NovelToon NovelToon
Kau Rebut Suamiku, Ku Rebut Suamimu

Kau Rebut Suamiku, Ku Rebut Suamimu

Status: tamat
Genre:Balas Dendam / Selingkuh / Cerai / Pelakor / Suami Tak Berguna / Tukar Pasangan / Tamat
Popularitas:409.7k
Nilai: 5
Nama Author: mama reni

"Ambil saja suamiku, tapi bukan salahku merebut suamimu!"

Adara yang mengetahui pengkhianatan Galang—suaminya dan Sheila—sahabatnya, memilih diam, membiarkan keduanya seolah-olah aman dalam pengkhianatan itu.

Tapi, Adara bukan diam karena tak mampu. Namun, dia sudah merencanakan balas dendam yang melibatkan, Darren—suami Sheila, saat keduanya bekerjasama untuk membalas pengkhianatan diantara mereka, Darren mulai jatuh dalam pesona Adara, tapi Darren menyadari bahwa Adara tidak datang untuk bermain-main.

"Apa yang bisa aku berikan untuk membantumu?" —Darren

"Berikan saja tubuhmu itu, kepadaku!" —Adara

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mama reni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab Enam Belas

Suasana di Mall G, sore itu begitu hidup. Musik lembut mengalun menyapa telinga, sementara aroma makanan dari berbagai restoran menggelitik perut. Adara melangkah dengan ringan, mengenakan dress simpel yang nyaman, sedikit lebih cerah dari cuaca mendung di luar. Hari ini dia ingin menghabiskan waktu sendiri.

Saat Adara melintasi toko-toko, matanya tak sengaja menangkap sosok yang sangat dikenal di ujung lorong. Dia menghentikan langkahnya, berusaha memastikan yang dilihatnya. Ya, itu Darren, mantan suami sahabatnya. Sudah satu minggu tak bertemu, sejak kesepakatan kalau mereka akan bekerjasama dengan berpura-pura sebagai pasangan.

“Kak Darren!” Adara memanggilnya, sambil melambai tangan. Senyumnya lebar saat Darren menoleh dan begitu melihat Adara, wajahnya berseri.

“Adara ...," jawab Darren, dengan berjalan mendekat. Dia mengulurkan tangan diikuti dengan suara ceria dari gadis di sampingnya.

“Hallo, Sayang. Makin cantik aja,” ucap Adara, menatap gadis kecil itu. Matanya bersinar ceria. Dia memang jarang bertemu Fuji karena kesibukan dan juga Sheila yang jarang mengajak putrinya jika mereka berdua pergi jalan. Tapi itu tak mengurangi keakraban mereka.

"Tante juga makin cantik," ucap Fuji. Hal itu membuat Adara gemes. Dia sudah lama menginginkan anak, tapi sayang Tuhan belum mempercayainya.

“Kamu lagi ngapain di sini?" tanya Darren.

“Cuma jalan-jalan. Santai sedikit dihari libur,” Adara menjelaskan. "Kak Darren sendiri sedang apa?"

“Kami baru selesai berbelanja untuk kebutuhan Fuji. Dan aku baru saja berpikir untuk makan siang. Mau ikut?” tawar Darren, dengan nada yang penuh harapan.

Adara terkejut, tapi rasa lelah dan lapar membuatnya terima tawaran tersebut. “Boleh sekali! Di mana mau makan?”

“Bagaimana kalau kita ke ‘Restoran Rasa’?” Darren menyarankan, gesturnya menggambarkan rasa percaya diri. “Fuji suka tempat itu, dan aku yakin kamu juga akan suka!”

“Boleh. Aku suka masakan di sana, Kak."

Ketiganya melangkah ke restoran dengan suasana rustik yang hangat. Chair dan meja kayu teratur rapi, aroma makanan Indonesia-nya menyentuh indera penciuman dengan manis. Fuji melompat-lompat kegirangan saat melihat menu, sedangkan Adara dan Darren mengambil tempat duduk di salah satu sudut, di mana cahaya lembut menembus jendela.

“Fuji, mau pesan apa?” tanya Darren, sambil menunggu.

“Pa, aku mau nasi goreng dengan ayam!” seru Fuji, mengedipkan mata seolah ia berada di garda terdepan dari kompetisi makan.

Darren tertawa, “Oke, saatnya kita pesan.” Setelah memanggil pelayan, mereka memesan makanan. Adara tidak bisa menahan senyum melihat Fuji begitu bersemangat.

“Ternyata dia sangat suka makanan ya?” Adara berkomentar sambil mengamati Fuji yang mengangguk dengan ceria.

“Ya, dia pemakan yang baik, tapi kadang cerewet. Keluargaku memang menyukai masakan yang beragam,” Darren menjelaskan sambil menatap Fuji dengan rasa syukur.

Adara merasa nyaman di tengah percakapan, sementara Fuji sesekali menyela dengan tawa ceria. Ada kebahagiaan yang terasa hangat, seolah waktu berhenti sejenak saat mereka bertiga bersama. Setelah makanan dihidangkan, mereka berbagi cerita.

Setelah selesai, Fuji melirik ke arah area play ground sambil mengeluarkan suara manja. “Papa, aku mau main!”

“Oh, kamu suka main di sana, ya?” tanya Adara.

“Yaa Tante! Ayo kita main!" ajak Fuji, dia mencengkeram tangan Adara dengan semangat, seolah tidak ingin melewatkan kesempatan. Adara tersenyum melihat anak itu yang begitu cepat akrab dengannya.

Darren menatap gadis kecilnya dengan senyuman bangga, “Kalau begitu, kita bisa ke sana sekarang!"

Adara tidak bisa menahan gelombang rasa hangat yang datang, melihat betapa Fuji sangat menyukainya. “Baiklah Cantik, kita pergi ke play ground!” kata Adara, tidak menyangka dirinya begitu mudah akrab dengan anak kecil ini.

Mereka beranjak dari restoran dan langsung menuju ke play ground. Fuji begitu riang berlarian ke arah area bermain. Adara bahkan tidak ingin mengalihkan pandangannya dari senyum lebar Fuji. Dia merasa seolah kembali ke masa kecil saat bermain di taman kanak-kanak.

“Dia sangat menyukaimu, Adara,” ujar Darren, menyaksikan Adara yang ikut berlari kecil mengikuti Fuji.

“Sepertinya dia memiliki banyak energi!” seru Adara, selagi mereka memasuki area bermain yang penuh warna.

Di dalam playground, Fuji beraksi layaknya petualang kecil. Dia memanjat, meluncur, dan tertawa tanpa henti. Adara tidak bisa tidak ikut tertawa setiap kali Fuji berhasil menyelesaikan rintangan.

Seolah mendapat energi dari kebahagiaan Fuji, Adara juga merasakan keceriaan yang menular. Dia jadi ikut bermain, sesekali membimbing dan bermain peran. Waktu seolah cepat berlalu, dan tidak terasa, matahari mulai meredup.

“Mau mencoba naik perosotan, Tante?” Fuji mengajak dengan antusias, gestur tangan mungilnya mengisyaratkan Adara untuk mengikuti.

“Boleh, siapa takut!” Adara menjawab sambil mengikuti Fuji, merayakan kebersamaan di momen tersebut. Dia merasa mengalir dalam kebahagiaan yang tulus, melupakan sejenak segala beban dalam hidupnya. Mereka bermain semua bentuk permainan. Darren melihat sambil tersenyum.

Setelah sesi bermain yang puas, Fuji mulai merasa lelah. “Papa, aku capek,” katanya sambil menguap.

Darren merangkul putrinya, “Ayo kita pulang. Adara, terima kasih atas kebersamaannya. Senang sekali bisa bertemu dan menghabiskan waktu bersamamu.”

“Sama-sama, Darren!” Adara tersenyum, merasa seolah mendapatkan lebih dari sekadar pertemuan biasa. “Senang bisa mengenal Fuji. Dia benar-benar luar biasa.”

Darren menatap Fuji yang sudah mulai mengantuk, “Kita boleh bertemu lagi, kan? Aku sedang merencanakan piknik akhir pekan ini. Mungkin kamu bisa ikut?”

Adara terdiam sejenak, rasa hangat mulai mengalir dalam hatinya. Namun, ada sebuah keraguan. Takut nanti akan jadi bahan omongan jika dia ikut dengan Darren. “Aku … akan berpikir tentang itu, Kak,” jawabnya diplomatis.

“Baiklah, yang penting jangan lama-lama berpikirnya! Bukankah kamu juga butuh hiburan, terlepas dari masalah perceraian'mu." Darren balas tersenyum, sementara Fuji terlelap dalam pelukan ayahnya.

Adara merasa seolah sebuah bab baru akan segera dimulai dalam hidupnya, namun masih ada keraguan dan rasa takut yang menyelimuti. Tak terduga, pertemuan ini memberikan rasa hangat di ruang yang seharusnya suram. Dia termenung demi menghadapi keputusan yang harus diambilnya.

"Kapan kamu memberikan jawaban. Akan aku tunggu!" seru Darren.

"Aku sebenarnya takut akan menjadi gosip kalau aku ikut pergi dengan Kak Darren," ucap Adara. Padahal dia ingin ikut agar bisa bermain lebih lama lagi dengan Fuji.

"Kita bukan pergi berdua. Ada Fuji, supir dan juga pengasuh Fuji," jawab Darren.

Adara tampak berpikir. Dia ingin ikut tapi masih ragu karena selama ini juga tak begitu akrab dengan suami sahabatnya itu.

'Saat liburan itu kita bisa mulai dengan pura-pura sebagai pasangan. Tawaranmu itu masih berlaku'kan?" tanya Darren.

Adara jadi teringat dengan tawarannya saat itu. Setelah pertemuan itu mereka sibuk dengan mengurus surat cerai masing-masing. Baru bertemu lagi hari ini.

"Bagaimana Adara, apa kamu jadi ragu dengan rencanamu itu?" Kembali Darren bertanya. Dia sangat senang melihat Fuji yang begitu akrab dengan Adara tadi. Berharap putrinya akan senang jika membawa wanita itu ikut liburan bersama mereka.

1
sherly
laki modelan Galang emang perlu di suntik formalin biar awettt... manusia egois jahat banget
sherly
kemana aja dirimu... dasar lagi egois
sherly
dah dr bab awal aku kesel Ama nih Galang dia biangnya malah kesininya kayak yg tersakiti... sok ngancam pula tu...
whiteblack✴️
ceritanya menarik, bikin gregetan juga 🤗😊 ama pelakor enggak sadar kesalhannya😤
Vien Habib
Luar biasa
Neng Tuti
kalo kata urang sunda mah tukeur jago cenah ceritanya kaya gini di dunia nyata malahan bibi aku yang menjalaninya sampe sang suami menutup mata dan jodohnya di pisahkan oleh maut
Neng Tuti
duo br*ngs*k🙄
Sulati Cus
ending yg epik
Bunda
typo kaj
Sisil Kuspartini
bagus banget
Bunda
hai mama,q ikutan nyimak ya 🙏🏻
Mama Reni: Hai 😘😘😘
total 1 replies
Syarifah Komsiyah
ekstra partnya dong
Erlina Lina
lumpuh aja tu si lakor
Erlina Lina
ne manusia ga akn prnh berubah..biar aja dia sendiri,biar kapok
Erlina Lina
tabrak mobil aja ne perempuan,dia yg jalang dia pula yg merasa tersakiti..heran,jngn biar kan Sheila dn Galang berhasil mempengaruhi dara dn Darren thor
Erlina Lina
udh hamil sama suami org pun, dara ksh tau Darren bahwa si lakor hamil ank pria lain, suami sahabat nya lg
Erlina Lina
itu harta nya dara,ngapain hrs di lepas, kn ada surat nya
Erlina Lina
kalo takut bercerai..ya biar lah suami mu selingkuh, jngn lah plin plan,malah mudah ga da yg perlu di pikirkan apalagi Klian blm punya ank,LBH mudah
Erlina Lina
mengharapkan gunung eh bukit pun tak dpt..mkn tuh..
Erlina Lina
pecat aja si lakor
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!