Sinopsis:
Tertidur itu enak dan nyaman hingga dapat menjadi kebiasaan yang menyenangkan bagi banyak orang, namun jika tertidur berhari-hari dan hanya sekali dalam sebulan terbangun apakah ini yang disebut menyenangkan atau mungkin penderitaan..
Sungguh diluar nalar dan hampir mustahil ada, tapi memang dialami sendiri oleh Tiara semenjak kecelakaan yang menewaskan Ibu dan Saudaranya itu terjadi. Tidak tanggung-tanggung sang ayah membawanya berobat ke segala penjuru Negeri demi kesembuhannya, namun tidak kunjung membuahkan hasil yang bagus. Lantas bagaimanakah ia dalam menjalani kehidupan sehari-harinya yang kini bahkan sudah menginjak usia 16 tahun.
Hingga pertemuannya dengan kedua teman misterius yang perlahan tanpa sadar membuatnya perlahan pulih. Selain itu, tidak disangka-sangkanya justru kedua teman misterius itu juga menyimpan teka-teki perihal kecelakaan yang menewaskan ibu dan saudaranya 3 tahun yang lalu.
Kira-kira rahasia apa yang tersimpan..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Caca4851c, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 16
"Permisi para Nona dan Tuan sekalian", seru sebuah suara di depan.
Secara spontan pandanganku menelisik ke arah depan sana dimana suara tadi berasal. Ku dapati seorang Wanita dengan surai pirangnya yang bertubuh tinggi semampai menggunakan Chiton, yakni pakaian khas Yunani kuno semacam setelan tunic panjang bewarna abu-abu tanpa lengan yang bagian pinggangnya diberi sabuk.
"Terima kasih atas perhatiannya, Saya Lauriene selaku MC di teater malam ini yang bertemakan Mitologi, menyampaikan bahwa teater akan segera dimulai sehingga untuk Para hadirin yang ada diharapkan untuk tenang", ucap Wanita yang bernama Lauriene itu.
"Baik, sekian dan terima kasih..Sampai jumpa, karena Kita akan berjumpa lagi di akhir acara nanti", imbuhnya yang tersenyum manis dengan gerakan membungkukkan badan sejenak sebelum akhirnya pergi dari atas panggung.
DENG
DEENGG
Tiba-tiba saja suara alat musik yang ditabuh hampir membuatku terlonjak dari tempat dudukku jika saja Andi tidak secara spontan memegang erat salah satu tanganku.
Selang beberapa detik tirai merah yang sedari tadi menutupi sebagian panggung di depan sana membuka secara perlahan hingga nampak seorang Perempuan dengan surai hitam legam sepinggang yang juga mengenakan Chiton, namun kali ini dengan lengan panjang yang bewarna putih tulang.
"Di suatu tempat pada era Yunani kuno berkuasa sekaligus zaman dimana para Makhluk Mortal dan Immortal hidup berdampingan di wilayah kekuasaannya masing-masing karena suatu perjanjian yang terikat oleh Para Pendahulu Mereka", seru sebuah suara dari balik panggung.
Wanita yang mengenakan chiton tadi terduduk di sebuah kursi yang membelakangi Penonton, tidak beberapa lama kemudian muncul empat orang Wanita dengan pakaian yang hampir sama namun dengan corak dan warna yang agak lusuh menghampirinya dan membungkuk padanya.
"Nona Agatha, Orang tua Anda..", seru lirih seorang Pelayan di sampingnya dengan menunduk dan tampak takut mengatakan kelanjutannya.
"Ada apa Lili? Tolong jangan buat Saya khawatir", seru Gadis itu dengan begitu lembut. Lantas Ia pun berdiri dari kursinya dan berbalik badan menghadap penonton. Ternyata Ia memiliki paras yang tidak kalah cantiknya dari Wanita pembawa acara tadi.
"Orang tua Anda telah.., hiks..hikh..hiiksh", seru Lili yang tiba-tiba saja menangis.
"Liliiii, cepat katakan atau Kau akan Kupukul!", ancam Agatha dengan raut khawatir.
"Tolong maafkan Lili Nona, Lili tidak sanggup mengatakan bahwa orang tua Anda telah meninggal karena kecelakaan di hutan wounderwold", seru pelayan satunya lagi di dekat Agatha.
"Tidakkk, itu pasti bohong. Itu semua tidak benar", racau Agatha yang tampak shock.
"Tidak, Darimana Kalian mendapatkan berita bohong ini?, cepat katakann!", imbuh Agatha yang semakin kacau dengan mata yang mulai berkaca-kaca.
"Kami harap ini tidaklah nyata Nona, tapi..beberapa orang diluar sana membawa sesuatu yang dapat meyakini Kami", seru pelayan itu lagi.
"Cepat antarkan Aku ke tempat para utusan itu berada!", seru Agatha.
Tirai tiba-tiba tertutup sejenak sebelum akhirnya terbuka kembali dengan beberapa orang Laki-laki yang juga mengenakan pakaian khas Yunani kuno. Agatha dan beberapa Pelayannya berjalan cepat menghampiri Mereka.
"Kalian pasti salah orang, tidak mungkin kedua orang tuaku meninggal", seru Agatha menggebu-gebu.
"Mohon maaf jika sebelumnya, tapi Kami menemukan ini yang Kami yakini milik keluarga bangsawan edelwis", seru salah satu Pemuda itu yang mengulurkan sebuah sapu tangan dengan simbol bunga edelwis bewarna kuning.
Agatha segera meraihnya dengan cepat dari tangan pemuda itu dan mencium sapu tangan yang sangat familiar itu. Air mata turun begitu saja tatkala aroma bunga khas parfum milik Ibunya menguar dari sapu tangan itu.
"Tidakkk, hiks..hiiks...huuuhu..hiks", tangis Agatha pecah begitu saja.
Sedangkan Para Pelayannya segera menopang tubuh Agatha yang tampak limbung.
"Kami turut beduka cita Nona, Kami pamit undur diri dulu", pamit Para Utusan itu serentak sebelum beranjak pergi dari hadapan Agatha yang masih menangis tersedu-sedu.
Alunan musik mengalun sendu mengiringi tangisan Agatha, sebelum akhirnya tirai merah itu menutup kembali.
Ketika tirai perlahan membuka lagi dengan latar belakang yang berbeda, yakni sebuah hutan belantara. Lewat rombongan Kereta dengan bendera bersimbol bunga edelwis bewarna kuning yang terpampang di atasnya.
Namun tidak beberapa lama muncul Para Perompak yang menghadang laju rombongan kereta, bahkan beberapa diantaranya menyandra Para Pengawal yang ada.
Seorang Perompak dengan perawakan tubuh besar yang sepertinya merupakan Pemimpin dari para Perompak itu menyeret keluar Agatha yang mengenakan cadar dari dalam kereta.
"Cepat serahkan semua hartamu Nona Saudagar atau Kalian semua akan mati!", ancam tegas Perompak yang memiliki perawakan tubuh paling besar itu.
"Tidak akan pernah sekalipun Aku mati!", seru Agatha dengan tegas tanpa takut mati karena baginya sudah tidak ada bedanya antara hidup dan mati, apalagi setelah Ia ditinggal mati kedua orangtuanya yang merupakan satu-satunya bangsawan bermarga edelwis terakhir.
"Tolong jangan sakiti Nona Kami..", pinta salah satu Pelayan yang begitu dekat dengan Agatha.
"Ooh begitu beraninya nyalimu Nona, baik akan Saya kabulkan permintaanmu lebih dulu sebelum semua hartamu akhirnya menjadi milikku", ujar Pemimpin Perompak itu dengan senyum liciknya.
"Hahahahaha", tawa Para Perompak yang lainnya.
Ketika Pemimpin Perompak itu mengangkat goloknya dan akan melayangkannya pada Sosok di depannya itu, tiba-tiba saja angin berhembus cukup kencang hingga membuat tumbang salah satu pohon yang ada di sekitar Mereka.
BUUGHHHT
Sontak Mereka semua terkejut dan mengalihkan pandangan ke arah pohon yang barusan tumbang. Lagi-lagi angin berhembus dengan sangat kencang bahkan lebih kencang lagi dari yang tadi, namun kali ini sangat berbeda. karena tidak lama kemudian semua orang yang ada di sana secara serentak langsung tumbang dan tertidur pulas.
Sebelum Agatha jatuh tertidur, sekilas Ia sempat melihat seorang Pemuda tampan dengan kulit putih tulang menangkap tubuhnya yang limbung.
Dengan sigapnya Pemuda Misterius itu menangkap tubuh Agatha yang tengah tertidur pulas dan membaringkannya di atas kayu pohon yang barusan tumbang.
Sementara dirinya menebas leher para Perompak itu secepat kilatan petir, hingga banyak kepala menggelinding dengan darah mencuat berhamburan di tanah.
Setelah Ia membersihkan tangannya yang terkena cipratan darah para Perompak itu dengan ekspresi yang tegang menggunakan air yang mengalir di dekat sana. Ia kembali menghampiri Agatha yang masih terbaring di atas pohon itu.
Ia usap pelan wajah Gadis cantik itu hingga selang beberapa detik manik matanya membuka. Agatha yang masih linglung apalagi melihat Pemuda asing yang ada di depannya itu, mengerjabkan mata berkali-kali sebelum akhirnya teringat secercah kejadian tadi sebelum Ia tidak sadarkan diri.
Usai mengingat semuanya, Agatha dengan pipi merah merona segera bangun dari posisi berbaringnya. Dan tampak begitu terkejut tatkala manik matanya melihat ke arah Orang-orang yang ada di sekitaran Kereta kudanya.
"Aaaakhkhhh", teriaknya spontan.