Xavier remaja dingin yang hidup dalam keluarga penuh rahasia, dipertemukan dengan Calista—gadis polos yang diam-diam melawan penyakit mematikan. Pertemuan yang tidak di sengaja mengubah hidup mereka. Bagi Calista, Xavier adalah alasan ia tersenyum. Bagi Xavier, Calista adalah satu-satunya cahaya yang mengajarkan arti hidup.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nona Jmn, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Langkah Baru
"Akhirnya aku bisa pindah sekolah," gumam Calista dengan senyum tipis. Langkahnya pelan tapi pasti menuju gerbang sekolah baru yang kini tinggal beberapa meter di depan mata.
Beberapa hari yang lalu, ia memutuskan meninggalkan sekolah lamanya, tempat di mana ia kerap menjadi sasaran ejakan hanya karena penyakit yang dideritanya.
Brugh!
Seseorang tiba-tiba terjatuh tepat di hadapan Calista. Gadis itu sontak terlonjak kaget, langkahnya nyaris ikut goyah. Untung saja, tangan orang itu sempat melingkar di pinggangnya. Refleks, Calista menahan diri dengan memegang bahunya. Sejenak waktu seakan berhenti, tatapan mereka saling bertaut, begitu dekat hingga Calista bisa merasakan hangat napasnya.
"Lo baik-baik saja?" tanyanya datar.
"I-iya," jawab Calista gugup, buru-buru melepaskan tangannya. Begitu juga dengan pria itu, segera menarik tangannya kembali.
"Lo, benaran gak apa-apa kan?" suara lain terdengar dari balik pagar.
"Aman," sahut pria itu sambil menunduk, mengambil tasnya yang terjatuh di aspal.
"Ingat, jangan bikin ribut lagi. Luka lo belum sembuh," tegur orang di balik pagar dengan nada mengingatkan.
"Iya, bawel," balas pria itu malas, lalu melirik Calista dari ujung kepala sampai ujung kaki. "Lo murid baru?"
Calista mengangguk pelan. "Iya."
"Lain kali jangan lewat sini lagi. Bahaya," ucap Pria itu datar, sebelum melangkah pergi meninggalkan Calista.
•○•
Pagi itu kelas XI-A, Noctura Academy sudah ramai dengan suara obrolan. Ada yang sibuk bercanda, ada yang saling berebut buku, ada pula yang hanya menunduk sambil mendengarkan musik lewat headset. Suasana pagi di kelas, ramai dan penuh energi.
Tiba-tiba, suara langkah terdengar dari luar. Begitu pintu terbuka, seluruh kelas otomatis hening. Seorang guru masuk dengan wajah tenang, dan di sampingnya berdiri seorang murid baru.
"Selamat pagi anak-anak," sapa Ibu Mawar.
"Pagi, Bu," jawab murid-murid serempak.
"Hari ini kita kedatangan murid baru. Ibu harap kalian bisa berteman baik dengannya," jelas Ibu Mawar sambil melirik murid baru yang berdiri di sampingnya. "Silahkan perkenalkan nama kamu."
Murid baru itu tersenyum tipis, lalu memperkenalkan diri.
"Halo nama aku Calista Efeline Mahadevi. Senang bisa bertemu dengan kalian."
"Hai, Calista," sahut para murid dengan antusias. Mereka tampak gembira dengan kedatangan murid baru yang terlihat cantik dan imut.
"Baik, Calista. Silahkan duduk di bangku kosong itu," ucap Ibu Mawar sambil menunjuk kursi di samping seorang murid yang tertidur pulas. Ia sampai menggelengkan kepala melihatnya. "Kevin, tolong bangunkan Xavier."
Kevin mengangguk patuh. "Vier... bangun," desaknya sambil menggoyangkan lengan Xavier, tapi tak juga berhasil. Kevin menoleh ke Ibu Mawar sambil menggeleng, membuat gurunya hanya bisa menghela napas panjang.
"Calista, silahkan kamu duduk. Pelajaran akan segera dimulai," ucap Ibu Mawar lagi.
"Baik, Bu." Calista melangkah menuju bangkunya. Namun langkahnya sempat terhenti sesaat. Sosok yang ada di depan matanya sekarang ternyata orang yang baru saja ditemuinya pagi tadi, pria itu sedang tertidur pulas.
"Dia kan..." bisiknya dalam hati.
Ibu Mawar mulai menuliskan materi didepan papan tulis, membuat Calista akhirnya duduk di tempatnya. Gerakannya itu rupanya membuat sang teman sebangku terbangun. Xavier membuka matanya perlahan, dan hal yang pertama ia lihat adalah senyum ramah dari Calista.
"Hai... nama kamu siapa?" sapa Calista lembut.
Namun Xavier hanya mendengus, lalu kembali memejamkan mata.
"Xavier... jangan ganggu tidur gue," ucapnya malas tanpa membuka mata lagi.
"Calista, Xavier emang gitu," bisik Citra dari bangku depan sambil menoleh sebentar. "Dia galak, suka tawuran, sering bolos. Korbannya udah banyak, dan dia paling gak suka cewek. Jadi... jangan usik dia."
Setelah berkata itu, Citra kembali menghadap ke depan.
Calista terdiam sejenak, lalu menoleh lagi pada Xavier yang masih tidur.
"Galak?" gumamnya pelan, tak percaya.
♡♡°°♡♡
Setelah bel berbunyi, menandakan waktu istirahat dimulai. Para guru bergegas meninggalkan kelas, sementara murid-murid berbondong-bondong menuju kantin. Calista sempat melirik Xavier yang masih terlelap, tapi ia memilih tak peduli. Dengan tenang, ia berdiri dan melangkah keluar kelas, menuju taman sekolah.
Di bawah rindangnya pohon besar, Calista duduk di kursi taman sambil membuka sebuah novel. Sesekali pandangannya terlempar ke sekeliling, menatap lingkungan baru yang masih asing baginya. Tak ada seorang pun yang di kenalnya, dan ia memang menginginkannya begitu—tak ingin terlalu dekat dengan siapa pun.
Namun kenangan lama tiba-tiba muncul, membanjiri pikirannya. Suara-suara yang dulu selalu menghakimi dan menyakitinya kembali terdengar jelas.
"Dasar penyakitan."
"Mending lo jauh dari kita, dasar Virus."
"Cih, lemah."
"Calon mayat."
Disusul suara pertengkaran orang tuanya yang masih membekas diingatan.
"Kamu selalu nyalahin aku!"
"Memang kamu yang salah!"
"Kamu memang gak pernah peduli sama aku dan Calista."
"Aku kerja demi kalian, tapi apapun yang aku lakukan selalu salah dimatamu!"
Ingatan itu membuat kepalanya berdenyut hebat. Pandangannya mulai kabur, tangannya refleks memegang kepala.
Tes!
Setetes darah menetes dari hidungnya. Cepat-cepat Calista merogoh saku, mengeluarkan tissu untuk membersihkannya, lalu menelan obat yang selalu ia bawa kemana-mana. Beberapa menit kemudian, rasa sakit perlahan reda. Napasnya teratur kembali. Ia menatap langit yang biru pucat, lalu berbisik pelan pada diri sendiri.
"Sabar, Calista. Tinggal beberapa bulan lagi ujian..."
Mata Calista memejam sejenak, seolah menitipkan harapannya ke langit.
"Ya Tuhan... kuatkan aku."
♡○♡
Dring! Dring!
Suara bel kembali bergema, menandakan jam pelajaran segera di mulai. Calista menutup novelnya, bangkit dari kursi taman, lalu berjalan kembali menuju kelas.
Begitu masuk suara riuh murid-murid langsung menyambutnya. Ia melirik ke bangku di sampingnya yang kosong.
"Xavier pasti bolos lagi," gumam seorang murid di sebelahnya sambil menggeleng pelan.
Calista menoleh, sedikit ragu. "Emang dia sering bolos?" tanyanya dengan suara hati-hati.
"Iya," jawabnya santai. "Xavier emang jarang masuk." Kemudian ia tersenyum ramah. "Oh iya, kenalin, gue Kevin." ia mengulurkan tangannya.
Calista menatap uluran itu sebentar sebelum akhirnya membalas dengan senyum tipis. "Calista."
Jabat tangan singkat itu membuat suasana di antara mereka terasa sedikit lebih hangat, seolah memberi tanda awal pertemanan.
♡♡○♡♡
Di warung kecil belakang sekolah tempat nongkrong murid-murid yang sering bolos, Xavier duduk sambil menyantap semangkuk mi instan.
"Xavier, kamu bolos lagi, nak?" tanya Bu Tuti penjaga warung, dengan nada keibuan.
Xavier hanya mengangguk tanpa menoleh, tangannya tetap sibuk mengaduk mi.
"Sebentar lagi ujian, lho. Nilai kamu bisa anjlok jika seperti ini terus," lanjut Bi Tuti mencoba menasehati.
Xavier mendongak sebentar, menatap Bu Tuti dengan wajah datar. "Gak ada yang peduli sama nilai aku," ucapnya singkat, lalu kembali melanjutkan makannya.
Bu Tuti terdiam. Ia tahu betul bagaimana keadaan keluarga Xavier, dan memilih tak menambah kata. Yang bisa ia lakukan hanya mendoakan dalam hati.
Begitu mangkuknya kosong, Xavier bangkit. "Berapa semua?" tanyanya.
"Gak, usah bayar nak. Hari ini ibu kasih gratis aja," jawab Bu Tuti sambil tersenyum tulus.
Namun Xavier menggeleng. "Aku tetap bayar." meletakkan selembar uang biru di atas meja, lalu beranjak pergi tanpa menoleh.
"Vier, gak udah, nak..." panggil Bu Tuti, tapi hanya dihiraukan. Ia menghela napas panjang, menatap punggung Xavier yang menjauh. "Kamu anak baik, Nak. Semoga selalu dalam lindungan Tuhan."