NovelToon NovelToon
Wajah Polos Penuh Jiwa Gelap

Wajah Polos Penuh Jiwa Gelap

Status: sedang berlangsung
Genre:Dikelilingi wanita cantik / Perperangan / Identitas Tersembunyi / Action / Mafia / Romansa
Popularitas:771
Nilai: 5
Nama Author: Komang basir

Arga adalah remaja SMA yang selalu terlihat ramah dan polos, bahkan dikenal sebagai kuli pikul yang tekun di pasar tiap harinya. Namun di balik senyumnya yang tulus, Arga menyimpan rahasia kelam yang hanya diketahui sedikit orang. Ia diam-diam menyelidiki siapa dalang pembantaian keluarganya yang tragis, terbakar oleh tekad balas dendam yang membara. Perjalanan mencari kebenaran itu membawanya bertemu dua gadis tangguh bernama Kinan dan Keysha, yang ternyata juga anak-anak mafia dari keluarga besar yang menyamar sebagai murid SMA biasa namun tetap memiliki jiwa petarung yang kuat di sekolah. Bersama ketiganya, kisah penuh intrik, persahabatan, dan konflik berseteru di dunia gelap mafia pun dimulai, menyingkap tabir rahasia yang tersembunyi jauh di balik wajah polos mereka.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Komang basir, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

uang hasil curian

“Uhuk.” Suara batuk pecah dari seseorang yang terjatuh.

Sinar bulan menembus kegelapan, memperlihatkan sosok orang bertopeng yang terhempas ke tanah. Tangannya menekan dada, jelas terasa sakit akibat pukulan keras dari Arga.

“Terima kasih… karena kamu sudah memberikan aku sedikit hiburan yang cukup menarik,” suara itu terdengar tajam dari dalam kegelapan.

Langkah kaki terdengar ringan, mendekat dari arah kegelapan. Arga muncul, menarik perlahan kain penutup wajahnya dengan tangan kiri, menampakkan sorot matanya yang tajam.

“Hahahahahaha!” Tawa lepas Arga pecah, menggema di lorong gelap. Tangan kanannya menggenggam sebuah besi runcing, siap menghadapi ancaman.

Orang bertopeng itu mundur sambil menyeret tubuhnya, mencoba menjaga jarak, kedua tangan menahan tubuh yang masih limbung.

“Siapa… siapa kamu sebenarnya? Kedatanganku ke sini baik-baik, bukan untuk mencari musuh!” Suara orang bertopeng terdengar tegang, namun ada nada menahan amarah.

Arga melangkah perlahan, kemudian tanpa ragu menekan tubuh orang itu hingga terduduk di atas dadanya. Orang bertopeng tersedak, rasa sakit mengalir ke seluruh dada.

“Meski maksudmu baik, akan tetapi caranya tetap terlihat mencurigakan,” Arga tersenyum tipis, namun matanya tetap membara.

Bagi Arga, kedatangan orang ini—dengan koper berisi uang yang tak masuk akal—membawa pertanyaan besar. Ada sesuatu di balik kebaikan itu, sesuatu yang mungkin akan muncul di kemudian hari.

“Aku memberikan itu dengan ikhlas… bukan karena ada maksud tersembunyi,” suara orang bertopeng terdengar tenang, nyaris berbisik di tengah kegelapan.

Arga tidak menggubris kata-kata itu. Senyum tipis menghiasi wajahnya, tangannya masih memutar besi runcing dengan ritme yang menandakan ketegangan.

“Aku sudah terbiasa hidup di dunia seperti ini,” ucap Arga perlahan, nada suaranya dingin. “Jadi jangan harap aku percaya dengan kebaikanmu.”

Tangan kanannya menegakkan besi runcing, siap menurunkan hukuman bagi orang yang kini berada tepat di hadapannya.

Di saat besi itu hampir menyentuh target, orang bertopeng menarik napas panjang.

Matanya berkilat di balik bayangan topeng.

“Hentikan Arga! Aku memang benar berniat baik. Uang itu…adalah sebagai ucapan terima kasih karena kau menolongku saat aku dikepung musuh kemarin malam,” ucapnya, nada suaranya dipenuhi kejujuran yang memaksa.

Arga seketika berhenti, tangan yang terangkat perlahan turun. Pandangannya menajam, penuh tanda tanya.

“Aku… aku tidak menolongmu di malam itu,” suara Arga terdengar berat, matanya menatap lurus ke arah sosok di bawah nya. “Dan yang lebih penting, bagaimana kamu bisa tahu namaku?”

Orang bertopeng tetap diam, menahan diri untuk tidak membuka wajahnya. Diamnya bukan karena takut, tapi sebuah pilihan—identitasnya tetap menjadi rahasia yang tidak bisa diketahui Arga, setidaknya untuk saat ini.

Sunyi kembali menyelimuti mereka, hanya desah napas berat dan ketegangan yang hampir bisa dipotong dengan pisau. Arga menahan dorongan rasa ingin tahu dan kemarahan, sementara sosok itu menunggu dengan sabar, tetap misterius.

“Masalah siapa aku sebenarnya… itu tidak penting,” suara orang bertopeng terdengar mantap, namun ada nada menahan yang samar. “Yang jelas, pemberian itu tidak memiliki maksud terselubung.”

Meski dada Arga masih bergetar oleh kilatan kecurigaan, ia akhirnya bangkit perlahan dari atas tubuh orang bertopeng.

“Lupakan semua itu,” ucap Arga tegas, matanya menatap lurus ke sosok di bawahnya. “Kalau kau ingin selamat, sekarang cepat buka identitasmu. Aku harus tahu siapa dirimu yang sebenarnya.”

Kedua kaki Arga menempel di sisi tubuh orang bertopeng, menegaskan dominasi posisinya. Tatapannya tajam, menelusuri setiap gerakan orang itu yang masih terkapar di lantai.

Orang bertopeng menatap balik dengan mata yang bersinar di balik topengnya. “Maaf… aku tidak bisa membuka jati diriku yang sebenarnya,” jawabnya tegas, suara tetap stabil meski tubuhnya sedikit menegang.

Arga tersenyum tipis, kemudian menurunkan tubuhnya kembali, duduk di atas dada orang bertopeng. Napasnya tenang, namun matanya masih menyala penuh amarah dan rasa ingin tahu.

“Kalau kau tidak mau membukanya… biar aku saja yang membuka paksa topengmu,” ucap Arga sambil mulai menggenggam topeng itu dengan tangan kanan.

Tiba-tiba, tangan kanan orang bertopeng terangkat, menahan tangan Arga. Panik mulai terlihat jelas.

“Aku mohon Ar,” suara itu bergetar sedikit, tatapannya menahan ketegangan. “Jangan buka topeng ini… wajahku tidak boleh ada yang tahu. Jika itu terjadi… kehidupanku tanpa topeng bisa menjadi… sangat berbahaya.”

Arga menatap sosok itu, senyumnya masih tipis tapi matanya menyimpan ketegangan yang semakin membara. Sunyi malam seakan menahan napas bersama mereka, hanya desah napas dan jantung yang berdetak keras menjadi saksi momen genting itu.

“Kenapa bisa begitu?” Arga menatap tajam. “Di sini hanya ada kita berdua…jadi identitasmu tidak akan diketahui oleh orang lain.”

Orang bertopeng menggeleng pelan, sorot matanya penuh kepastian. Tidak ada kebohongan, tidak ada keraguan—hanya kebenaran yang membuat Arga menyadari kejujuran itu.

Arga menarik napas panjang, melepaskan genggaman tangannya dari topeng lawannya, kemudian bangkit berdiri tegak. Rasa waspada yang sebelumnya menegang mulai mereda, digantikan rasa hormat yang perlahan muncul.

“Terima kasih… karena kamu sudah mengerti aku,” suara orang bertopeng terdengar lebih ringan. Ia berdiri, menyesuaikan posisinya sejajar dengan Arga. “Aku janji… suatu saat nanti, jika aku sudah cukup percaya padamu, topeng ini akan aku buka.”

Arga tersenyum tipis, matanya menyapu wajah orang bertopeng dengan perhatian—menyimpan setiap detail tanpa terburu-buru, seolah mencoba membaca cerita di balik topeng itu.

“Baik,” Arga akhirnya mengangguk. “Tapi sebagai gantinya… tolong jaga juga identitasku. Aku tidak ingin keberingasan atau kemampuan bertarungku diketahui oleh orang lain.”

Senyum kecil muncul di balik topeng lawannya. Kedua sosok itu berdiri di bawah sinar bulan yang lembut, menghadapi satu sama lain bukan sebagai musuh, tapi sebagai dua orang yang saling memahami batasan dan rahasia masing-masing.

“Aku janji… akan selalu menjaga rahasiamu,” ucap orang bertopeng dengan suara mantap.

Setelah itu, ia menarik kerudung dari kepala, memperlihatkan rambut panjang yang lurus, terikat rapi. Kilau hitam rambutnya berkilau samar di bawah sinar bulan.

“Maaf… ini satu-satunya yang bisa kulakukan untuk memperlihatkan diriku,” ucapnya, suaranya terdengar lembut namun penuh tegas.

Arga menatap sejenak, bibirnya melengkung tipis menjadi senyum kecil. Ia merasa gadis di hadapannya ini… luar biasa. Sedikit gila, berani, dan berbeda dari wanita yang biasa ia temui.

“Kamu sebenarnya pantasnya diam di rumah, menjadi wanita baik,” kata Arga perlahan, matanya menatap tajam namun penuh kehangatan. “Bukan berkecimpung di dunia gelap seperti ini.”

Dari balik topeng, gadis itu tersenyum kecil. Ia menundukkan kepalanya sebentar, merasa malu sekaligus tersentuh oleh ucapan Arga.

“Sejak kecil, aku sudah terbiasa dengan kehidupan keras,” jawabnya, suara lembut tapi tegas. “Jadi… bekerja di dunia seperti ini… bagi diriku sendiri, sangatlah cocok.”

Arga menghela napas pelan, matanya masih menatap gadis itu. Ada rasa kagum yang sulit ia sembunyikan, sekaligus pertanyaan tersirat di dalam hatinya—bagaimana seseorang bisa tetap tegar di dunia yang begitu keras sejak usia muda.

“Kalau boleh tahu… kenapa kamu bisa dikepung oleh kelompok itu?” tanya Arga, matanya menatap serius ke arah wanita bertopeng.

Wanita itu menghela napas panjang, lalu duduk perlahan, mencari posisi untuk beristirahat. Tubuhnya yang ramping tampak lelah namun tetap tegar.

“Kalau kau mau dengar… duduklah di sampingku,” ucapnya, menatap Arga yang masih berdiri tegap.

Arga menoleh sejenak, lalu menurunkan tubuhnya, duduk di samping wanita itu. Kedua mata mereka kini sejajar, menatap satu sama lain dalam keheningan malam yang tegang.

“Aku sebenarnya sedang melakukan transaksi dengan kelompok itu,” ucap wanita itu, suaranya tenang tapi terdengar sedikit getir.

Arga mengerutkan alis. “Kalau begitu… kenapa mereka mengejarmu, bahkan berusaha membunuhmu?” tanyanya kembali, nada suaranya rendah namun menuntut jawaban.

Wanita itu menundukkan kepala, tersenyum kecil di balik topengnya, lalu menggeleng pelan, mengingat kembali kejadian malam itu.

“Mereka tidak mau membayar… mereka ingin barang itu secara gratis,” jawabnya singkat, nada suaranya datar namun menyimpan ketegangan tersirat.

Arga tersenyum tipis, menurunkan kedua tangannya menyentuh tanah sebagai sandaran, duduk lebih nyaman. Ia mengingat koper yang di bawa wanita itu saat malam kejadian, rasa penasaran menajam.

“Memangnya… barang apa yang ada dalam koper itu?” tanyanya lagi, suaranya kini sedikit lebih lembut, tapi tetap ingin tahu.

“Obat terlarang,” jawab wanita itu, simpel, namun kata-katanya cukup untuk membuat suasana menjadi lebih berat dan tegang.

“Dari mana kamu mendapatkan barang seperti itu… apakah kamu punya atasan?” tanya Arga, matanya menatap tajam, mencoba membaca setiap gerak-gerik wanita itu.

Wanita bertopeng terdiam, menundukkan kepala. Rasa ragu dan takut bercampur di dalam hatinya, seolah ada dinding tebal antara dirinya dan Arga yang sulit ditembus.

Arga memperhatikan diamnya, menyadari ada sesuatu yang aneh. Ia menarik napas panjang, kemudian menatap ke depan, memberi ruang, memberi waktu. Perlahan, ia ingin menumbuhkan kepercayaan agar wanita itu mau terbuka.

“Kalau…” suara Arga terhenti, menunggu jawaban, sambil tetap diam dan tenang.

Setelah beberapa detik yang terasa seperti selamanya, wanita itu akhirnya mengangkat kepala, pandangannya bergetar. “Aku… mencurinya,” ucapnya dengan suara gemetar, raut wajah penuh ketegangan, tubuhnya sedikit menunduk seolah menanggung beban berat di pundaknya.

Arga menatapnya diam, tanpa bicara. Detik-detik sunyi terasa berat. Kata-kata itu tidak hanya mengungkap tindakannya, tapi juga membuka lapisan misteri yang selama ini disembunyikan—sebuah keberanian sekaligus keputusasaan yang jelas terlihat di matanya.

“Jadi… dari alasan itulah kamu tidak berani membuka topengmu?” tanya Arga, matanya menatap tajam, mencoba menangkap setiap nuansa emosi di balik topeng itu.

Wanita bertopeng mengangguk pelan, tanda pengakuan. Tebakan Arga memang benar—rahasia yang selama ini ia pertahankan adalah kunci keselamatannya.

“Iya,” jawabnya, suara terdengar tegas namun terselip ketegangan. “Jika identitasku sampai diketahui orang lain… hidupku pasti akan penuh bahaya. Aku akan menjadi incaran para penjahat yang pernah kuambil barangnya.”

Arga menatapnya sejenak, matanya menelisik lebih dalam. Sunyi malam menyelimuti mereka, hanya desah napas dan suara angin lembut yang bergerak di antara bangunan tua menjadi saksi. Ia bisa merasakan beratnya hidup gadis ini—dunia yang keras, keputusan berani, dan rahasia yang harus dijaga demi keselamatan diri sendiri.

1
Corina M Susahlibuh
lanjut dong cerita nya Thor
nunggu banget nih lanjutannya
tukang karang: terimakasih atas penantian nya dan juga komen nya, bab apdet setiap hari kak di jam 12 siang🙏🙏
total 1 replies
Aixaming
Bener-bener rekomendasi banget buat penggemar genre ini.
tukang karang: makasi kak, maaf aku baru pemula🙏🙏
total 1 replies
Celia Luis Huamani
Wah, seru banget nih ceritanya, THOR! Lanjutkan semangatmu!
tukang karang: siap, bantu suport ya🙏🙏🙏
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!