NovelToon NovelToon
Senjakala Di Madangkara Dalam Kisah Mengais Suka Diatas Luka

Senjakala Di Madangkara Dalam Kisah Mengais Suka Diatas Luka

Status: sedang berlangsung
Genre:Ilmu Kanuragan / Action / Balas dendam dan Kelahiran Kembali
Popularitas:96
Nilai: 5
Nama Author: Eric Leonadus

Setelah mengusir Arya Widura dari Madangkara, Permadi dan Shakila menjadi orang kepercayaan Prabu Wanapati. Hubungan Dewi Garnis dan Widura pun kandas. Akan tetapi, Widura bersumpah, tidak akan pernah berhenti membongkar kedok Permadi dan Shakila sebagai orang Kuntala. Dewi Garnis dan Raden Bentar berjanji untuk membersihkan nama baik Widura.

Ternyata, bukan hanya Widura saja yang tahu identitas Permadi dan Shakila, ada orang lain lagi, seorang laki-laki misterius yang selalu mengenakan cadar hitam. Lewat si cadar hitam, Bentar dan Garnis mendapatkan kebenaran tentang siapa Permadi dan Shakila itu. Mereka adalah orang-orang licik yang berusaha untuk menggulingkan Kerajaan Madangkara dan mengembalikan kejayaan Kerajaan Kuntala. Menghadapi orang seperti mereka tidak bisa menggunakan kekerasan akan tetapi, harus menggunakan siasat jitu. Berhasilkah Bentar dan Garnis membongkar kedok mereka ?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eric Leonadus, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Babak Keenam Belas

# 16

Kabut masih menyelimuti lereng-lereng bukit dan pegunungan, saat 4 orang berkuda keluar dari pintu gerbang istana kerajaan Madangkara. Mereka memacu kudanya bagai dikejar setan, bunyi derap langkah kuda itu menggema hingga mereka tiba di sebuah persimpangan jalan. Dua penunggang kuda adalah wanita cantik yang satu bertubuh tinggi semampai, berambut hitam berombak, panjang sebatas punggung. Sepasang bola matanya yg coklat tampak berbinar-binar saat melihat kanan kirinya membentang area persawahan nan hijau.

"Ada apa, Shakila ?" tanya seorang gadis yang duduk di punggung kuda dan sejak tadi mengamati gerak-gerik wanita yang berkuda di sebelah kirinya.

"Kak Garnis, suasana di tempat ini begitu indah, apa nama tempat ini ?" tanya wanita yang dipanggil dengan sebutan Shakila itu.

"Sudah lama kau tinggal di Madangkara, tapi, masih saja belum hafal nama tempat ini,"

"Selama di Madangkara, saya jarang sekali keluar istana, kak... jadi, mohon dimaklumi... dulu sewaktu pertama kali menginjakkan kaki di tempat ini, saya terpesona dengan alamnya yang subur dan makmur, sampai sekarang pun... saya tidak berhenti mengaguminya," ujar Shakila.

"Inilah Jawadwipa, Shakila... jika kita berada diatas bukit sebelah Timur itu, maka, tampaklah Madangkara dan sekitarnya," sahut Raden Bentar.

"Oh, benarkah ?"

"Sekarang, kita masih mengemban tugas dari Gusti Prabu Wanapati... nah, setelah tugas ini selesai... aku berjanji akan mengajak kalian jalan-jalan, mengelilingi Jawadwipa ini," ujar Raden Bentar.

"Ya, Raden Bentar... saya ingin sekali kembali mengelilingi Jawadwipa ini bersamamu... begitu pula kakang Permadi dan Kak Garnis. Ah, saya masih ingat dengan peristiwa bencana kelaparan menimpa desa itu..."

"Iya. Kak Garnis... saya dan Permadi akan mengambil jalan ke arah Utara, sementara, kak Garnis dan Shakila menuju ke arah Selatan... mudah-mudahan tidak sampai seminggu, kita sudah menemukan siapa para pengacau itu," usul Bentar.

"Baiklah, Bentar... satu Minggu lagi kita bertemu lagi di tempat ini... hati-hatilah di jalan... semoga kita dapat kembali ke Madangkara dengan selamat," ujar Garnis.

___

Sementara itu di Bukit Halimun...

Pria jangkung berambut panjang itu menengadah ke atas, sepasang matanya terpejam rapat sekali... hembusan angin dari bukit halimun memain-mainkan tiap helai rambut dan pakaiannya yang serba biru panjang dan lebar, sementara, di hadapannya berdiri batu karang sebesar kerbau. Perlahan-lahan tubuhnya terangkat tinggi ke udara, pria itu membuka pelupuk matanya dan menatap batu di hadapannya itu tanpa berkedip.

Detik berikut, tubuhnya berputar-putar di udara dan menukik bagaikan seekor elang raksasa, sementara, tapak tangan kanannya bergerak cepat menghantam batu karang tersebut.

"HHEEAATTHH !!"

"DUAR ! DUAR ! DUAR !"

Pekikannya membahana ke segala penjuru disusul kemudian dengan bunyi ledakan yang cukup keras tiga sampai empat kali. Batu karang tersebut tetap tegak berdiri untuk sesaat sebelum akhirnya hancur berantakan.

"Batu tidak membalas," perkataan itu mengejutkan pria berbaju biru tersebut, menyusul kemudian berkelebat lah sebuah bayangan hitam dan berdiri di hadapan pria berbaju biru itu, "Mari, kutemani kau berlatih... kerahkan semua kepandaianmu dan janganlah sungkan," kata bayangan yang ternyata adalah seorang pria bertubuh tinggi, besar dan kekar... ia mengenakan topeng kuning keemasan.

"Maaf, tuan... saya belum bisa menguasai ajian serat jiwa seluruhnya. Bagaimana bisa dibandingkan dengan anda ?"

"Jangan merendah, aku tahu kau sudah mencapai Ajian Serat Jiwa tingkat enam, Tapak Saketi... aku ingin tahu apakah sewaktu kau kutinggal disini sendirian, apakah kau serius belajar atau hanya bermalas-malasan,"

"Baiklah, tuan... mohon maaf kalau saya lancang,"

"HIAT !!"

Teriak pria baju biru tersebut sambil menyerang si Topeng Emas, kaki dan tangan kanannya bergerak cepat, sesekali pula lengan baju sebelah kirinya meliuk-liuk bagai seekor ular mematuk, menyerang selagi ada kesempatan. Si Topeng Emas menyambut serangan itu dengan santai. Serangan laki-laki berbaju biru itu makin gencar, namun, si topeng emas dapat membendung serangan tersebut dengan tenang dan santai.

Hingga pada suatu ketika si topeng emas berhasil menyambar lengan baju kiri pria itu dan menariknya sekencang mungkin. Pria baju biru itu tersentak manakala tubuhnya melesat tak terkendali. Saat jaraknya dengan si topeng emas tinggal beberapa inci lagi, ia terkejut saat jari telunjuk dan jari tengah si topeng emas menyambar ke arah dadanya.

Sekalipun sekilas hanya berupa tusukan ringan, namun, pria berbaju biru itu merasakan sakit luar biasa di sekujur tubuhnya. Pemuda berbaju biru itu membelalakkan matanya, seluruh otot dan urat-urat nya bertonjolan keluar, dadanya terangkat naik ke atas. Permukaan kulitnya seakan membara, untuk sekian lamanya tubuh pemuda itu mengapung di udara sambil menjerit-jerit pilu, akan tetapi, setelah sekian lama tubuhnya serasa disengat ribuan lebah, perlahan - lahan wajahnya tampak cerah.

“Racun di dalam tubuhmu, sudah hilang sepenuhnya, saudara Widura. Dan, aku telah menyalurkan sebagian energiku ke dalam tubuhmu, sebab, untuk menyempurnakan Ajian Serat Jiwa tingkat enam SERAT BUTO AGNI, tubuh dan tenaga dalammu belumlah mencukupi,” kata si Topeng Emas.

“Maaf, tuan... jika boleh saya bertanya, mengapa udara di sekitar Bukit Halimun ini berubah – ubah ? Terkadang udaranya begitu dingin, dingin sekali hingga menusuk tulang. Namun, saat udara panas, panasnya bagaikan api ?” tanya pemuda yang tidak memiliki tangan kiri itu.

“Saudara Widura. Bukit Halimun ini, merupakan sebuah keajaiban alam yang tak bisa dinalar oleh pikiran manusia. Tapi, menurutku... mungkin karena daerah ini terletak di kaki Gunung Salak,” kata Si Topeng Emas sambil melangkah keluar diikuti oleh pemuda buntung yang tidak lain dan tidak bukan adalah, Widura.

“Dari sekian banyak gunung dan bukit, hanya bukit Halimun inilah yang memiliki keistimewaan tersendiri, sejauh mata memandang, yang tampak hanya kabut – kabut putih tipis melayang – layang di udara, dengan udara dingin seperti ini, kau dipaksa untuk mengerahkan tenaga dalammu agar aliran darah di tubuhmu tidak beku, saat udara panas, kau harus mengerahkan tenaga dinginmu ini untuk melawan hawa panas. Nantinya, kau akan terbiasa menghadapi perubahan udara secara tiba – tiba. Dasar dari kitab yang kuberikan padamu itu adalah perubahan hawa. Dan itu harus dimulai dengan membiasakan diri dengan perubahan suhu udara secara alami. Yang kedua adalah suhu tubuh. Apapun ilmu yang kau pelajari, intinya adalah tekanan suhu,” jelas si Topeng Emas.

“Maaf, tuan... bagaimana jika aku mempelajari semua ilmu yang ada di kitab tersebut ? Mulai dari Serat Jiwa hingga Cipta Dewa,”

“Saudara Widura, Aji Lampah Lumpuh, dan Cipta Dewa itu adalah pengembangan dari Ajian Serat Jiwa. Jika kau sudah menguasai Serat Jiwa, maka, yang lain mengikuti. Dulu, Brama Kumbara pernah kalah dengan Ajian Waringin Sungsang milik Padepokan gunung Saba, tapi, berkat keuletan dan kegigihannya, dalam waktu singkat mampu menemukan titik lemah Waringin Sungsang. Lasmini yang sakti pun bisa dikalahkan dengan Dewi Garnis dari sini jelas bisa disimpulkan, tidak menutup kemungkinan, semua ilmu itu akan dikalahkan dengan ilmu – limu kesaktian yang lain. Namun, aku yakin, sekalipun kita memiliki ilmu sakti setinggi langit, namun, di atas langit masih ada langit,”

“Dewi Garnis.... entah dimana dia berada sekarang,” desah Widura.

“Saudara Widura, selesaikan dulu pelajaranmu... semakin lama kau menunda, maka, semakin lama pula kau bertemu dengan teman – temanmu. Dan, lebih parah lagi ... Madangkara dan sekitarnya termasuk Kerajaan Blambangan bakal terancam oleh siasat licik Permadi dan Shakila. Jangan khawatir, Bentar dan Garnis bisa menjaga diri,”

“Terima kasih, tuan...”

Setelah berkata demikian tubuh Widura melesat tinggi dan berputar – putar di udara, setelah bersalto dua kali ia melayangkan lengan baju pada tangan kirinya ke arah sebuah batu cadas. Si Topeng Emas dapat merasakan terpaan angin panas mengarah ke batu itu.

“HHIIAATTHH !!”

Teriakan Widura ini mengandung rasa sesal, kesal, rindu, marah dan dendam, bercampur aduk menjadi satu, hal itu dapat dirasakan dari hembusan angin yang sesekali berubah jadi dingin, sesekali hangat dan sesekali panas dan tampaknya si Topeng Emas tergoda untuk menyambut serangan tersebut, maka, dengan gerakan yang susah diikuti oleh mata biasa, ia sudah berdiri diantara Widura masih melayang di tengah dan batu cadas itu. Widura terkejut, buru – buru ia mencoba menarik serangannya, tapi, gagal, dan ....

“DDUUAARR !!”

Ledakan keras terjadi, Si Topeng Emas masih berdiri tegak sementara Widura terdorong beberapa tindak dan mendarat ringan pada sebuah dahan pohon. Si Topeng Emas menatap ke arah Widura, membuat pemuda itu salah tingkah untuk kemudian melompat turun dan menghampirinya.

“Tuan, Anda tidak apa – apa ?” tanya Widura.

“Jurus apa yang kau keluarkan tadi ?” tanya Si Topeng Emas.

“Itu adalah salah satu jurus andalan saya Tinju Berantai, saya gabung dengan Aji Tapak Saketi, ajaran Raden Bentar,”

“Hm, luar biasa... setahuku, kau belum menguasai Tapak Saketi dengan baik, tapi, nyata – nyatanya mampu membuatku bergeser walau hanya beberapa tindak,”

“Selain memperdalam Ajian Serat Jiwa, saya juga memperdalam ilmu yang saya dapat dari Guru saya, Tinju Berantai dan Ilmu Kebal,”

“Tinju Berantai dan Ilmu Kebal,” ujar Si Topeng Emas, “Dalam Ajian Serat Jiwa Tinju Berantai, itu disebut Tapak Saketi, namun, Tinju Berantai itu dilancarkan secara beruntun dan dialiri tenaga dalam yang dahsyat, sementara Tapak Saketi cukup dilontarkan sekali, sudah bisa melumpuhkan lumpuh sekalipun dilontarkan dari jarak jauh. Sementara, Ilmu Kebal itu mirip dengan Aji Serat Wadag Brajawesi. Salah satu ilmu kanuragan dan kadigdayaan bagian ke dua pelengkap Ajian Serat Jiwa Tingkat I yang ditujukan untuk memperkebal kekuatan tubuh laksana besi dan baja, hingga mampu menahan kekuatan berbagai senjata tajam, wesi aji, peluru, bahkan senjata yang dikeramatkan sekalipun apabila si-pemilik telah mencapai tataran sempurna. Untuk dapat memiliki kehebatan ajian tersebut tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Dibutuhkan waktu yang sangat lama dalam menekuni  lelaku olah bathin dan latihan olah pernafasan dengan sungguh-sungguh dan penuh kesabaran...”

“Sayangnya, ilmu itu tak bisa menahan serangan Ki Tengkes, sehingga berakibat fatal,” ujar Widura.

“Serat Wadag Brajawesi, memiliki beberapa jenis, jika si pemilik diserang dengan benda tajam, maka badannya akan sekeras baja. Jika diserang benda tumpul, badannya akan melunak dan serang tersebut diserap untuk kemudian dikembalikan pada si penyerang. Sementara, ilmu kebal milik Gurumu mengandalkan pernafasan, saat pernafasan terganggu, itu bisa melumpuhkan si empunya ilmu tersebut. Jangan heran jika kau terluka,” jelas Si Topeng Emas.

“Pantas saja, saat Ki Tengkes mengeluarkan senjatanya, bunyi dan aroma aneh itu membuat perhatianku terpecah, itulah sebabnya dia berhasil melukaiku,”

“Saudara Widura, aku akan menunjukkan Aji Serat Wadag Brajawesi padamu, jangan ragu – ragu untuk mengerahkan seluruh kepandaianmu dari awal,” kata Si Topeng Emas sambil berdiri tegak bagai dinding karang, sementara, Widura mulai memasang kuda – kuda untuk merapal Tinju Berantai. Ia berteriak keras dan melancarkan beberapa tinju lewat kepalan kanannya ke arah dada bidang Si Topeng Emas.

..._____ bersambung _____...

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!