cerita ini hanya fiktif belaka dan hanya karangan dari Author, apabila ada.kesamaan nama.dan tempat Author minta maaf. Alkisah ada seorang pemuda bernama naga lahir dari seorang ayah bernama Robert dan Ibu bernama Julia, Robert sendiri adalah seorang pengusaha suskses yang mempunyai berbagai bisnis yang berada di beberapa negara, baik Asia maupun Eropa. Dengan status sebagai anak orang kaya dan sekaligus pewaris tunggal Naga adalah anak yang sombong dan angkuh, jika Ia menginginkan sesuatu maka sesuatu itu harus bisa menjadi miliknya apapun cara nya. namun lama kelamaan kesombongan dan keangkuhan Naga mulai luntur karena satu sosok wanita yang mempunyai paras yang cantik bernama Jelita.Jelita sendiri adalah anak sulung dari 2 bersaudara pasangan dari seorang petani bernama pak Karyo dan bu ambar namun karena tekad dan keinginannya untuk membanggakan keluarga ini lah yang membuat Naga jatuh cinta kepada Jelita dan perlahan-lahan berubah menjadi orang yang jauh lebih baik lagi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aira Sakti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
SAAT HATI BERBICARA
Setelah beberapa saat yang hening, Jelita menarik napas dalam-dalam dan mengusap air mata yang masih tersisa di pipinya. Genggaman Naga di tangannya terasa menenangkan, seolah menyalurkan kekuatan dan keberanian padanya. Aroma kopi yang tadinya menenangkan kini terasa menyesakkan, seolah ikut merasakan ketegangan di antara mereka. Suara bising dari mesin kopi dan obrolan pengunjung kafe lainnya seolah menjauh, hanya menyisakan mereka berdua dalam gelembung keheningan yang rapuh.
"Oke," ucap Jelita pelan, suaranya masih bergetar. "Aku... aku akan coba."
Naga tersenyum lembut, matanya berbinar penuh harapan. "Coba apa?"
"Coba buat kamu ngerti," jawab Jelita. "Coba cerita... kenapa aku kayak gini." Ia menunduk, menatap cangkir tehnya yang sudah dingin. Bayangan wajahnya yang berantakan terpantul di permukaan teh, membuatnya semakin merasa tidak percaya diri.
Naga mengangguk, menggenggam tangannya semakin erat. "Aku dengerin kok, Jel. Aku pengen banget ngerti." Ia mengusap punggung tangan Jelita dengan ibu jarinya, memberikan isyarat bahwa ia ada di sana untuknya. Ia bisa merasakan tangan Jelita yang dingin dan gemetar, dan ia ingin menghangatkan dan menenangkannya.
Jelita terdiam sejenak, mengumpulkan keberanian. Ia menatap mata Naga, mencari keyakinan bahwa ia bisa mempercayai cowok ini. Ia melihat ketulusan dan... ya, cinta, terpancar dari mata itu, dan ia memutuskan untuk mengambil risiko. Ia tahu, ini mungkin satu-satunya kesempatan untuk menjelaskan semuanya, sebelum kesalahpahaman ini semakin membesar dan menghancurkan hubungan mereka.
"Dulu... waktu aku masih kecil," Jelita memulai, suaranya masih ragu, "keluargaku... ya, bisa dibilang nggak seberuntung kamu. Ayahku cuma buruh bangunan, ibuku jualan kue di pasar. Kami tinggal di kontrakan kecil, yang kalau hujan bocornya di mana-mana." Ia menelan ludah, mencoba menahan air mata yang kembali menggenang. Ia teringat aroma lembap dan pengap di kontrakan mereka, suara tetesan air hujan yang jatuh di ember, dan dinginnya malam yang menusuk tulang.
Naga mendengarkan dengan saksama, tanpa mengalihkan pandangannya dari wajah Jelita. Ia bisa merasakan kesedihan dan... ya, sedikit rasa malu, yang tersembunyi di balik kata-kata Jelita. Ia membayangkan betapa sulitnya masa kecil Jelita, dan ia merasa semakin kagum dengan kekuatannya. Ia ingin memeluk Jelita dan mengatakan bahwa ia tidak perlu merasa malu dengan masa lalunya.
"Aku sering minder kalau lagi kumpul sama teman-teman. Mereka pakai baju bagus, sepatu keren, gadget terbaru. Aku? Boro-boro. Buat makan sehari-hari aja kadang susah," lanjut Jelita, air mata mulai mengalir deras di pipinya. Ia teringat ejekan teman-temannya dulu, yang sering meremehkannya karena kemiskinan keluarganya. Ia merasa seperti orang asing di antara mereka, tidak bisa ikut menikmati kesenangan yang mereka rasakan. Ia seringkali menyembunyikan perasaannya di balik senyum palsu, agar tidak terlihat lemah dan menyedihkan.
Naga semakin menggenggam tangan Jelita, memberikan dukungan dan kekuatan padanya. Ia tahu bahwa Jelita sedang membuka luka lama yang sangat menyakitkan, dan ia ingin berada di sana untuk membantunya melewati masa sulit ini. Ia tidak akan pernah meremehkan Jelita, justru ia sangat menghargai perjuangannya. Ia ingin menghapus semua air mata Jelita dan menggantinya dengan senyuman bahagia.
"Tapi aku nggak mau terus-terusan kayak gitu. Aku belajar yang rajin, ikut semua kegiatan di sekolah. Aku pengen buktiin, meskipun aku bukan anak orang kaya, aku juga bisa sukses," ucap Jelita dengan suara yang bergetar, namun penuh dengan tekad. Ia ingin membuktikan kepada semua orang, termasuk dirinya sendiri, bahwa ia bisa meraih mimpinya. Ia ingin mengubah nasib keluarganya, agar mereka tidak perlu lagi hidup dalam kemiskinan dan kesusahan. Ia ingin memberikan mereka kehidupan yang lebih baik, yang layak mereka dapatkan.
Naga tersenyum bangga, mengagumi semangat dan keteguhan hati Jelita. Ia tahu bahwa cewek ini adalah sosok yang luar biasa, yang telah melewati banyak rintangan dan tantangan dalam hidupnya. Ia merasa beruntung bisa mengenal Jelita lebih dekat. Ia ingin mendukung Jelita dalam meraih semua mimpinya.
"Aku dapat beasiswa buat sekolah di SMA ini. Aku janji sama diriku sendiri, aku nggak boleh nyia-nyiain kesempatan ini. Aku harus belajar yang bener, biar bisa masuk universitas yang bagus, dan bisa bantu keluargaku nanti," lanjut Jelita, air mata mulai menetes di pipinya, namun kali ini air mata kebanggaan. Ia membayangkan wajah bahagia orang tuanya ketika ia berhasil meraih kesuksesan. Ia membayangkan dirinya mengenakan toga, menerima ijazah, dan membuat orang tuanya bangga.
Naga mengulurkan tangannya dan menghapus air mata Jelita dengan lembut. "Aku tahu, Jel. Aku tahu kamu hebat," ucapnya dengan tulus. "Kamu inspirasi buat aku." Ia benar-benar terinspirasi oleh Jelita, oleh semangatnya, oleh ketegarannya. Ia merasa bahwa Jelita adalah sosok yang istimewa, yang tidak akan pernah ia temui lagi.
Jelita tersenyum, merasa terharu dengan pujian Naga. Ia merasa bahwa ia telah menemukan seseorang yang benar-benar memahami dan menghargai dirinya apa adanya. Ia merasa nyaman berada di dekat Naga, ia merasa bisa menjadi dirinya sendiri. Ia merasa bahwa Naga adalah orang yang tepat untuknya.
"Makanya, aku bingung waktu kamu ngajak aku kencan ke tempat-tempat mewah. Aku nggak biasa. Aku ngerasa... nggak pantes," ungkap Jelita, sorot matanya kembali dipenuhi kesedihan dan keraguan. Ia merasa seperti orang asing di dunia Naga, ia merasa tidak layak mendapatkan semua kemewahan itu. Ia takut ia tidak bisa menyesuaikan diri dengan gaya hidup Naga, dan akhirnya akan mengecewakannya.
Naga mengangguk, memahami perasaan Jelita. Ia tahu bahwa masa lalu selalu memiliki pengaruh yang kuat dalam membentuk kepribadian dan pandangan seseorang. Ia menyesal karena telah membuat Jelita merasa tidak nyaman. Ia seharusnya lebih peka terhadap perasaannya, dan tidak memaksanya untuk melakukan hal-hal yang tidak ia sukai.
"Aku takut, Naga. Aku takut kamu bakal bosen sama aku. Aku takut teman-temanmu bakal ngejek aku. Aku takut... aku nggak bisa jadi pacar yang kamu harapkan," jelas Jelita, air mata terus mengalir di pipinya. Ia takut Naga akan meninggalkannya, ia takut ia tidak bisa memenuhi ekspektasi Naga. Ia merasa tidak percaya diri, dan ia takut cintanya tidak akan cukup untuk membuat Naga bahagia.
Naga menggenggam tangan Jelita semakin erat, menatap matanya dengan penuh keyakinan. "Dengerin aku, Jelita. Aku suka sama kamu, bukan sama latar belakangmu. Aku suka sama kamu yang pinter, yang baik, yang semangat. Aku nggak peduli apa kata orang lain. Yang penting, aku sayang sama kamu," ucap Naga dengan tulus, air mata mulai menggenang di pelupuk matanya. Ia ingin meyakinkan Jelita bahwa cintanya tulus, bahwa ia tidak akan pernah meninggalkannya. Ia ingin membuktikan kepada Jelita bahwa ia mencintainya apa adanya, tanpa syarat.
Jelita menatap mata Naga, mencari kepastian dan keyakinan di sana. Ia melihat cinta yang tulus dan... ya, pengorbanan yang besar. Ia merasa bahwa ia telah menemukan seseorang yang benar-benar mencintainya tanpa syarat, dan ia memutuskan untuk mempercayai cowok ini sepenuhnya. Ia tahu, ini adalah keputusan yang tepat. Ia merasa lega karena akhirnya bisa mengungkapkan semua perasaannya kepada Naga.
"Aku... aku juga sayang sama kamu, Naga," ucap Jelita dengan suara yang bergetar.
Naga tersenyum bahagia, menarik Jelita ke dalam pelukannya. Mereka berpelukan erat, merasakan kehangatan dan cinta yang mengalir di antara mereka. Di tengah keramaian kafe, mereka menemukan kedamaian dan kebahagiaan yang sejati. Mereka tahu, perjalanan mereka masih panjang, tetapi mereka akan menghadapinya bersama. Mereka akan saling mendukung, saling menguatkan, dan saling mencintai selamanya.