Di tengah gelapnya dunia malam, seorang Gus menemukan cahaya yang tak pernah ia duga dalam diri seorang pelacur termahal bernama Ayesha.
Arsha, lelaki saleh yang tak pernah bersentuhan dengan wanita, justru jatuh cinta pada perempuan yang hidup dari dosa dan luka. Ia rela mengorbankan ratusan juta demi menebus Ayesha dari dunia kelam itu. Bukan untuk memilikinya, tetapi untuk menyelamatkannya.
Keputusannya memicu amarah orang tua dan mengguncang nama besar keluarga sang Kiyai ternama di kota itu. Seorang Gus yang ingin menikahi pelacur? Itu adalah aib yang tak termaafkan.
Namun cinta Arsha bukan cinta biasa. Cintanya yang untuk menuntun, merawat, dan membimbing. Cinta yang membuat Ayesha menemukan Tuhan kembali, dan dirinya sendiri.
Sebuah kisah tentang dua jiwa yang dipertemukan di tempat paling gelap, namun justru belajar menemukan cahaya yang tak pernah mereka bayangkan.
Gimana kisah kelanjutannya, kita simak kisah mereka di cerita Novel => Penebusan Ratu Malam.
By: Miss Ra.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Miss Ra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 15
Gus Arsha memacu kendaraannya dengan kecepatan tinggi, jemarinya menggenggam kemudi dengan erat sementara bibirnya tak putus melafalkan selawat untuk menenangkan gejolak di dadanya. Fokusnya terpatri pada jalanan menuju Hotel Gading. Dalam momen genting itu, ponselnya kembali berdering. Tanpa melihat layar, ia segera mengangkatnya.
"Halo! Apa ada informasi tambahan, Pras?" potong Arsha segera. Suaranya terdengar dingin, tergesa-gesa, dan penuh otoritas yang tak terbantahkan. "Sudah berapa lama mereka di dalam? Saya tidak ingin membuang waktu!" desaknya dengan nada yang sangat tegas.
Di seberang panggilan, terjadi keheningan sejenak, diikuti oleh tawa yang lembut dan sangat menyejukkan hati.
"Ya Allah, Nak. Apa Ummi mengganggumu? Suaramu tegang sekali," ujar suara itu.
Arsha seketika menginjak rem, bukan pada laju mobilnya, melainkan pada seluruh emosinya. Suara sang Ummi, yang selalu menjadi oase kedamaian, langsung membawanya kembali pada kesadaran. Ia menoleh ke layar ponsel, nama 'Ummi Sayang' terpampang jelas di sana. Rasa bersalah seketika menyergap batinnya karena telah berbicara dengan nada tinggi kepada ibunya.
"U-Ummi? Astaghfirullah. Maafkan Arsha, Mi. Arsha tidak melihat siapa yang menelepon," Arsha menarik napas dalam-dalam, berusaha mengembalikan nada suaranya menjadi lembut dan penuh takzim, meski adrenalin masih memacu jantungnya.
"Ummi hanya rindu suara anak Ummi. Sudah beberapa hari kita tidak bicara," ujar Ummi dengan nada penuh kasih.
Arsha menghela napas, berusaha tetap tenang. "Maafkan Arsha, Mi. Arsha sedang dalam perjalanan menuju... sebuah urusan mendadak. Ada kemaslahatan umat yang harus Arsha perjuangkan segera," jawabnya jujur tanpa harus membuka aib orang lain.
"Urusan bisnis, Nak?" tanya Ummi.
"Bukan, Mi. Ini urusan kemanusiaan. Ada seseorang yang sedang dalam kesulitan besar dan harus Arsha tolong secepatnya," kata Arsha. "Ummi, mohon rida dan izinkan Arsha menutup teleponnya sebentar, ya?"
Tawa lembut Ummi kembali terdengar. "Baiklah. Kalau begitu, Ummi doakan semoga Allah mudahkan urusanmu, Nak. Ingat, sesibuk apa pun, jangan sampai lalai mengingat-Nya."
"Insya Allah, Mi. Terima kasih doanya. Assalamualaikum," tutup Arsha dengan penuh hormat. Begitu panggilan terputus, ia kembali menginjak gas.
Beberapa menit kemudian, mobil mewah Arsha berhenti di pintu masuk executive parking Hotel Gading. Di lobi, Prasetyo sudah menunggu bersama seorang wanita yang telah dipersiapkan untuk menggantikan posisi Ayesha secara profesional.
"Kita tidak punya waktu. Naik ke lantai 32," perintah Arsha dengan wibawa yang tenang namun tajam.
Lift mewah itu berdesing pelan hingga terbuka di lantai 32. Begitu melangkah keluar, mata Arsha langsung menyapu lorong sunyi berkarpet tebal itu. Jantungnya seakan berhenti berdetak saat melihat sosok wanita di depan pintu Suite 3205.
Itu Ayesha. Ia mengenakan gaun malam hitam yang sangat asing di mata Arsha, rambutnya tertata rapi dengan riasan yang menutupi kesedihannya. Tangannya sudah terangkat, siap menyentuh kartu akses pintu.
"Tunggu di sini, Pras. Jangan bergerak," perintah Arsha pelan namun mengandung otoritas mutlak.
Arsha melangkah dengan cepat namun anggun di atas karpet tebal, nyaris tanpa suara. Tepat sebelum jari Ayesha menyentuh gagang pintu, Arsha meraih lengan wanita itu dan menariknya mundur. Ayesha terkesiap, namun sebelum suara keluar dari bibirnya, Arsha sudah menyandarkannya ke dinding lorong.
Sebuah telapak tangan besar yang hangat menutup mulut Ayesha dengan lembut namun pasti, membungkam jeritannya. Mata Ayesha membulat sempurna, dipenuhi ketakutan, hingga tatapannya bertabrakan dengan netra teduh namun tajam milik Arsha.
Napas Arsha memburu, wajahnya berada sangat dekat dengan Ayesha. Matanya yang biasa menyejukkan kini terlihat sayu, dipenuhi campuran antara rasa syukur karena tepat waktu dan keprihatinan yang mendalam melihat Ayesha berada di tempat seperti ini.
Ayesha, yang baru menyadari siapa yang menahannya, merasa dunianya runtuh karena malu. Air mata langsung menggenang di pelupuk matanya. Di bawah telapak tangan Arsha, ia mencoba menggeleng dengan isak yang tertahan.
Arsha tidak melepaskan tangannya, ia justru mendekatkan wajahnya ke telinga Ayesha, berbisik dengan suara yang sangat rendah namun menenangkan.
"Tenanglah. Jangan takut. Kamu aman sekarang. Mari kita tinggalkan tempat ini," bisiknya.
Arsha melirik ke arah Prasetyo, memberi isyarat agar wanita pengganti segera menjalankan tugasnya untuk mengalihkan perhatian di dalam kamar. Tanpa melepaskan perlindungannya, Arsha merangkul bahu Ayesha dengan sopan dan membimbingnya pergi menjauhi kamar terkutuk itu, membawa wanita itu keluar dari kegelapan menuju cahaya perlindungannya.
...----------------...
Next Episode....
duh Gusti nu maha agung.... selamatkan keduanya.