Entah wanita dari mana yang di ambil kakak ku sebagai calon istrinya, aroma tubuh dan mulutnya sungguh sangat berbeda dari manusia normal. Bahkan, yang lebih gongnya hanya aku satu-satunya yang bisa mencium aroma itu. Lama-lama bisa mati berdiri kalau seperti ini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rika komalia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mengintai
Galuh sampai tak berkedip melihat Sinta mengunyah garam tanpa henti, bahkan berulang kali ku lihat Galuh menelan saliva dan mengusap bibirnya.
"jangan terkejut begitu." bisikku.
"aku tidak salah lihat kan Ras, dia makan garam sebanyak itu."
" hmmm, kau tidak salah lihat. Pagi tadi dia juga seperti itu." ucapku kemudian.
Dengan rakus Sinta memakan garam kasar, bahkan dia sampai tidak sadar kami berdua sudah mengintipnya.
"ayo kita pergi dari sini, jangan sampai dia tu." bisikku.
Dengan berjalan tanpa menimbulkan suara aku dan Galuh berhasil masuk kedalam kamar. Ku lihat Galuh masih terdiam mungkin dia shok melihat Sinta tadi.
"pasti ada alasannya dia makan garam seperti itu kan Ras."
" hmmm benar, aku juga kepikiran begitu."
" oh iya, apa mas Rama akan menginap di rumah sinta?"
" entahlah, tapi semoga saja tidak. Gak kebayang kalau kita ketahuan bisa habis aku."
Galuh lantas tersenyum, "kau tenang saja, kita tidak ketahuan." ucapnya mencoba menenangkan ku.
Aku kemudian merebahkan tubuh di ranjang, sementara Galuh memilih berbaring di lantai yang beralaskan karpet bulu yang lembut.
"sebaiknya kita tidur dulu, mempersiapkan stamina untuk malam nanti."
Galuh mengangguk, tak lama setelahnya aku dan Galuh sudah terbang ke alam mimpi.
Jam terus berputar, aku dan Galuh juga sudah bersiap akan pergi , karena setelah bangun tadi kami berdua langsung membersihkan diri. Sengaja aku memakai baju dobel agar ibu dan Sinta tak tau kemana tujuan kami.
"Mas Rama belum pulang buk?" ucapku sesaat sebelum pergi.
" Palingan sebentar lagi."
"oh iya buk, mas Rama sama mbak Sinta nginap?" tambahku lagi, ya g langsung membuat mbak Sinta mendongakkan kepalanya.
"ya terserah mereka dong, mau nginap apa enggak. Ya udah gih sana kalian pergi, entar ke buru malam lagi"
Hmmm, baguslah jika begitu. Ku lirik mbak Sinta, ternyata ada senyum tipis di sudut bibirnya .
"ya udah buk, Laras sama Galuh pergi dulu. Oh iya mbak, jangan lupa oleh-olehnya ya?" ucapku sembari tersenyum dan mengedipkan mata.
Sinta langsung mencabikkan mulutnya, sementara Galuh menarik senyum tipis di sudut bibirnya.
Kami berdua pun bergegas pergi, berjalan menyusuri jalanan yang masih lumayan ramai. Sengaja memang, agar mereka tak curiga.
Setibanya di rumah Galuh, ternyata si Bima sudah tiba di sana. Tentu saja kami berdua terkejut.
"katanya jemput jam dua belas malam, ini masih sore Bim." ucap Galuh.
" sengaja, sekalian main."
Ya akhirnya di sinilah kami, duduk santai di bawah pohon mangga samping rumah Galuh, sembari menunggu waktu untuk beraksi.
Jam terus berputar, sekarang sudah menunjukkan pukul dua belas malam. Semua persiapan sudah di lakukan, bahkan Bima sudah gatal kakinya tak sabar ingin segera ke rumah Sinta.
"kalian siap?" ucapnya.
aku dan Galuh serentak mengangguk, "bagus, ingat kita jangan sampai berpisah." ucap Bima sok sebagai seorang pemimpin.
"tau-tau, ya udah ayok kita berangkat. keburu Subuh." omel Galuh.
Perlahan tapi pasti kami bertiga mulai menyusuri jalan menuju rumah mbak Sinta, sengaja kami tak menempuh dari jalan utama melainkan dari jalan potong.
Gelap sudah pasti, bahkan keringat dingin sudah membanjiri tanganku.
"gak salah jana ini Bim?"
"enggak, kalian tenang aja. Ini jalan tercepat menuju rumah iblis itu. Sengaja kalian ku bawa dari jalan ini, kalau dari jalan utama takutnya ketemu warga. Malah nanti kita di kira mau maling lagi."
" dihhh, tampang kami berdua mana ada mirip maling. Ngawur kamu." ketusku.
Terus dan terus akhirnya kami pun tiba, tenyata posisi kami saat ini sudah di belakang rumah mbak Sinta. Dan apa itu mengapa ada kolam besar mirip danau di sana, padahal kemarin perasaan gak ada.
"sssttt, jangan sampai kita ketahuan ya." ucap Bima dengan suara setengah berbisik.
"iya tau, kau ini cerewet sekali." balasku.
Mata kami terus memantau di depan sana, belum ada pergerakan tapi suasana sudah semakin mencekam. Bagaimana tidak, tiba-tiba air danau hijau itu bergelombang-gelombang seolah-olah akan ada makhluk yang akan keluar dari sana.
"apa itu?" ucap Galuh.
"iblis itu akan keluar dari sarangnya, bersiaplah kalian." jawab Bima.
Ku telan saliva ini, benarkah? Itu artinya selama ini makhluk itu tinggal di kolam mirip danau itu.
Beberapa menit menunggu, makhluk itu tak kunjung keluar juga hingga tampak dari kejauhan buk Surti dan Sinta berjalan menuju danau.
"mereka datang." ceplosku.
Tatapan ku fokus pada mereka berdua, tampak wajah sinis tergambar jelas di wajah ibu nya Sinta, sementara Sinta sendiri tertunduk takut.
"kau harus waspada terhadap Laras, Sinta." ucap buk Surti yang suaranya tertangkap jelas di telinga.
"iya buk,"
"jangan iya-iya saja. Jika dia macam-macam kau tonjok saja."
Refleks Bima dan Galuh tersenyum, dasar teman laknat.
Sementara itu mata ku masih terus menatap ke depan sana, dasar kurang ajar beraninya dia mengatakan hal seperti itu, lihat saja sebelum Sinta menonjok ku lebih dulu aku yang akan menonjok nya.
"Wahai junjungan ku yang tampan dan berkharisma keluarlah." teriak ibunya Sinta, dan seketika gelombang air bergemuruh.
Byuuuuur.... siluman lele bertubuh katak itu seketika muncul kepermukaan. Tampak makhluk itu tersenyum bahkan giginya yang tajam sangat tampak jelas.
"jelek begitu di bilang tampan." celetuk Galuh.
" ssstt, diam lah. Nanti kita ketahuan." ucap Bima.
Dengan santai siluman itu berjalan mendekat pada Sinta dan ibunya. Dan aku seketika terbengong bagaimana tidak siluman itu dengan rakusnya menjilati wajah dan tubuh buk Surti.
"sluuuurp sluuuurp sluuuurp"
Kami yang melihat hanya bisa menutup mulut, bayangkan saja lendir hijau bau bangkai lengket menjadi satu di tubuhnya.
"ada apa kau memanggilku," ucap siluman itu seraya menatap mereka berdua.
"tolong berikan gaun untuk anakku Sinta tuan"
" gaun? Bukankah semalam sudah?"
" iya, tapi di bakar oleh anak sialan itu."
Tampak wajah sang lele siluman murka, aku juga penasaran seperti apa bentuk gaunnya.
"kalian ceroboh sekali!" bentak siluman itu.
" ampuni kami tuan, seharusnya dengan gaun itu kami sudah berhasil membawa Rama bergabung dengan kita, tapi gara-gara anak sialan itu semuanya hancur. "
Tampak nafas siluman lele bertubuh katak itu naik turun, bahkan giginya yang tajam dan kuning terlihat jelas.
Sementara kami bertiga masih terus menatap mereka, menunggu ucapan apa yang keluar selanjutnya dari mulut si lele.
"pakai kalung ini, pastikan anak itu tak merebut nya dari mu." ucap sang lele.
Dengan wajah berbinar buk Surti mendekat namun dengan cepat si lele siluman memberi isyarat bahwa yang harus maju itu adalah Sinta.
"ambil ini!" perintahnya.