Penghakiman Diruang Dosa

Aku sudah berada di sebuah restoran yang cukup terkenal di kota ini. Sudah beberapa menit aku menunggu Antoni, yang katanya telah mendapatkan identitas asli tentang Adam.

Pandangan mataku tertuju pada sosok lelaki tampan yang kini berjalan mendekat dan duduk di hadapanku.

"Gimana?" tanyaku begitu ia duduk.

Antoni menyodorkan ponselnya. Aku langsung mengambilnya, penasaran. Di layar, terpampang foto keluarga—Adam kecil bersama keluarganya. Tapi yang paling mencolok adalah anak kecil di samping Adam, berwajah identik dan tersenyum lebar. Aku yakin itu kembarannya.

Antoni menarik kursi lebih dekat, bersiap menjelaskan.

"Kau udah lihat, kan?" ucapnya.

Aku mengangguk, pandanganku masih tertuju pada foto itu. Ada sesuatu yang ganjil.

"Adam mempunyai kembaran bernama Adom. Namun..." Antoni menjeda kalimatnya, aku yang penasaran menutup ponsel lalu menatap tajam Antoni. "Apa?" Kataku butuh penjelasan.

"Namun, Adom meningal saat mereka berumur 10 tahun dan, penyebabnya karena Adam." Jelas Antoni membuat ku tergagah penasaran.

"Jadi gini... Pak lion, Adom adalah anak ceria. Suka tertawa dan karena itulah dia mempunyai banyak teman. Namun berbeda jauh dengan Adam dia adalah anak pendiam slalu dibully dan tidak mempunyai teman.

Kondisi itulah yang membuat Adam terpuruk dan iri kepada Adom yang slalu tersenyum dan tertawa sama teman-temannya, sedangkam Adam yang tak pernah merasakan itu hanya menatap iri. Setiap Adam dibully sama orang-orang ada Adom yang slalu menolongnya, tak lupa menyuruhnya untuk tetap tersenyum sambil memeluknya.

Pada suatu hari, Adom yang pulang dengan nilai yang bagus berlari kepada ayahnya sambil tersenyum bangga memperlihatkan nilai ujian 100 yang ia dapatkan dari pelajaran matematika. Ayahnya mengendongnya sambil tersenyum bangga sedangkan Adam hanya mendapatkan nilai 20 dari ujian matematika.

Namun, setelah Adom tersenyum dan berlari ke anak tangga menuju kamarnya Adam mengikutinya lalu dengan pikiran-pikiran yang menghantui Adam selama ini. Dia dengan tega mendorong Adom hingga dia terjatuh dan dinyatakan meninggal dunia. Dan ayahnya yang menjadi saksi bisu pembunuhan Adam sama Adom.

Semenjak itulah Adam kecil merasa bersalah apalagi ayahnya slalu memukulinya, memaki-makinya hingga dia dewasa. Adam slalu ingin menjadi kebanggaan ayahnya tanpa di hantui rasa bersalah. Namun ayahnya slalu menatapnya sebelah mata, padahal adam slalu berusaha keras untuk membuat ayahnya bangga namun sia-sia. Hingga karna itulah dia menjadi troma dan menjadi pendiam, namun yang orang tak tau darinya yaitu..." Jelas Antoni panjang lebar. Lalu mencodongkan tubuhnya dan berbisik.

"Dia slalu memperkosa wanita dibawah umur, dia menyamar dengan wajah ramah, lalu memperdaya perempuan untuk dijadikan mainan nafsu. Apalagi dia slalu menyebutkan dirinya adalah Adom bukan Adam sambil tertawa tanpa henti."

Aku terdiam sesaat. 'ternyata yang dia lakukan sepenuhnya dia sadar hanya saja dia tak mau mengakuinya' pikirku. Aku tersenyum kecil lalu menatap Antoni.

Aku akhirnya tahu sisi gelap Adam. Entah kenapa, sebuah ide gila tiba-tiba muncul di benakku. Tapi aku memilih diam. Untuk saat ini, lebih baik mengalihkan pembicaraan.

"Lalu… bagaimana dengan kondisi Tri? Apa dia baik-baik saja? Atau?" tanyaku sambil menyandarkan dagu di atas meja, menatap Antoni dengan ekspresi serius.

Antoni mengangguk pelan. "Dia sekarang cukup stabil. Sudah mulai bekerja sebagai kasir di sebuah toko. Hmm… aku yakin dia tak akan lagi melakukan hal-hal bodoh."

Aku menghela napas panjang, lalu tersenyum tipis. "Bagus. Terus pantau dia. Pastikan dia benar-benar berubah."

"Tenang saja. Aku akan urus sisanya," jawab Antoni mantap.

Aku berdiri, merapikan jas dan bersiap meninggalkan restoran. Tapi di dalam kepalaku, ide gila itu masih berputar.

***

Di gang yang sering aku lewati, aku berjalan menunduk. Tanganku dimasukin ke saku hoodie sambil bersiul.

Hingga aku memasuki rumah dan ingin menemui Adam. namun, baru saja membuka pintu gudang aku mendapati ruang bawah tanah terbuka. Aku panik, takut Adam bebas. Lalu dengan tergesa-gesa aku mengambil topeng dan memakainya lalu memasuki ruang bawah tanah dan mendapati Adam masih terikat sambil menatapku tersenyum lebar. Aku sedikit legah tapi aku sedikit merinding menatap tatapan Adam yang begitu menyeramkan. Aku mencoba untuk menghilangkan tatapan Adam dan aku pikiranku. Aku beralih memikirkan Rafael yang pasti lupa menutup pintu ruang bawah tanah.

Aku mendekati Adam sambil tersenyum dibalik topeng. Setelah mendengar penjelasan dari Antoni aku mencoba untuk membuat Adam menjadi gila total dengan bayang-bayang masa lalunya. Ya! Aku ingin membuka tromanya dan mengalihnya lebih dalam agar, Adam masuk ke dalam perangkapku dan tidak bisa kembali ke dunia nyata. Lalu dia akan terjebak masa lalunya untuk selama-lamanya.