⚠️ sebelum baca cerita ini wajib baca Pengantin Brutal ok⚠️
Setelah kematian Kayla dan Revan, Aluna tumbuh dalam kasih sayang Romi dan Anya - pasangan yang menjaga dirinya seperti anak sendiri.
Namun di balik kehidupan mewah dan kasih berlimpah, Aluna Kayara Pradana dikenal dingin, judes, dan nyaris tak punya empati.
Wajahnya selalu datar. Senyumnya langka. Tak ada yang tahu apa yang sesungguhnya disimpannya di hati.
Setiap tahun, di hari ulang tahunnya, Aluna selalu menerima tiga surat dari mendiang ibunya, Kayla.
Surat-surat itu berisi kenangan, pengakuan, dan cinta seorang ibu kepada anak yang tak sempat ia lihat tumbuh dewasa.
Aluna selalu tertawa setiap membacanya... sampai tiba di surat ke-100.
Senyum itu hilang.
Dan sejak hari itu - hidup Aluna tak lagi sama.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kim elly, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
chapter 14
Hari itu, Aluna dan teman-temannya pergi ke Jogjakarta dalam rangka study tour.
"Papa antar, ya, sayang," ucap Axel, suara ayahnya terdengar lembut sambil menghampiri Aluna yang sibuk dengan bawaannya.
"Oke, Pa. Ray enggak bawa mobil, katanya," balas Aluna, tersenyum tipis.
"Oke," kata Axel. Mereka pun bergegas pergi pagi itu.
Di dalam mobil, Axel tak henti-hentinya memberi nasihat. "Hati-hati, ya, di sana. Jangan main sama cowok. Jangan bercanda keterlaluan. Jangan jauh-jauh dari guru," tuturnya, fokus menyetir.
"Baik, Papa Bawel," sahut Aluna manja, menyunggingkan senyum.
Axel tertawa kecil. "Anak Papa sudah besar lagi. Nanti Papa lihat kamu nikah, loh, Al," candanya, terkekeh.
Mendengar itu, mata Aluna berkaca-kaca. "Papa panjang umur, ya. Jangan sakit-sakit. Papa harus lihat Aluna nikah," pintanya, sambil tersenyum manis penuh harap.
"Insyaallah, sayang. Papa sehat," jawab Axel, membalas senyum putrinya.
Setelah beberapa menit, mereka sampai di sekolah. "Bye, Papa!" ucap Aluna dengan senyum lebar, melambaikan tangan.
Di kejauhan, Baskara terdiam kaku. Tumben senyum, tapi cantik juga dia senyum, gumamnya dalam hati, pandangannya tak lepas dari Aluna.
"Kenapa, lo? Terkesima gitu lihat Aluna?" goda Robi, menghampiri Baskara dan terkekeh geli.
"Tumben dia senyum," jawab Baskara, suaranya sedikit tercekat.
Robi tertawa bangga. "Dia senyum, kok, sama gue!"
"Kapan?" tanya Baskara, penasaran, ada nada cemburu samar dalam suaranya.
"Sering. Lihat aja nanti, ya," ucap Robi, terkekeh geli, menikmati kebingungan Baskara.
"Ah, bohong, lo!" balas Baskara tak percaya, menyilangkan tangan di dada.
"Lo enggak percaya? Gue ke sana, ya!" tantang Robi, memancing reaksi Baskara. Tanpa menunggu jawaban, Robi benar-benar melangkah.
Si bego beneran! desis Baskara kesal, namun matanya tetap mengikuti Robi.
Robi berjalan mantap menghampiri Aluna. "Pagi, Aluna. Cantik sekali kamu. Di bus mana?" sapa Robi ramah, senyumnya mengembang.
"Eh, Bi. Enggak tahu gue. Lagi cari teman-teman gue," jawab Aluna, membalas dengan senyum tipis yang membuat Baskara makin terkejut.
Eh, iya! Dia senyum sama si Robi, batin Baskara, heran sekaligus cemburu.
"Aku anterin, ya, ke busnya? Sini, tasnya aku bawain," tawar Robi tulus, mengambil tas troli besar Aluna.
"Ih, enggak usah! Nanti Ray marah, loh," kata Aluna, mencoba menahan senyum.
"Enggak apa-apa. Ini berat, loh. Isinya apa, Al?" tanya Robi, tangannya sudah memegang tas Aluna.
"Baju," jawab Aluna datar.
Mereka pun berjalan menuju bus. Robi dengan sigap memasukkan tas Aluna ke dalam bagasi bus.
"Makasih, ya," ucap Aluna, tersenyum tipis.
"Lagi ngapain, lo?" tanya Ray, muncul tiba-tiba dengan tatapan menyelidik.
"Bantuin Aluna bawa tasnya," jawab Robi santai.
"Aku ke bus, ya, Al," pamit Robi sambil melirik Ray sekilas, lalu pergi.
"Iya, bye," balas Aluna.
Ray menatap Aluna, ia memicingkan matanya, seolah mencari sesuatu.
"What?" ucap Aluna tanpa ekspresi, alisnya terangkat.
"Lo... enggak sama dia, kan?" tanya Ray, nadanya menuntut kepastian.
"Kalau iya, kenapa?" balas Aluna ketus, lalu segera naik ke dalam bus, meninggalkan Ray yang terdiam.
"Al, duduknya sama gue!" seru Ray, meraih tangan Aluna, menghentikan langkahnya di lorong bus.
"Gue pengen dekat kaca," pinta Aluna, matanya menunjuk kursi di pinggir jendela.
"Oke, sayang," ucap Ray. Ia mempersilakan Aluna untuk duduk di dekat jendela.
"Tari sama Risa mana?" tanya Aluna sambil melihat sekeliling.
"Bentar lagi, kayaknya," jawab Ray, matanya menjelajahi kerumunan di luar bus.
"Davin mana?" tanya Aluna lagi.
"Tadi, sih, di luar," kata Ray.
Aluna mengeluarkan ponselnya. "Ray, look! Gue tuh mau beli tas. Bagus yang mana?" Dia memperlihatkan pilihan tas di layar ponselnya.
"Yang ini, sih. Gue beliin, ya," tawar Ray, tanpa ragu.
"Enggak usah, Ray! Gue juga punya duit," tolak Aluna cepat.
"Serius, gue beliin," kata Ray, menatap Aluna lekat-lekat.
Aluna akhirnya mengangguk. "Ya sudah."
Ray menyunggingkan senyum jahil. "Gue ada ide buat ngerjain si Baskara," bisiknya, sambil melirik Baskara yang masih berada di luar dari kaca jendela.
"Apa?" tanya Aluna, matanya ikut menatap Baskara.
Ray membisikkan sesuatu di telinga Aluna, rencananya yang nakal. Aluna tersenyum, senyum yang membuat hati Ray berdesir.
"Oke, gue suka, tuh!" seru Aluna, menatap Ray penuh antusias.
"Ah, lo senyum, Al! Hati gue meleleh," goda Ray, terkekeh geli.
"Ah, lo mah gitu! Ah, bete!" balas Aluna, seketika cemberut.
"But, enggak apa-apa, kan, senyum buat gue doang?" kata Ray, lalu dengan gerakan lembut, ia merangkul bahu Aluna, menariknya mendekat.
Aluna menatap Ray. Ray pun membalas tatapan Aluna. Wajah mereka sangat dekat. Jantung Aluna berdebar kencang.
Gue kenapa, ya? batin Aluna, merasakan sensasi asing yang menyerbu dirinya.
"Woy! Lagi ngapain kalian?" seru Tari tiba-tiba, muncul di samping kursi mereka.
Sontak, Ray kaget dan melepaskan rangkulannya. "Lo ngagetin, anjir!" sungut Ray, kesal.
"Kalian jangan ciuman di sini, kali!" ledek Risa, muncul di belakang Tari, dan tertawa terbahak-bahak.
"Enggak!" tolak Aluna, buru-buru merapikan rambutnya, wajahnya terlihat sedikit gugup dan memerah.
Tari dan Risa terus tertawa melihat reaksi mereka. Tak lama kemudian, Davin datang. Mereka pun duduk, dan bus perlahan melaju, meninggalkan sekolah.
"Mau snack?" tawar Ray.
"Boleh," jawab Aluna, mengambil camilan yang disodorkan Ray.
"Kalau ngantuk, bobo aja sama aa," goda Ray sambil terkekeh.
"Ish! Aa, katanya?" balas Aluna datar, pura-pura tidak suka.
"Apa atuh? Abang? Mau enggak?" Ray menatap Aluna dengan mata berbinar.
"Apaan, sih, Ray?" Aluna hanya bisa menanggapi dengan gelengan kepala sambil minum.
Aluna menatap jalanan, mendengarkan musik dari earphone-nya. Setelah beberapa menit, matanya terasa berat.
"Gue ngantuk. Mau bobo," gumam Aluna pelan.
Ray tersenyum lembut. Ia segera merentangkan tangan kirinya, menawarkan dadanya sebagai sandaran. Aluna pun bersandar di dada Ray, mencari posisi nyaman, lalu tertidur.
Ray mengelus rambut Aluna dengan penuh sayang, hatinya dipenuhi rasa hangat.
Bersambung...
😉 Aluna rencanain apa ya buat ngerjain Baskara.
tapi ruwetan baskara aluna🤣
tapi aku suka ama anaknya🤣