NovelToon NovelToon
MUTIARA SETELAH LUKA

MUTIARA SETELAH LUKA

Status: sedang berlangsung
Genre:Menikah Karena Anak / Keluarga / CEO / Penyesalan Suami / Ibu Pengganti
Popularitas:528
Nilai: 5
Nama Author: zanita nuraini

“Mutiara Setelah Luka”

Kenzo hidup dalam penyesalan paling gelap setelah kehilangan Amara—istrinya yang selama ini ia abaikan. Amara menghembuskan napas terakhir usai melahirkan putra mereka, Zavian, menyisakan luka yang menghantam kehidupan Kenzo tanpa ampun. Dalam ketidakstabilan emosi, Kenzo mengalami kecelakaan yang membuatnya lumpuh dan kehilangan harapan untuk hidup.

Hidupnya berubah ketika Mutiara datang sebagai pengasuh Zavian anak nya. Gadis sederhana itu hadir membawa ketulusan dan cahaya yang perlahan meruntuhkan tembok dingin Kenzo. Dengan kesabaran, perhatian, dan kata-kata hangatnya, Mutiara menjadi satu-satunya alasan Kenzo mencoba bangkit dari lembah penyesalan.

Namun, mampukah hati yang dipenuhi luka dan rasa bersalah sedalam itu kembali percaya pada kehidupan?
Dan sanggupkah Mutiara menjadi cahaya baru yang menyembuhkan Kenzo—atau justru ikut tenggelam dalam luka masa lalunya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon zanita nuraini, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 15 KEDATANGAN PEREMPUAN YANG TIDAKNDINHARAPKAN

Beberapa minggu terakhir keadaan di rumah besar keluarga Aditama jauh lebih hidup dibanding sebelumnya. Semua bermula dari perubahan kecil—Kenzo yang mulai mau berinteraksi dengan putranya, Zavian. Hal itu membuat suasana rumah berubah cukup signifikan.

Zavian kini sudah mengenali suara dan sentuhan ayahnya. Jika dulu ia hanya diam atau menggeliat kecil ketika digendong Kenzo, sekarang bayi kecil itu langsung mengangkat tangan mungilnya, seolah meminta Kenzo agar menggendongnya lebih lama.

Pagi itu, seperti biasa, setelah sarapan, Kenzo duduk di kursi roda di teras belakang rumah. Sinar matahari pagi menerpa wajahnya yang kini tidak lagi sesuram dulu. Luka kehilangan Amara masih ada, tetapi setiap kali ia melihat Zavian, hatinya terasa sedikit lebih ringan.

Tiara menggelar alas tipis di halaman belakang untuk menjemur Zavian. Bayi itu tampak tenang, sesekali mengoceh sambil memandangi wajah Tiara dan papanya.

“Pa… pa…,” gumamnya pelan, seperti ingin memanggil Kenzo.

Kenzo menoleh cepat, seolah tak ingin melewatkan satu pun perkembangan kecil dari anaknya.

“Dia makin sering ngomong begitu, Tia?” tanya Kenzo datar, namun ada sedikit nada bangga tersembunyi di balik suaranya.

Tiara tersenyum. “Iya, tuan. Kalau lagi senang, dia seakan mau memanggil papa terus.”

Kenzo mengangguk kecil, lalu menggerakkan kursi rodanya mendekat. Tangannya menyentuh kepala anaknya dengan pelan, seolah khawatir terlalu kuat akan membuat anaknya sakit. Tapi Zavian malah tertawa kecil dan menggenggam jari Kenzo.

Reaksi itu membuat Kenzo tetap di sana lebih lama daripada biasanya. Bahkan ketika Tiara menggendong Zavian untuk dibawa masuk tidur siang, Zavian merengek seakan menolak.

“Boy… tidur dulu. Papa nggak ke mana-mana,” ujar Kenzo perlahan.

Tiara kaget bukan main. Ini pertama kalinya Kenzo bicara lembut seperti itu. Biasanya Kenzo akan pergi duluan sebelum Zavian masuk kamar.

Dan hari itu menjadi titik perubahan kecil lain.

---

Di sisi lain, Nyonya Saras memperhatikan itu semua dari balik jendela ruang keluarga. Ia melihat bagaimana, meski pelan, perubahan itu mulai terjadi. Senyuman kecil, tatapan yang tidak lagi kosong, dan cara Kenzo memandangi anaknya—berbeda dari sebelumnya.

Setelah mempertimbangkan beberapa hari, Nyonya Saras akhirnya memberanikan diri berbicara dengan Tiara.

“Tiara, boleh bicara sebentar?” suara lembutnya memanggil.

Tiara yang sedang melipat selimut kecil milik Zavian, menoleh cepat. “Iya, Bu?”

Nyonya Saras mendekat, duduk di sofa. Napasnya dihela pelan sebelum menyampaikan maksudnya.

“Tiara… kamu lihat sendiri bagaimana keadaan Kenzo sekarang. Ada sedikit perubahan, meskipun tidak besar. Tapi setidaknya dia tidak seputus asa dulu.”

Tiara hanya mengangguk pelan, mendengarkan dengan seksama.

“Ibu ingin minta tolong…” lanjut Nyonya Saras. “Coba pelan-pelan… bujuk Kenzo untuk mau terapi.”

Tiara terbelalak. “Tapi Bu… saya tidak berani. Tuan masih sering murung. Saya takut salah bicara.”

Nyonya Saras tersenyum tipis. “Tidak apa-apa. Tidak perlu langsung. Pelan-pelan saja. Lihat dulu suasananya. Tapi Ibu tahu… Kenzo mau mendengar omongan kamu. Meskipun sedikit, dia terlihat nyaman berada di dekatmu.”

Pipinya Tiara memanas tanpa alasan. “Saya… saya akan coba, Bu. Tapi tidak janji berhasil.”

“Tidak apa, Nak. Ibu hanya ingin dia punya harapan lagi.”

---

Hari itu seharusnya berjalan biasa saja. Tuan Rendra siap berangkat ke kantor, Nyonya Saras akan mengantar suaminya sampai halaman depan. Tiara tengah menjemur Zavian sambil duduk di bangku kecil. Kenzo berada tidak jauh, hanya mengawasi dalam diam.

Tiba-tiba suara mesin mobil terdengar memasuki halaman depan.

Semua orang menoleh, bahkan Tiara sampai berdiri spontan karena terkejut melihat mobil mewah berwarna merah marun masuk tanpa pemberitahuan.

Kenzo mengernyit. Ia tidak mengenali mobil itu.

Dari dalam mobil, seorang perempuan turun dengan anggun. Sangat anggun, bahkan terlalu anggun untuk datang pagi-pagi ke rumah orang yang sedang berduka.

Rambut panjangnya tergerai, bibir merah menyala, mengenakan dress ketat berwarna merah yang hanya beberapa jari di atas lutut. Tumit tingginya berwarna senada membuatnya makin mencolok. Kacamata hitam menempel di hidung mancung—yang meskipun terlihat bagus, tetap terlihat seperti hasil operasi.

“Selamat pagi semua…” suaranya lantang, penuh kepercayaan diri.

Semua sontak terdiam.

Tiara mengerutkan kening, tidak mengenal perempuan itu.

Nyonya Saras menghentikan langkahnya. Tuan Rendra yang hendak membuka pintu mobil terkejut setengah mati.

Sedangkan Kenzo langsung merasa ada sesuatu yang tidak beres. Ekspresi wajahnya berubah, dari bingung menjadi kesal.

Perempuan itu tersenyum manis penuh kepercayaan diri. “Sudah lama ya… sepertinya semuanya masih sama seperti dulu.”

Nyonya Saras akhirnya angkat bicara. “Aurel? Kamu ngapain datang ke sini?”

Tiara memandang perempuan cantik yang disebut "Aurel" itu dengan bingung. Aurel? Siapa? Kenapa ia datang langsung seperti tuan rumah?

Aurel melepas kacamatanya sambil tersenyum sinis. “Masa sih Tante nggak kangen sama aku? Sudah lama loh aku nggak ke sini sejak Amara meninggal.”

Nama itu membuat suasana menegang.

Kenzo memicingkan mata. “Aurel… aku tidak ingat pernah memanggilmu ke rumah ini.”

Aurel justru berjalan mendekat, sengaja mengayunkan pinggul seakan sedang berjalan di catwalk. “Ya ampun, Ken… kamu tetap jutek ya. Padahal aku datang mau lihat keadaan kamu dan… anaknya Amara.”

Tatapan Aurel lalu beralih ke Tiara dan Zavian. Senyumannya berubah berbeda—menilai, mengukur, seperti merasa lebih baik dari keduanya.

“Ini siapa? Pengasuh? Kok muda sekali...”

Tiara langsung menunduk sopan. “Saya Tiara, pengasuh Baby Zavian.”

Aurel mendekat sedikit dan berbisik, tapi cukup keras untuk didengar semua orang. “Cantik juga. Tapi ya Tuhan, pakaianmu sangat sederhana. Tidak cocok tinggal di rumah sebesar ini.”

Nyonya Saras langsung memotong. “Aurel! Jaga bicaramu!”

Aurel hanya tertawa pelan. “Maaf Tante, refleks. Tapi… memang tidak salah, kan?”

Kenzo memijat pelipisnya, mulai terlihat tidak sabar. “Aurel, untuk apa kamu datang? Singkat saja.”

Aurel tersenyum manis—senyum yang sangat jelas penuh maksud.

“Aku pindah ke kota ini, Ken. Dan… aku akan sering datang. Bagaimanapun aku masih sepupu Amara. Aku ingin dekat dengan keluarga… dan dengan kamu.”

Suasana langsung hening. Tiara merasakan perutnya mengikat cemas entah kenapa.

Aurel lalu menatap Kenzo dari ujung rambut sampai ujung kaki, melihat kursi roda yang ia duduki.

“Aku dengar kamu… lumpuh?” tanyanya tanpa rasa empati sedikit pun.

Kenzo mengepalkan tangan.

Nyonya Saras marah besar. “Aurel, cukup!”

Namun Aurel hanya tersenyum puas, seakan sengaja datang untuk memulai masalah.

Ia melangkah pelan mendekati Kenzo dan berkata pelan namun menusuk:

“Aku akan sering datang, Ken. Aku cuma ingin memastikan… apakah kamu masih bisa jadi laki-laki yang utuh.”

Kata-kata itu membuat Tiara terhenyak, wajahnya memanas antara marah dan malu.

Kenzo menatap Aurel tajam, namun belum sempat menjawab—

Suasana terhenti.

Karena pada saat itulah Zavian mulai menangis keras, seolah merasakan ketegangan yang tercipta.

Dan semua orang menoleh pada bayi itu… termasuk Aurel, yang hanya tersenyum miring.

Bersambung…

Selamat sore selamat membaca...

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!