Aku pernah merasakan rindu pada seseorang dengan hanya mendengar sebait lirik lagu. Mungkin bagi sebagian orang itu biasa. Bagi sebagian orang masa lalu itu harus dilupakan. Namun, bagiku, hingga detik di mana aku bahagia pun, aku ingin kau tetap hadir walau hanya sebagai kenangan…
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hyeon Gee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Story 15
“Aku bawa minuman enak.”
Mendengar teguran Jun Su yang baru pulang, Seol Hee pun tersenyum riang dengan perut yang cukup besar. Dengan susah payah ia bangun dari duduknya dan bergegas Jun Su membantunya. Usai duduk nyaman di meja makan, Jun Su mengeluarkan dua gelas cokelat hangat dan sepaket ayam karamel pedas hingga membuat kedua bola mata Seol Hee membesar karena kesenangan.
“Karena belum boleh minum jadi, aku beli cokelat hangat di kafe kesukaanmu. Dan ini ayam favoritmu.”
Lagi, Seol Hee tersenyum dan mulai menikmati ayamya bersama Jun Su.
“Sudah sebesar itu kenapa masih harus bekerja?”
“Aku harus menghasilkan uang,” sahut Seol Hee disela kunyahannya, “aku sudah menghancurkan pernikahanmu dan merebut kebahagiaanmu dengan Yu Mi. Gara-gara aku, kau tidak bisa hidup bersamanya. Tapi, tenang, setelah kau yakin ini anakmu, kau bisa daftarkan namamu di aktanya dan tinggalkan saja aku sendiri. Aku baik-baik saja, aku menahanmu hanya untuk akta itu jadi jangan terlalu khawa…”
“Bagaimana bisa kau berbicara dengan ringan sementara kau sudah membiarkanku melihat kesulitanmu selama mengandung?” tanya Jun Su datar.
“Oh! Aku…akh!”
“Kenapa?”
Jun Su yang panik pun langsung beranjak dan menyentuh perut besar Seol Hee yang membuatnya tiba-tiba memekik.
“Tidak. Hehe…terkadang dia bergerak dan membuatku terkejut.”
Diam, Jun Su hanya terpaku berjongkok di sisi Seol Hee dengan tangan di atas perutnya. Dengan kening berkerut Seol Hee menatap Jun Su yang tiba-tiba terdiam.
“Dia…bergerak. Dia…hidup dengan baik,” bisik Jun Su pelan.
Sebulir air mata yang tiba-tiba jatuh membasahi punggung tangannya membuat Jun Su menatap Seol Hee yang tersenyum dengan air mata berlinang.
“Aku…tidak boleh meminta lebih. Karena kau pun memiliki kehidupan sendiri. Mungkin nanti mereka akan iri melihat temannya yang dijemput Ayah sepulang sekolah tapi, aku sudah berjanji tidak akan meminta lebih karena ini murni kecelakaan. Dan akan lebih memalukan karena aku tahu kau sepupu Chang Yi, kekasihku. Aku tidak tahu harus bagaimana jika kelak tidak ada lagi kehidupan di dunia untukku. Aku tidak sanggup menahan malu jika Chang Yi nanti menemuiku. Dan, aku juga tidak ingin kau terpaksa menerima mereka dan merasa tidak nyaman karena harus bertanggung ja…”
“Mereka? Apa ada dua anak di dalam tempat ini?”
Hanya senyum yang Seol Hee tunjukkan dan bagi Jun Su itu sebuah jawaban yang membuat hatinya terasa sakit. Dia tertunduk dengan tangan kiri yang mengepal di belakang kursi yang Seol Hee duduki bersama dengan isak pelan wanita yang tengah ia pegang perutnya.
...🌸🌸🌸...
“Aku bisa, Kak. Terima kasih,” ucap Seol Hee tulus.
Sung Hyun hanya tersenyum karena senang membantu Seol Hee yang selalu tampak kesulitan sepulang bekerja.
“Jadi, kau benar tidak akan menikah dengannya?”
“Hmm,” sahut Seol Hee sembari mengangguk pelan lalu menyeruput tehnya, “Kakak sudah tahu semua ceritanya dan semua sudah jelas.”
“Sulit membesarkan dua anak sekaligus apalagi kau harus bekerja.”
“Iya, sangat sulit.”
“Orangtuamu sudah tahu?”
“Sudah. Mereka menyuruhku pulang tapi, aku tidak yakin bisa pulang dengan waktu mendekati hari kelahiran. Akan sangat sulit untukku. Dan aku juga tidak ingin menyusahkan Jun Su lebih jauh lagi. Dia mau menunggu dengan sabar sampai mereka lahir pun aku sudah sangat bersyukur.”
“Kurasa kalian harus menikah. Tidak mungkin tidak ada rasa setelah semua yang kalian lewati bersama selama tujuh bulan terakhir.”
“Aku benar tidak ingin menyulitkannya, Kak.”
“Tapi, dia Ayah anak-anak ini. Sangat tidak bertanggung jawab kalau dia tidak menikahimu.”
“Aku yang tidak mau, Kak.”
“Jangan egois. Pikirkan kebahagiaan anak-anakmu.”
“Mereka mungkin bahagia memiliki Ayah. Dan aku bahagia memiliki mereka. Tapi, apa Jun Su bahagia memiliki kami?”
“Kalau tidak mencoba mana ada yang ta…”
“Kak Sung Hyun!”
Seruan gadis dari kejauhan dan lambaiannya membuat mereka harus memutus obrolan. Sung Hyun mengisyaratkan untuk pergi lebih dulu dan Seol Hee yang kini sendiri hanya menghela napas pelan sambil menatap langit tanpa bintang.
“Bintangnya tidak ada tapi, bulannya terlihat begitu cantik, bulat sempurna walaupun sedikit awan menutupinya.”
Tersentak, Seol Hee pun menatap Jun Su yang telah duduk di sisinya dengan senyum riang.
“Apa? Aku datang menjemputmu.”
“Chi San?” tanya Seol Hee bingung.
“Sudah pulang. Mulai malam ini aku yang akan menjemputmu.”
“Kenapa tiba-tiba?” tanya Seol Hee dengan tatap curiga.
“Kalau kau ingin jujur, untuk sekarang hanya ingin,” sahut Jun Su seraya beranjak, “ayo, pulang,” ujarnya sembari mengulurkan tangan.
Seol Hee hanya tersenyum geli dan meraih tangan Jun Su yang kemudian menggenggam erat tangannya.
“Jalan pelan saja. Aku parkir agak jauh tadi. Tidak apa?” tanya Jun Su tak nyaman.
“Tidak apa. Tadi sudah duduk cukup lama.”
“Hari ini banyak pasien? Apa sangat kesulitan? Apa merasa mual?”
Lagi, Seol Hee tersenyum seraya menggeleng pelan.
“Tidak, aku baik hanya sedikit letih di bagian kaki. Mungkin karena berat badanku juga naik banyak.”
“Haaa…”
Jun Su hanya menghela napas pelan dan menaikkan tangan Seol Hee agar menggandeng lengannya.
“Kalau seperti ini, seperti orang yang berjalan di altar, kan?”
Untuk kesekian kali Seol Hee tersenyum geli mendengar celoteh Jun Su.
“Aku… tidak sama dengan Chang Yi yang selalu berceloteh asal sesuka hatinya. Bukan juga orang yang berani mengungkapkan perasaannya. Bukan orang yang bisa bersikap romantis. Bukan orang yang pintar berteman. Sejak kecil aku suka menyendiri. Makanya orang selalu bilang kalau aku, ‘Ho Jun Chan’,” jelas Jun Su seraya tersenyum geli.
“Chan? Dingin?”
“Eung.”
“Karena kau dingin dan jarang berbicara?”
“Iyap.”
“Tapi, aku tidak melihatnya seperti itu. Bukan dingin tetapi, lebih ke malas untuk berbasa-basi.”
“Aku bisa terlihat sangat menyenangkan bersama orang yang kusukai,” sahut Jun Su sembari menatap Seol Hee yang sudah tersenyum penuh tanya.
“Hmm?”
“Hmm. Hmm. Haha…” sahut Jun Su seraya mengangguk pelan dan kemudian tertawa kecil.
“Haha…seperti kau menyukai Chang Yi?” tanya Seol Hee riang.
“Iya. Dan aku menyukai semua orang yang menyayanginya.”
“Termasuk aku?”
“Apa?” tanya Jun Su.
“Kau menyukaiku sebagai temanmu?”
Seketika Jun Su tersenyum dan hampir tertawa karena mendengar pertanyaan Seol Hee namun, dia menahannya. Dia membukakan pintu mobil lalu bergegas masuk ke kursi kemudi. Dia memasangkan sabuk pengaman Seol Hee sebelum mengurus dirinya sendiri dan melaju pelan.
“Yu Mi pasti merasa sangat sakit karena ditinggal pria baik sepertimu,” ujar Seol Hee sembari memandangi ke luar jendela.
“Dia merasa beruntung karena lepas dariku.”
Seketika Seol Hee menatapnya tetapi, dia hanya tersenyum dan membuat Seol Hee merengut sebelum akhirnya kembali memandangi suasana malam.
“Aku melihatnya beberapa kali menginap dengan berbagai macam pria. Setelah aku selidiki dia bukan orang yang kekurangan uang atau kasih sayang. Dia hanya ingin bersenang-senang bersama mereka sebelum menikah. Aku hampir gila karena berusaha menerimanya. Karena hal itu aku terus mabuk-mabukan sepulang kerja dan kalau aku dalam keadaan seperti itu kau tidak mungkin menolakku, kan?”
Lagi, Seol Hee menatapnya dan kali ini begitu dalam. Raut Seol Hee datar mencoba mencerna setiap ucapan Jun Su yang terdengar ringan menceritakan masalahnya.
“Jadi, aku pelampiasanmu?” tanya Seol Hee melemah.
Segera, Jun Su menepikan mobilnya dan melepas sabuk pengamannya. Ia mengatur duduk dan menatap dalam Seol Hee yang masih menatapnya datar.
“Kau ingin aku jujur atau bohong?”
“Bohong. Aku harus waras. Setidaknya sampai mereka lahir,” sahut Seol Hee.
“Iya. Kau pelampiasanku. Ayo, pulang. Aku lapar. Kau yang masak atau aku?” goda Jun Su.
“Terserah. Aku hanya mau tidur sekarang.”
“Mau aku pijat?” tanya Jun Su sembari mengenakan kembali sabuk pengamannya.
“Sejak kapan kita sekamar?” omel Seol Hee usai Jun Su menjalankan mobilnya lagi.
“Mulai malam ini.”
“Tidaaak…”
“Hahaha…”
Dan setelah kesedihan, selalu ada kebahagiaan. Bagaimana semua kejadian itu terlewati setelah dua tahun belakang…
“Tenanglah. Dia akan baik-baik saja,” ujar Seol Hyuk menenangkan Sang Ibu, Seo Mi Hi.
“Bagaimana Ibu bisa tenang? Kakakmu sudah hampir satu jam lebih, apa yang mereka lakukan?”
“Tenanglah dan doakan saja dia,” kata Sang Kepala Keluarga, Cha Hong Suk.
“Bibi, silahkan minum,” kata Sae Rin sembari menyerahkan segelas teh hangat.
“Terima kasih,” sahut Mi Hi ramah, “tapi, di mana Jun Su?”
“Dia masuk ke dalam ruang operasi, Bi.”
“Sae Rin, kenapa mereka begitu lama? Ibu juga khawatir?” tanya Song Ye Rim.
“Tenanglah, Bu. Semua akan baik. Aku yakin mereka akan ba…”
“Mereka keluar!” seru Jun Ho riang.
Ada hal yang selalu membuat manusia khawatir. Pertama, dilupakan. Kedua, kehilangan. Dan ketiga, ditinggalkan…