Kenneth memutuskan untuk mengasuh Keyra ketika gadis kecil itu ditinggal wafat ayahnya.
Seiring waktu, Keyra pun tumbuh dewasa, kebersamaannya dengan Kenneth ternyata memiliki arti yang special bagi Keyra dewasa.
Kenneth sang duda mapan itupun menyayangi Keyra dengan sepenuh hatinya.
Yuk simak perjalanan romantis mereka🥰
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon YuKa Fortuna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 9. Luluh
9
Keyra tidak benar-benar pergi jauh atau bertemu seseorang.
Ia hanya berdiri di sisi motor-motor yang terparkir di depan pertokoan tak jauh dari rumah, sesekali duduk di atas bangku beton sambil memainkan ponselnya.
Ia tahu Kenneth pasti akan menyusul.
Dan benar saja, langkah besar pria itu terdengar tergesa, napasnya berat.
“Keyra!”
Keyra pura-pura tidak mendengar.
Ken akhirnya tiba di depannya, menahan bahu Keyra dengan kedua tangan, tidak keras, tapi cukup tegas.
“Kita harus bicara.”
Keyra mengangkat wajah. Sorot matanya dingin… dan terluka.
“Ken mau apa lagi? Aku sebentar lagi mau pergi kok,” ujarnya ketus.
Ken mengembuskan napas lega karena ia tahu Keyra hanya sedang berpura-pura.
Namun wajahnya tetap tegang, penuh kekhawatiran yang ia simpan rapat-rapat.
“Jangan lakukan hal seperti tadi lagi,” suara Ken bergetar halus.
“Kamu bikin om setengah mati khawatir.”
“Harusnya kamu nggak usah khawatir kalau aku cuma ‘anak kecil’ yang mesti dijaga jarak,” balas Keyra sinis.
Ken meredup.
Ia jongkok agar sejajar dengan Keyra.
“Keyra… Om mengatur kamu bukan karena Om mau menjauh. Tapi karena...”
Ken menelan salivanya.
“Om bertanggung jawab. Om adalah pengganti orangtua kamu. Itu… itu peran yang Jacob titipkan padaku. Kalau Om tidak berhasil membuatmu jadi anak baik, Jacob pasti melihatku dengan kecewa dari atas sana.”
Kalimat itu seperti menancapkan pisau ke dada Keyra.
Ia langsung membuang wajah, menatap lantai, bibirnya bergetar.
Setiap kali orangtuanya disebut… apalagi Jacob…ayahnya.
Hatinya selalu runtuh.
Air mata muncul tanpa bisa dicegah.
Ken melihat itu dan hatinya ikut remuk.
“Keyra…” suara Ken merendah, lembut dan penuh penyesalan.
“Hey… sweetheart, look at me.”
Keyra menggeleng keras, airmata jatuh semakin banyak.
“Aku nggak butuh alasan,” bisiknya parau.
“Aku cuma… butuh Ken.”
Ken hilang kata-kata.
Dalam sepersekian detik, seluruh batasan, kekesalan, dan logikanya runtuh demi satu hal,
Keyra sedang menangis.
Dan ia tidak bisa membiarkan itu.
Ken duduk di sampingnya dan menarik tubuh Keyra ke dalam pelukan, hangat, teduh, protektif, seperti rumah.
Keyra langsung merosot ke dadanya, memeluk balik sekuat yang ia bisa, seakan takut Ken menghilang.
“Aku cuma butuh pelukan…” suara Keyra pecah.
“Aku capek kalau Ken tiba-tiba menjauh.”
Ken menutup mata, satu tangannya membelai kepala Keyra, jemarinya mencengkeram pundaknya lembut.
“I’m here,” bisiknya lirih, menahan getaran suaranya.
“Aku nggak pergi ke mana-mana. I promise you.”
Keyra menggenggam kemejanya erat-erat, seperti anak kecil yang telah tumbuh besar, tapi masih menyimpan luka yang sama dalamnya.
Selama beberapa menit, mereka tidak bicara.
Hanya ada suara napas, air mata, dan pelukan yang terlalu dalam untuk dijelaskan.
Hingga akhirnya Ken berbisik,
“Ayo pulang, sweetheart. Kita ngomong pelan-pelan di rumah, ya?”
Keyra tidak menjawab.
Ia hanya mengangguk dalam pelukan, enggan melepaskan.
Ken tersenyum kecil, penuh kelembutan yang hanya Keyra mampu dapatkan.
Ia bangkit sambil tetap menggandeng tangan Keyra.
Dan untuk pertama kalinya hari itu…
Keyra merasa menang.
.
Malam turun perlahan, hujan gerimis mengetuk kaca jendela rumah kecil mereka.
Keyra duduk di sofa, memeluk bantal, menatap TV yang menyala tapi tidak benar-benar ia tonton.
Sejak di parkiran tadi…
Sejak menangis di pelukan Ken…
Ada satu ketakutan yang tetap menggantung.
Bagaimana kalau Ken menjauh lagi besok?
Bagaimana kalau pelukan tadi hanya karena ia menangis?
Bagaimana kalau Ken benar-benar melihatnya sebagai beban?
Langkah kaki Ken terdengar dari dapur, suara piring dan gelas yang ia cuci perlahan.
Ia seperti sengaja memberi ruang, agar suasana tidak tegang.
Tapi itu justru membuat dada Keyra sesak.
Dia menjauh lagi…?
Keyra tak tahan.
Ia bangkit dan berjalan ke dapur.
Ken yang sedang mengelap piring langsung menoleh.
“Hey. Sudah baikan?” tanyanya lembut.
Keyra pura-pura tersenyum, tapi matanya tidak bisa membohongi siapa pun, terutama Ken.
“Baik,” jawabnya pendek.
Ken mengerutkan kening sedikit. “Kamu yakin?”
Keyra duduk di kursi dapur, menumpukan dagu di meja, memperhatikan Ken tanpa berkata-kata.
Hanya memperhatikan.
Seolah takut kalau berkedip, Ken akan menghilang.
Seolah takut hari itu akan terulang.
Jarak.
Dingin.
Tatapan menjauh.
Ken merasakan itu… dan suara napasnya melembut.
“Om nggak ke mana-mana, Keyra.”
Keyra akhirnya angkat bicara dengan suara kecil, nyaris tak terdengar.
“Besok Om bakal menjauh lagi…?”
Ken terdiam sejenak.
Ia menaruh piring, mendekatinya, lalu jongkok di samping kursi.
“Sweetheart…”
Ia memegang jemari Keyra.
“Aku cuma ingin kamu tumbuh dengan benar. Bukan untuk menjauh.”
Keyra menunduk, jemarinya menggenggam tangan Ken semakin erat.
“Ken bilang gitu, tapi… rasanya Ken takut dekat sama aku.”
Ken tersentak kecil.
“Om bukannya takut,” ucapnya pelan, serius.
“Om cuma… hati-hati.”
Keyra menatapnya lama, mata bening yang penuh rasa bergantung, penuh kehati-hatian, penuh kerinduan.
“Ken bisa hati-hati…”
Ia menelan ludah.
“…tapi jangan pergi.”
Ken menarik napas panjang, lalu mengusap kepala Keyra dengan lembut.
“Om nggak pergi.”
Lalu ia bangkit. “Ayo tidur. Sudah malam.”
.
Di Lorong Menuju Kamar
Keyra mengikuti Ken dari belakang, terlalu dekat.
Seolah ia takut jarak satu langkah pun cukup untuk memisahkan mereka lagi.
Ken membuka pintu kamar Keyra.
“Tidur yang nyenyak, ya?”
Keyra menatapnya, tidak masuk kamar.
Wajahnya cemas.
Tubuhnya kaku.
Ken menautkan alis. “Keyra? Ada apa?”
Keyra memegang ujung kaos Ken, kecil dan ragu, seperti anak tujuh tahun yang takut ditinggal.
“Aku boleh… peluk Ken sebentar sebelum tidur?”
Ken terdiam sesaat.
Hanya sesaat.
Karena melihat mata Keyra yang ketakutan lebih dari apa pun, membuat batas-batas yang ia jaga rapat pun melunak.
“Boleh,” jawabnya lembut.
Keyra langsung memeluknya.
Lama.
Teramat lama.
Ia menenggelamkan wajah di dada Ken, merasakan degupnya, kehangatannya, keberadaannya yang menenangkan.
“Aku takut Ken nggak bakal peluk aku lagi,” bisik Keyra.
Ken memejamkan mata, merengkuh Keyra dengan kedua lengan, penuh kelembutan yang hanya muncul untuknya.
“Om akan selalu peluk kamu…”
Lalu menambahkan dengan suara rendah dan hati-hati,
“…selama itu tidak menyakiti kamu.”
Keyra menggenggam erat punggung kaos Ken, tidak ingin melepaskan.
“Janji?”
Ken menunduk, menyandarkan dagunya di atas kepala Keyra.
“Janji.”
.
YuKa/ 281125
keburu Keyra digondol Rafael😏
gitu aja terus Ken. sampe Keyra berhenti mengharapkanmu, baru tau rasa kamu. klo suka bilang aja suka gitu loh Ken. sat set jadi cowok. hati udah merasakan cemburu, masih aja nyangkal dengan alasan, kamu tanggung jawabku😭😭😭