"Kamu selingkuh, Mas?"
"Vina, Mas bisa jelaskan! Ini bukan seperti apa yang kamu lihat."
"Bukan, terus apa? Kamu... kamu berciuman dengan perempuan itu, Mas. Terus itu apa namanya kalau bukan selingkuh?"
***
"Vina, bukannya kamu mencintai, Mas?"
"Maaf! Aku sudah mati rasa, Mas."
***
Vina, harus terpaksa pura-pura baik-baik saja setelah suaminya ketahuan selingkuh. Tapi, ia melakukan itu demi bisa lepas selamnya dari suaminya.
Setelah berhasil mendapatkan apa yang diinginkan, Vina tentu langsung melepaskan pria yang menjadi ayah dari anaknya.
Kejam? Tindakan Dimas yang lebih kejam karena menghianati cinta sucinya. Padahal Vina selama menjadi istri tidak pernah menuntut apa-apa, ia selalu menjadi istri yang baik dan taat. Tapi ternyata ia malah diselingkuhin dengan mantan suaminya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Iindwi_z, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mengenang masa lalu
Tangan Vina langsung menahan tangan Albian saat mengajak Agam, menatap kakak kelasnya itu dengan penasaran. Apa maksudnya coba bicara seperti itu? Kalau orang dengar nanti jadi salah paham gimana?
"Maksud kamu apa bicara seperti itu, Kak?" tanya Vina langsung, nadanya ketus kentara sekali kalau tidak suka.
Albian terkekeh, merasa lucu dengan ekspresi Vina. Menurutnya, Vina itu sangat lucu di setiap ekspresinya. Apalagi saat ngomel-ngomel, ia menyukai itu.
"Bercanda, Vina. Bercanda, gitu aja baper, sih?" jawab Albian dengan santai.
Baper katanya? Ini tuh bukan perkara baper atau tidak, tapi bagaimana nanti kalau ada yang mendengar. Apalagi, Vina ini masih jadi istri orang loh.
"Bercanda kamu enggak lucu, Kak!"
Bukannya menyahut, Albian kembali menggandeng tangan Agam, berjalan menuju mobilnya.
Sedang Vina mengikuti dengan ekspresi kesal, padahal mereka tidak sedekat itu loh. Kenapa juga Albian harus repot-repot menuruti permintaan anaknya. Sampai, mereka berhenti di samping mobil berwarna hitam. Mobil mewah yang tidak sama seperti yang dibawa Albian saat itu.
Melihat Albian yang membuka pintu untuk Agam, Vina menatapnya penuh curiga. Masa sales skincare mobilnya gonta-ganti. Tidak mungkin kan ada bos yang baik hati meminjamkan mobil mewahnya terus?
Atau jangan-jangan, Albian ini sales mobil? Vina tidak bisa membendung rasa penasaran, bukannya segera masuk mobil. Perempuan itu malah kembali menarik tangan Albian. "Kak, jujur kamu ini bukan sales skincare kan? kamu ini sales mobil kan? Kamu ini gimana sih, Kak? Ini pasti mobil yang mau kamu jual kan? tapi kenapa kamu buat pergi sih? Ini enggak boleh kak, kamu itu kerja harus jujur loh."
Mendengar itu Albian mengusap wajahnya dengan kasar. Kenapa sekarang malah jadi sales mobil sih? "Vin, masuk mobil saja ya! kasihan Agam pasti sudah kepingin main bola."
Vina menggeleng. "Tapi aku enggak mau naik mobil ini, Kak. Nanti kalau bos kamu marah bagaimana? Kamu itu enggak boleh gunakan mobil yang mau dijual buat jalan-jalan."
Karena sudah gemas, Albian benar-benar menoyor kepala Vina pelan. Sama seperti dulu, ia akan melakukan itu kalau perempuan itu selalu membantah ucapannya.
"Vina, pertama aku bukan sales mobil. Dan, ini mobilku sendiri, bukan mobil bos skincare atau mobil yang mau dijual."
Vina menatap Albian tidak percaya. "Kamu dapat uang dari mana buat beli mobil ini? Ini harganya mahal loh kak, ini mobil milyaran."
"Kamu enggak percaya aku bisa beli mobil?" Albian tidak habis pikir, apakah ia tidak cocok jadi orang kaya? Padahal, tampilannya sangat keren loh.
Vina tentu langsung menatap remeh. Jelas ia tidak langsung percaya, secara dulu saja Albian suka malaki anak-anak buat jajan. Dan Vina juga sangat tahu, kalau Albian melakukan itu karena tidak punya uang. Albian dulu hanya tinggal dengan neneknya yang sudah tua.
"Enggak, kalau saja kamu anak orang kaya aku percaya. Lah, kamu sama aku saja hidupnya sama."
Albian membuang nafas panjang, ia lalu mendorong tubuh Vina agar duduk di depan. "Nanti akan aku ceritakan, sekarang kita pergi dulu ya!"
***
Bibir Vina membentuk senyuman melihat Agam bagitu bahagia. Anaknya itu berlari mengejar bola yang ditendang Albian dengan pelan. Bahkan, Vina tahu kakak kelasnya itu mengalah agar anaknya bisa mencetak gol.
Dan benar saja, Agam kembali selebrasi saat berhasil membobol gawang yang dijaga Albian.
"Agam menang, Agam menang, Agam juaranya. Dan Om Bian kalah, Om Bian kalah." Agam berjoget bergitu cerita.
Sakit hati yang Vina rasakan hilang begitu saja, ia tidak perduli dengan suaminya. Selama, Agam masih di sisinya, selama Agam bisa seceria itu.
Vina merentangkan tangannya saat Agam berlari kearahnya, memeluk anaknya dengan sayang.
"Apa Agam bahagia?" tanyanya setelah pelukan itu terlepas. Vina juga membantu menghapus keringat yang membasahi dahi anaknya itu.
Agam mengangguk antusias, lalau menatap Albian yang baru saja bergabung. "Bahagia sekali Bunda," Agam menjeda ucapannya, bibirnya masih tersenyum. "Terima kasih ya, Om. Terima kasih sudah bawa Agam ketempat ini, Agam bukan cuma bisa main bola, tapi ada juga tepat bermainnya."
Tangan Albian mengelus puncak rambut Agam, pria itu juga tersenyum melihat kebagian di mata Agam. "Sama-sama, sekarang kamu sana main. tapi ingat, harus hati-hati ya!"
Agam mengangguk, sebelum pergi ia menerima botol minum dari ibunya dulu. setelah minum baru ia berlari menuju tempat permainan.
***
Albian duduk di sebelah Vina, perempuan itu kembali diam. Albian memang suka melihat ekspresi wajah Vina, tapi tidak untuk yang satu ini. Albian tidak suka perempuan itu diam, mending Vina cerewet dari pada diam seperti itu.
"Waktu itu aku datang kerumah kamu, tapi ternyata kamu sudah tidak ada," ucap Albian, matanya menatap Agam yang sedang bermain dengan anak sebayanya.
Vina menoleh, menatap Albian tidak percaya. "Kapan? Dan kenapa kamu datang? Mau bayar hutang atau minta maaf?" jawabnya ketus, siapa tahu mau mengembalikan uangnya dulu kan?
Albian terkekeh, lalu tatapan mereka bertemu. Sampai, Albian yang tidak kuat melihat mata Vina. Albian kembali melihat ke arah Agam. "Setelah orang tua kamu meninggal," Albian menjeda ucapannya, memorinya berputar kemasa lalu. "Tapi kamu sudah tidak ada di rumah itu," Albian kembali diam, kalau saja dulu ia mencari keberadaan Vina. Mungkin ia bisa membantunya dulu.
Vina mengangguk pelan, kepergian orang tuanya adalah pukulan terberat dalam hidupnya. Ayah dan ibunya meninggal secara bersamaan. Dan, ia harus merelakan rumahnya untuk membayar semua hutang-hutang kedua orangtuanya.
Dimas hadir, memberinya perlindungan. Pria itu juga menyembuhkan lukanya, membuat Vina akhirnya jatuh hati dan mau menikah dengan pria itu.
Di saat teman-temannya pada mencari universitas terbaik, Vina malah memutuskan untuk menikah dengan Dimas. Lagian, kalau mau kuliah biayanya dari mana? Ia benar-benar tidak punya apa-apa.
Satu tetes air mata Vina jatuh mengingat itu. Bohong kalau dulu ia tidak punya cita-cita, Vina rela mengubur cita-cita itu semua.
Ia memilih menjadi ibu rumah tangga, manjadi istri dan ibu yang baik. Tapi ia malah diselingkuhin.
***
"Loh, Dim!" Lara terkejut saat Dimas tiba-tiba sudah ada didepan rumah kontrakannya, padahal pria itu tadi masih ada di taman.
"Kangen..." bisik Dimas pelan, menatap Lara dengan penuh hasrat.
"Aduh, gimana dong. Aku, aku harus pergi Dim. Anak aku masih di rumah sakit."
Mendengar itu Dimas kecewa, padahal ia sudah membayangkan akan menghabiskan waktu dengan perempuan itu. "Kalau begitu kasih aku jatah dulu ya! baru setelah itu kamu pergi saja."
Lara diam, ia tidak mungkin mengecewakan Dimas. Kalau sampai pria itu pergi lagi bagaimana! Ah, Lara jadi bingung sendiri.
"Hm, baiklah." Lara kembali masuk, tidak lupa mengunci pintunya setelah Dimas masuk rumah kontrakannya.
***
Note: Maaf ya kemarin libur 🙏
busettt pindah lobang sana sini moga moga tuh burung cepat pensiun dini biar nyaho
bahaya loh kalau kena tetangga ku dah mati dia pipis darah ma nanah terus melendung gede kasihan lihatnya tapi kalau ingat kelakuan nya ga jadi kasihan
aihhh suami mu vin lempar ke Amazon
semoga ntar karmanya persis seperti nama pelakornya "LARA", yang hidupnya penuh penderitaan apalagi dia punya anak perempuan
orang udah mati sekarang