Nara Anjani Sukma berada di situasi harus menikah dengan adik angkat pria yang akan melamarnya. Sakti Pradana tidak menduga ia akan bertukar jodoh dengan kakak angkatnya. Dua karakter bertolak belakang, pertemuan tak terduga dan pernikahan mendadak seperti tahu bulat, drama rumah tangga apa yang akan mereka jalani.
===
“Sudah siap ya, sekarang aku suamimu. Bersiaplah aku buat kamu bahagia jiwa dan raga.” Sakti Pradana.
“Aku penasaran, apa milikmu bisa sesakti namamu.” Nara Anjani Sukma
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dtyas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
15. Masih Perkara Hamil
BAb 15
“Sakti,” teriak Nara memasuki walk in closet.
“Kenapa sih, masih pagi udah teriak-teriak. Nggak enak loh sama opa, dipikir aku ngapain kamu.”
Rupanya Sakti sedang membongkar kopernya dan memasukan pakaian ke dalam lemari yang sudah disiapkan Nara. Sempat heran dengan semua lemari yang hampir penuh milik pakaian dan perlengkapan lainnya milik sang istri. Bahkan untuk pakaian saja ada beberapa pintu, belum tas dan koleksi sepatu juga ada laci sendiri yang berisi aksesoris.
“Kamu nggak diwawancara kalau kita sudah menikah ‘kan?”
“Nggak. Memang aku seterkenal itu sampai diwawancara segala.” Belum selesai merapikan, tapi Nara menarik tangan Sakti keluar. “Eh, ini belum selesai.”
“Biar bibi yang terusin. Ini kamu lihat.” Nara menyerahkan ponselnya pada Sakti lalu membuka ponsel lainnya yang biasa dipakai kerja. Ternyata ramai pesan mengucapkan selamat atas pernikahannya juga pesan yang menanyakan kebenaran berita itu.
Sakti masih fokus membaca berita tentang dirinya dan Nara.
“Hanya masalah hamil saja yang nggak benar, kalau menikah dan kesan dadakan memang benar.”
“Aku mau tuntut media-media ini sudah melakukan pencemaran nama baik.”
“Nggak usah gitu, kalau kamu grasak-grusuk orang makin percaya. Slow aja-lah.”
“Kamu bisa slow, aku nggak. Citra aku jadi buruk karena masalah ini, untuk kamu tidak pengaruh untuk aku tentu saja iya,” sahut Nara kesal lalu menghempaskan tubuhnya di pinggir ranjang.
Sakti menghela nafasnya, ternyata begini ribetnya orang famous. “Coba kamu lakukan hal lain yang akan merubah opini orang dan menyimpulkan kamu nggak hamil, dari pada tuntut sana sini orang malah nggak simpati. Lagian ya, kalau menurut aku lebih baik kamu fokus cari orang yang menyebarkan informasi itu. Kamu yang lebih paham urusan entertain begini, aku tahunya jualan dan kebut-kebutan.”
Nara mengernyitkan dahi. “Kebut-kebutan?”
“Hm. Weekend ini aku keluar kota, ada racing. Lumayan hadiahnya kalau menang.”
“Tunggu, maksudnya gimana? Kamu balap liar?”
Sakti terkekeh. “Ya nggak lah, ini resmi. Mau ikutan nggak, hitung-hitung kita honeymoon.”
Raut wajah Nara yang tadinya bingung dan kesal berubah datar, langsung mengambil bantal dan hendak memukulkan pada suaminya, tapi langsung direbut oleh Sakti.
“Kamu tuh bisa serius nggak sih, orang lagi ada masalah ini malah ngomongin masalah honeymoon.”
“Mau nggak?”
“Nggak!”
***
“Opa, biar Pak Ali cari tahu ya,” rengek Nara.
“Tidak perlu. Sakti benar, ngapain kamu pusing dengan berita nggak mutu begitu. Seharusnya kamu klarifikasi sendiri aja kayak biasa, live di medsos atau bikin konten bareng Sakti tunjukan kemesraan kalian dan aminkan saja berita-berita itu.”
“Masalahnya kami nggak semesra itu.”
“Iya makanya yang mesra, ini sama suami nggak ada lengketnya,” ejek Opa sambil menggeleng pelan.
“Tuh, dengar kata opa. Yang mesra, yang lengket kayak lem,” bisik Sakti menggoda Nara lalu terkekeh.
“Diam kamu.”
“Selamat pagi opa, Nara dan Sakti,” sapa Serli lalu menempati kursi miliknya.
“Pagi,” jawab Sakti.
“Hm, mama kamu kemana?” tanya opa.
“Mama kurang sehat opa, nanti aku akan antar ke rumah sakit untuk cek up. Oh iya Nara, kamu ada ….”
“Sudah tahu,” sela Nara lalu meneguk habis tehnya.
“Rame beritanya kalian menikah karena hamil duluan. Masih mending sih daripada karena digrebek.”
“Elo nanti yang nikahnya karena digrebek,” sentak Nara.
Sakti menarik tangan Nara yang menunjuk Serli. Opa menegur mereka berdua.
“Weni dan Indro sudah di depan, aku temani ke depan,” usul Sakti dari pada terjadi perang di meja makan. Meski ia akan mendukung istrinya dan memberikan support mengambil piring untuk dilempar pada Serli, kalau memang terjadi.
“Aku jalan dulu,” pamit Nara mencium tangan opa dan memeluk seperti biasa.
“Hm. Rencanakan resepsi kalian, lebih cepat lebih baik.”
“Siap, opa,” sahut Sakti.
“Siap, siap,” ejek Nara saat melewati suaminya.
Sampai di beranda, Weni langsung menghampiri. Indro berdiri di samping mobil yang sudah siap untuk berangkat.
“Kak, ini gimana?” tanya Weni. “Banyak telpon nanyain berita itu.”
“Abaikan aja, bilang masalah itu privacy," sahut Nara.
"Tapi mereka penasaran dengan Mas Sakti,” ujar Weni sambil melirik pada Sakti. “Sudah ada yang menanyakan mau wawancara kalian berdua.”
“Maaf ya Weni, saya bukan artis. Kamu langsung jalan apa gimana?” tanya Sakti dan Nara mengangguk. “Jangan lupa nanti malam, langsung ketemu di sana atau mau aku jemput?”
“Hm. Ketemu di sana aja.”
“Oke.” Sakti mengusap kepala Nara dan kali ini tidak ada respon menolak. “Nyetir bae-bae, jangan sampai lecet istri gue ya,” seru Sakti pada Indro.
“Asiap, Bos.”
Nara sudah berada di mobil, mash fokus dengan ponsel. Weni dan Indro di kabin depan. Awalnya masih sibuk dengan ponsel, kelamaan Nara kesal sendiri dan memasukan ponselnya ke dalam tas.
“Jadwalku hari ini apa?” tanya Nara.
“Itu … sebentar.”
“Sudahlah Wen, kamu fokus dengan kegiatan aku hari ini. Abaikan berita-berita itu.” Sepertinya saran Opa dan Sakti ada benarnya, ngapain pusing sendiri dengan pemberitaan yang nggak jelas. Meski masih penasaran siapa yang memulai pemberitaan itu.
Weni menjelaskan jadwal hari ini, Nara mengatakan sore ini dia harus bersiap memenuhi undangan mertuanya.
“Pesankan bunga dan buah tangan ya,” titah Nara.
“Oke, kak.”
Kembali membuka ponsel, Nara menghubungi seseorang.
“Halo, bang Dewa.”
“Halo Nara Wijaya, Nara Anjani ding. Tumben nih nelpon gue.” Sahut pria bernama Sadewa di ujung sana. Ayah Nara bersahabat dengan papi Sadewa. Nara bahkan satu sekolah saat SMA dengan adik Sadewa.
“Butuh bantuan bang.”
“Hm, kebiasaan giliran butuh baru nelpon. Mainlah kemari, ajak tuh suami lo. Kayaknya gue nggak asing sama wajahnya, siapa namanya?
“Sakti, bang. Kok abang tau sih?"
"Udah rame kali, kalau bisa lo berdua hadir di acara gue ya. Kabar-kabaran live, besok dah."
"Ah, nggak mau. emangnya aku artis pake muncul di infotainment. Bantu aku cari tahu siapa yang menyebarkan info hoax ini dong."
"Emang hoax, bukannya foto akad memang elo ya?"
"Nikahnya bener, tapi beritanya berlebihan bang. Memang baru akad saja, resepsi menyusul."
"Oh gitu, gue heran kenapa nggak diundang. Okelah, nanti gue cari tahu."
Sadewa pemilik GO TV, sudah pasti mengenal dan banyak kenalan dengan media online. Mencari tahu dari mana asal berita yang sedang viral bukan perkara sulit.
sampai di lobby gedung tempatnya bekerja, suasana agak ramai. Nara dihampiri Ananda Manopo -- salah satu artis asuhannya.
"Kak, serius lo udah nikah?"
"Iya."
"Cin, itu berita bener apa, lo udah hamidun," seru Aldo rekan kerja Nara yang agak kemayu.
Nara menghela nafasnya. 'Gimana bisa hamil di isi juga belum.'
ada aja bahasa lo sak, kalau kata nara mah lebay tapi dia demen mesam mesem sendiri😂😂
heran orang ko ribet banget ya biarin aja toh mereka ini yang nikah. situ kalau iri ya tinggal nikah nih sellir nganggur 😂😂
gayanya ngentol abis ra ehhhhhh demen juga kan di sekop sekop kerasakti🤭🤣🤣🤣🤣
bakal gimana itu keseruannya???