NovelToon NovelToon
Wanita Di Atas Ranjang Suamiku

Wanita Di Atas Ranjang Suamiku

Status: sedang berlangsung
Genre:Selingkuh / Pelakor / Penyesalan Suami
Popularitas:28.9k
Nilai: 5
Nama Author: Shinta Aryanti

Suaminya tidur dengan mantan istrinya, di ranjang mereka. Dan Rania membalas dengan perbuatan yang sama bersama seorang pria bernama Askara, yang membuat gairah, harga diri, dan kepercayaan dirinya kembali. Saat tangan Askara menyentuh kulitnya, Rania tahu ini bukan tentang cinta.
Ini tentang rasa. Tentang luka yang minta dibayar dengan kenikmatan. Dan balas dendam yang Rania rencanakan membuatnya terseret ke dalam permainan yang lebih gelap dari yang pernah ia bayangkan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Shinta Aryanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Basement, Sapu Tangan, dan Sebuah Tatapan..

Langit malam di atas gedung perusahaan raksasa Atmadja Holdings gelap, tapi lampu - lampu parkiran memantulkan cahaya dingin yang menyilaukan lantai beton. Suara langkah Rania pelan. Sepasang haknya tak terdengar seperti biasanya... hari ini langkahnya lunglai, seolah bebannya lebih berat dari tubuhnya sendiri.

Sampai di mobilnya, Rania hanya berdiri mematung. Napasnya berat. Tangannya memegang kunci, tapi tak kunjung membuka pintu. Akhirnya, perlahan - lahan ia bersandar pada mobil itu, lalu tubuhnya turun, jatuh terduduk di lantai parkiran yang dingin. Kepalanya menunduk dalam, bahunya mulai bergetar. Tangis itu akhirnya pecah, bebas dan tak terbendung.

Air matanya mengalir deras, hingga suara langkah lain terdengar.

"Rania...?"

Rania terkejut, buru - buru menyeka air mata, tapi tak sempat menutup luka yang sudah terlanjur menganga. Ia menoleh cepat. Seorang pria muda berdiri dengan plastik sampah kafe berdiri tak jauh, tertegun melihatnya.

"Naren?" gumamnya pelan.

Naren segera mendekat, hati - hati, tak ingin membuatnya merasa malu. Ia jongkok, lalu perlahan duduk di samping Rania, menjaga jarak.

"Aku... maksudku.. saya... Ah sudahlah." Ia mengusap tengkuknya canggung. "Aku nggak bermaksud mengganggu, Rania. Tapi... apa kamu baik - baik saja?"

Rania tak menjawab. Ia kembali menunduk, mencoba menahan isaknya. Tapi usahanya sia - sia.

Naren membuka saku kemeja seragamnya, mengeluarkan sapu tangan bersih. Ia menyodorkannya pelan. "Ini... "

Rania menerimanya dengan tangan gemetar. "Makasih..." bisiknya.

"Kalau... Kalau ada yang bisa aku bantu..." lanjut Naren dengan suara hati - hati, "...atau kalau cuma butuh ditemani... aku bisa duduk disini semalaman."

Rania mengangguk tanpa suara. Ia menyeka matanya, lalu akhirnya bersuara, suaranya parau dan pelan.

"Aku nggak tahu kenapa aku nangis di tempat parkir begini. Dan ternyata ada kamu disini." Ia tertawa pendek... pahit dan lelah. "Tapi rasanya... semuanya menyesakkan. Nggak ada ruang buat bernapas."

Naren menatapnya dalam diam. "Kamu nggak harus cerita kalau nggak mau."

"Tapi aku mau," jawab Rania cepat, lalu matanya kembali memanas. "Suamiku... dia memalsukan tanda tanganku. Dia korupsi. Dan aku... aku dijadikan kambing hitam."

Naren terdiam.

"Mertuaku tahu. Tapi mereka minta aku yang bertanggung jawab di depan Pak Askara. Katanya, demi nama baik keluarga. Karena Niko, suamiku, katanya harus tetap kerja... harus tetap punya reputasi bagus." Rania menelan ludah, membasahi kerongkongannya yang tercekat. "Mereka nggak peduli bagaimana nasibku di tangan Pak Askara. Mereka bilang itu semua karena aku terlalu banyak menuntut, terlalu banyak minta... jadi Niko terpaksa korupsi. Mereka bilang semua salahku."

Naren mengernyit, ekspresi wajahnya sulit disembunyikan. "Itu... keterlaluan, Rania."

Rania menarik napas dalam - dalam. "Yang paling gila.. aku hampir setuju. Aku hampir iyain semua, karena aku pikir... semua demi Ibra, anakku... aku bisa terima semua."

"Hampir?"

"Ya. Sampai ibu mertuaku dapat telepon dari perempuan itu. Dari mantan istri suamiku. Mereka ketawa - ketawa, ngobrol manis... seolah aku ini cuma pengganggu."

Naren menunduk, lalu berkata pelan, "Kamu terlalu baik buat mereka."

"Bukan baik," potong Rania cepat. "Bodoh. Aku bodoh. Tapi malam ini... cukup."

Naren menatapnya, dan saat itu matanya tidak berisi kasihan. Hanya pengertian. Rania sadar, ia sedang bicara pada orang yang tidak punya kepentingan apa - apa padanya. Dan itu yang aneh, Rania merasa lebih nyaman bicara pada orang asing dibanding pada Kakak - Kakaknya, Ibunya... apalagi suaminya sendiri.

"Maaf... aku terlalu banyak ngomong. Gak seharusnya aku menceritakan ini pada orang yang baru aku kenal."

Naren tersenyum. "Nggak apa - apa... aku bisa menjadi pendengar yang baik, meskipun mungkin aku nggak bisa ngasih solusi apa - apa."

Rania menatap langit - langit parkiran di atas. Udara dingin menyusup ke balik kemejanya.

****

Suara langkah - langkah berat dari roda kendaraan terdengar memantul di dinding parkiran basement. Mobil hitam mewah itu melaju perlahan, diapit dua kendaraan lain yang membentuk rombongan. Platnya tak biasa. Sopir berjas duduk tegak di balik kemudi, sesekali melirik spion tengah.

Di kursi belakang, Askara bersandar tanpa suara. Matanya tertuju pada dua sosok di sisi kanan mobil. Seorang perempuan duduk bersimpuh di lantai parkiran, dengan seorang pria yang mendampinginya. Dari sorot matanya yang tajam namun diam, jelas siapa perempuan itu.

Rania.

Sapu tangan masih berada di tangannya, digunakan untuk menyeka sisa air mata yang belum sepenuhnya reda. Rambutnya sedikit berantakan. Bahunya naik - turun, menandakan bahwa tangis belum sepenuhnya usai meski suara isaknya telah tenggelam. Pria di sampingnya... Naren, Askara sangat mengenalnya... terlihat menjaga jarak namun siaga, seperti seseorang yang berdiri di sisi jurang dan tak tahu harus menarik atau melepaskan.

Sopir Askara berdehem kecil. Suaranya pelan namun jelas di ruang sunyi mobil yang ber-AC.

"Apa saya harus turun dan menolong Nona itu lagi?" tanyanya, sambil menatap Askara melalui spion tengah.

Askara menggeleng perlahan. "Tidak usah." Namun tatapannya tak beranjak dari Rania. Sesuatu dalam dirinya menolak untuk berpaling. Ia tak tahu kenapa. Ia hanya perlu melihat. Perlu memastikan bahwa perempuan itu masih bisa menangis. Masih hidup. Masih mampu bertahan, walau di titik terendah.

Sopir itu menoleh sejenak ke arah luar kaca, lalu kembali berbicara dengan nada ragu.

"Kalau boleh jujur, Tuan... sebelum saya tahu Nona itu sudah menikah, saya sempat berpikir, mungkin dia jodoh Tuan."

Askara tidak menjawab. Hanya diam. Tapi detak jantungnya tiba - tiba menjadi tak teratur.

Sopir itu melanjutkan, "Karena entah kenapa, setiap kali Nona itu dalam kesulitan, Tuan selalu muncul. Waktu mobilnya mogok di tepi jalan tol, Tuan yang pertama berhenti. Di rest area, waktu Nona Rania menangis sendirian di minimarket, Tuan juga yang melihatnya. Dan sekarang... " matanya mengarah ke kanan melihat Rania, "... Nona Rania ada di situ. Menangis. Dan Tuan melihatnya lagi."

Askara masih diam. Matanya menajam, menahan sesuatu yang tak ia mengerti,

"Tuan percaya pada kebetulan?" tanya sopir itu pelan, tak berharap jawaban.

Askara mengalihkan pandangannya, akhirnya. Bukan karena ia tidak ingin melihat Rania lagi. Tapi karena terlalu lama menatapnya terasa seperti membuka ruang yang selama ini ia tutup rapat.

"Jalan," Titah Askara datar pada sopirnya.

Mobil pun perlahan kembali bergerak, meninggalkan dua sosok yang masih duduk lantai parkiran. Tapi detak jantung Askara belum juga kembali normal. Kata 'jodoh' yang dilempar sopirnya masih menempel seperti gema - pelan, tapi mengusik.

Entah kenapa, setelah tangisnya perlahan surut, Rania merasa... dilihat. Bukan oleh Naren yang duduk di sampingnya, karena Naren sudah diam sejak tadi. Tapi ada sesuatu... semacam getaran samar di udara. Tatapan asing yang tak menyentuh kulit, tapi terasa di tulang belakang.

Ia mengangkat wajah perlahan, menoleh ke sekeliling parkiran. Sunyi. Lampu - lampu mobil menyala redup, sebagian mulai bergerak meninggalkan basement. Salah satu mobil hitam yang melintas pelan membuat matanya sempat terpaku, tapi kaca filmnya terlalu gelap untuk melihat siapa pun di dalam.

Rania menarik napas pendek. Mungkin hanya perasaannya saja.

(Bersambung)...

1
aku
emezing dokter brian 👏👏
Mundri Astuti
next thor
Mundri Astuti
tuh kan ...kasian Rania lukanya dalem banget...
jadi korban org disekelilingnya yg egois
Lily and Rose: Bener Kak 😭
total 1 replies
Jumiah
aneh mn ad rmh sakit di bayar sma kalung ,
walau pun kalung berlian ,dasar gelo...
Lily and Rose: Hehehe… buat jaminan saja Kak, berhubung Niko dan keluarganya sudah gak punya uang sementara Bapaknya butuh pertolongan cepat 😆
total 1 replies
chiara azmi fauziah
kan kan kehilangan semuanya rania kamu harus bahagia harus
Mundri Astuti
biar rasa pada, demen banget manfaatin org seh, palagi perempuan malang kaya Rania, di keluarganya ngga dianggap ...
Jumiah
seharusx rania jangan kirim banyak2 jd salah sangkan ,keenakan adikmu poya2
Jumiah
iy rania buka lembaran baru
rugi klo kmu ,patah hati ...
patah tumbuh hilang bergati
yg lebih baik banyak di luar sna ...
biar tau rasa lelaki bodoh yg ,
sdh mendustai mu...
liat kmu bahagia dan sukses..
Lily and Rose: Halooo.... terima kasih sudah komen dan dukungannya untuk novel Rania ya /Heart//Heart//Heart/.. semoga suka dengan episode-episode selanjutnya, jangan lupa like, vote, saran, dan kritiknya ya... terima kasih /Pray//Kiss/
total 1 replies
Mundri Astuti
jangan ketemuin Rania dan aksara Thor....

biar askara belajar menghargai seorang wanita...dah tau Rania ngga punya siapa", tdk dianggap mertua dan suaminya, diselingkuhi lagi...ni malah menambah luka...
Lily and Rose: Bener sih, Askara emang tega banget /Sob//Sob//Sob/
total 1 replies
Jumiah
pergi yg jauh rania ,bangit jadikan itu ..
monipasi untuk maju ,biarkan berlalu
jangan jd kn untuk penghalang untuk maju .
buktikan kesuksesan walau tampa mereka ..jangan putus asa ...
klo cari pasangan ,selexi dulu sebelum.
rania berikan hati..jangan patah hati rugi...
masih banyak yg lebih baik dri sebelum x
Lily and Rose: Setuju Kak, semoga Rania mendapat kebahagiannya ya Kak... kasihan udah terlalu banyak menderita dia /Sob/
total 1 replies
Heny
Aqu suka alur nya smg Rania bahagia
Lily and Rose: Kakak... terima kasih untuk dukungannya yaaaa /Kiss//Kiss//Kiss//Kiss/
total 1 replies
Heny
Rania sdh tau tuan Baskara km hanya nemanfaatkan nya
Emi Susanti Ahf
sedihnya ya tuhan...😢😢
Lily and Rose: Kisah Rania emang bikin sedih ya Kak /Sob/, semoga Rania bisa mendapatkan kebahagiannya ya nanti. Terima kasih untuk komen dan dukungannya ya Kak. Jangan lupa vote, like, komen di episode-episode selanjutnya /Heart/
total 1 replies
Mundri Astuti
buka lembaran baru Rania...carilah kebahagiaanmu sendiri....bahagiakan dirimu dan keluargamu saja...

next thor
Lily and Rose: Semoga Rania bisa mendapat kebahagiannya ya /Heart/... terima kasih untuk komen dan dukungannya Kak /Kiss/, jangan lupa vote, like, dan komen di episode-episode selanjutnya ya... /Heart/
total 1 replies
Halimatus Syadiah
lanjut nya jangan lama lama ya. sekalian ditambah bannya. makin penasaran
Lily and Rose: Siap Kakak.... /Heart//Heart//Heart/
total 1 replies
chiara azmi fauziah
kasihan rania di manfaatkan pergi yg jauh rania buktikan kamu bisa walaupun tidak dukungan dr pihak mertua dan keluarga sendiri bukti dengan kesuksesan mu rania aku jd sedih bacanya
Lily and Rose: Sedih banget Kak kisah Rania ini /Sob/, semoga Rania bisa mendapatkan kebahagiaannya ya...
total 1 replies
Aether
yah begitulah
Aether
fufuuu syudah tyelat
Novita Sr
salah siapa murahan banget sih kamu Rania .. akhirnya sakit hati lagii kan
Lily and Rose: Siap Kak, Rania nya salah langkah ya /Sob//Sob//Sob//Sob/
total 1 replies
Jumiah
setiap kebusukan akan kecium bau x ..
secepat x rania mencium x .dan pergi sejauh mungkin ,dan menemukan orang tulus ingin bersamamu mu rania
dan setia siap menjadi frisai mu..rania..
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!