahkan visa milik Febi ke Sekretaris Li. Dia jadi teringat percakapan beberapa hari lalu.

"Aku tidak mau tahu, adakan jadwal kunjungan di sana!" kata Jordan lagi dengan niat mengunjungi anak perusahaannya di California.

"Tapi saya tidak bisa membuat kedatangan anda tanpa diketahui Tuan dan Nyonya besar."

"Biarkan saja."

"Ya, jika begitu nyonya besar tahu, dong? Nyonya pasti langsung terbang ke LA." Sekertaris Li memperingatkan. "Lalu, anda akan ditagih, 'kapan menikahi Nona Jesslyn' ."

"Biarkan saja."

"Apa, Tuan! Akhirnya, Anda telah siap menikahi Nona Jeslyn?"

Jordan tertawa sambil mengelus-elus dagu membayangkan sesuatu, mengabaikan tatapan penasaran sekretarisnya.

*

Ranjang pasien seperti kapsul dan peralatan khusus yang terhubung dengan tubuh Adam, telah berpindah di pesawat pribadi yang berukuran sedang.

Febi memperhatikan Mia yang makan-makanan manis nan mahal sambil asik melihat video Barbie. Sementara, Jordan terus menggerakkan ujung pensil dengan jari-jari yang indah hingga membentuk sketsa mesin mobil.

Febi berjalan ke belakang kabin dan menatap sang putra, yang tertidur. Perut sang putra sedikit membesar dan wajah itu tampak asimetris. Dia duduk dan membacakan buku anak-anak.

Biasanya, Adam paling tidak suka buku seperti ini, melainkan putranya suka buku ilmu pengetahuan yang lebih detail dan penuh logika, ya, itu dibutuhkan untuk putranya yang selalu lapar pengetahuan. IQ Adam masuk dalam golongan superior, membuat Febi harus terus mencari referensi buku untuk anak-anak genius.

Namun, sejak putranya masuk rumah sakit, kini tidak ada lagi orang yang menceritakan rangkuman sebuah buku. Kalau dulu ada Adam dan kadang-kadang Mike.

*

*

Setelah memeriksa Adam dan melakukan banyak tes, Dr. Filipovich memberi tahu Febi bahwa kondisi Adam sangat serius sehingga tindakan terbaik bagi Adam adalah tinggal di rumah sakit ini untuk mendapatkan perawatan.

Berita ini sangat mengejutkan Febi, setelah dia menduga paling hanya satu bulan. Bagaimanapun, dia datang kemari dengan pemikiran bahwa Dr. Filipovich hanya akan meresepkan rencana perawatan yang dapat dilaksanakan oleh dokter di Indonesia.

Sebaliknya, kini wanita itu kemungkinan harus tinggal lebih lama, sementara banyak urusannya di Indonesia. Namun ini adalah satu-satu pilihan yang dia punya, dan pilihan terbaik bagi Adam.

"Kami harus tinggal lebih lama seperti dari perkiraan." Febi langsung menceritakan pada Jordan yang menunggu di depan mobil.

"Apa ada masalah yang lebih berat daripada merawat Adam?"

Febi menekuk bibirnya lalu menggelengkan kepala. Dia menutup kedua matanya dengan telapak tangan. "Sulit di pikir."

"Masuk dulu." Jordan membuka pintu mobil dan menunggu Febi yang melangkah dengan masih menutup mata hingga tangannya sedikit menarik lengan Febi agar tubuh lesu itu bergeser ke kiri menyesuaikan dengan pintu.

Dengan sabar Jordan, menunggu Febi masuk, kini wanita itu duduk sambil meremas kening. Dia bergegas menuju jok pengemudi dan menyalakan mesin. "Atau kau butuh tempat tinggal seperti rumah dengan halaman untuk bermain Mia?"

"Apa?"

"Kalau kamu mau biar Mia tidak kesepian, tinggal lah dengan adikku. Dia temannya Kikan dan bekerja di sini."

"Adikmu dan adikku berteman?" Febi mendapat anggukan mantap Jordan. "Jangan-jangan Roman itu adik kamu? Aku ingat salah satu teman Kikan yang blasteran."

"Ya, betul," kata Jordan lembut. Kini Mrs.Febi tersenyum sangat manis. "Kamu kalau senyum cantik."

"Iyalah, masa ganteng," ujar Febi masih tersenyum karena membayangkan sikap adiknya yang aneh setiap bertemu Roman.

"Febi, di rumah adikku ada sepupu perempuan. Kamu tidak perlu takut. Aku juga bisa mencarikan baby sister kalau kamu butuh."

"Jo, sudah terlalu banyak yang kau ulurkan untuk kami?" Febi menatap Jordan lembut. "Terimakasih. Terimakasih." Dengan ketulusan, suara itu keluar dari hatinya. Entah, sejak kapan kedekatan dengan Jordan menjadi tidak terlalu canggung.

1
Paulina H. Alamsyah Asir
Luar biasa Joss... Joss... Joss.... 💪😍🙏
Paulina H. Alamsyah Asir
next Thor 🙏
Paulina H. Alamsyah Asir
Luar biasa.... Joss.... Joss.... 🙏
Agus Riyadi
penuh teka teki dan bagus
setiap kalimat mudah di pahami sukses ya kak
As Cempreng tikttok @adeas50: Alhamdulillah terima kasih bila berkenan. Sukses selalu juga untuk Kakak. Aamiin
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!