Novel Keduabelas 🩶
Namaku Jennaira. Kisah ini adalah tentang aku yang menikah dengan seorang pria sempurna. Bertahun-tahun aku menganggapnya seperti itu, sempurna. Namun setelah menikahinya, semua berubah. Penilaianku terhadapnya yang asalnya selalu berada di angka 100, terus berubah ke arah angka 0.
Benar kata pepatah, dont judge a book by its cover. Penampilannya dan segala kemampuannya berhasil menghipnotisku, namun nyatanya hatinya tak seindah parasnya dan aku terlambat menyadarinya.
Unofficial Sound Track: Pupus
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lalalati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 15: Terasa Jauh
Keesokan harinya, di hari minggu, di mana hari terakhirku di Bandung sebelum kembali ke Jakarta, aku dan Gaga resmi bertunangan. Karena kondisi dan permintaan dari Om Haikal, kami pun pasrah menerima pertunangan yang mendadak ini.
Setelah melakukan tukar cincin di hadapan keluarga besar kami, dengan persiapan yang cukup tertata rapi dalam ukuran acara yang mendadak, kami pun kembali ke Jakarta. Om Haikal sebetulnya ingin kami langsung dinikahkan, namun ayahku kurang setuju. Beliau ingin pernikahan anak satu-satunya dilaksanakan dengan adanya pesta resepsi yang cukup meriah. Maksimal satu bulan lagi pesta itu akan diadakan, janji ayahku.
Akhirnya Om Haikal pun setuju.
Begitu keluarga besar kami pulang, di malam hari, aku dan Gaga bertolak kembali menuju Jakarta karena di hari senin kami harus kembali bekerja. Kedua orang tuaku dan juga Om Haikal mengantar kami hingga mobil Gaga yang kami naiki menghilang di persimpangan.
Saat mobil keluar dari komplek perumahan, Gaga melepas cincin yang melingkar di jari manisnya. Ia berikan cincin itu padaku.
"Lo aja yang simpen."
"Tapi..."
Gaga hanya melirikku tajam, dan itu sudah membuatku paham bahwa ia tak ingin aku mendebatnya. Baiklah, biar aku saja yang menyimpannya. Lagipula aku sudah memperkirakan ini. Apalagi wajah Gaga sangat jujur, selama acara pertunangan tadi, ia sama sekali tak tersenyum. Ia juga sama sekali tak menatap ke arah mataku.
Jangan tanya bagaimana perasaanku. Jangan tanya apa aku baik-baik saja diperlakukan sedingin itu oleh Gaga. Karena jawabannya tentu saja aku tidak baik-baik saja. Sekalipun aku sangat mencintai Gaga, namun aku tidak ingin memiliki ikatan dengannya jika ia tidak bahagia denganku. Lebih baik aku seperti dulu, menatapnya dari jauh, namun aku merasa dekat dengannya. Terlebih tidak ada rasa sakit diperlakukan seperti ini. Sedangkan sekarang, dia dekat namun justru terasa jauh.
Setelah memberi arahan pada Gaga, akhirnya kami tiba di depan tempat kost ku. Gaga langsung mengernyit melihat betapa sederhananya tempat tinggalku. Tentu saja, jika dibandingkan dengan apartement miliknya, kost ku ini bukan apa-apa. Hanya sebuah tempat kumuh bagi Gaga.
"Denger, walaupun udah tunangan, gue gak mau kita saling kenal, saling ketemu pas kita di sini. Apalagi pas nanti kita udah nikah. Kita jalani hidup kita masing-masing. Tapi inget jangan kasih tahu siapa-siapa, terutama orang tua kita. Tiap pulang, terutama di depan Papa, kita harus ngelihatin kalau semuanya baik-baik aja. Paham lo?" tegas Gaga.
Aku mengangguk cepat. "Iya." Aku tahu aku tak punya kesempatan untuk mendebatnya.
"Ya udah. Turun," titahnya.
"Ya udah, aku turun dulu. Makasih buat tumpangannya," ucapku sambil turun dari mobilnya.
"Satu lagi," potongnya saat aku hendak menutup pintu pemumpang depan. "Gue pengen dateng ke nikahannya Alleta. Gue tahu pestanya lumayan ketat. Orang yang gak punya undangan gak akan bisa masuk, jadi gue minta tolong sama lo bawa gue ke sana."
"Kenapa Gaga mau ke nikahannya Alleta?" tanyaku dengan sedikit ragu. Sepertinya bukan ide bagus datang ke pernikahan mantan kekasih yang masih kita cintai 'kan?
"Emang kenapa kalau gue mau dateng ke nikahannya Alleta?" tanya Gaga dengan nada yang 'nyolot'. "Masalah buat lo? Jangan lupa, bagi gue mau kita tunangan, mau kita nikah, itu gak ada artinya sama sekali buat gue."
"Tapi, Gaga janji di sana gak akan nekat buat nemuin Alleta?" Aku sedikit khawatir Gaga akan melakukan sesuatu dan merusak acara resepsi mantan kekasihnya itu.
"Lo kira gue apaan?! Gue gak akan ngapa-ngapain. Ada-ada aja sih lo?!" bentaknya.
Aku pun hanya bisa menunduk mendengar bentakannya. Ternyata seperti ini cara bicara Gaga yang sebenarnya? Apa hanya Alleta yang diperlakukan dengan lembut oleh Gaga?