NovelToon NovelToon
JATUH KEPELUKAN SANG PANGERAN

JATUH KEPELUKAN SANG PANGERAN

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Berbaikan / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:204
Nilai: 5
Nama Author: Sarah Siti

JATUH KEPELUKAN SANG PANGERAN

Zhao, putri bangsawan yang terkenal cantik dan keras kepala, kembali membuat kehebohan di kediaman keluarganya. Kali ini, bukan karena pesta atau keributan istana… tapi karena satu hal yang paling ia hindari seumur hidup: perjodohan!

Dirinya dijodohkan dengan Pangeran Wang pangeran kerajaan yang dikenal dingin, tegas, dan katanya... kejam?! Zhao langsung mencari cara kabur, apalagi hatinya telah tertambat pada sosok pria misterius (pangeran yu) yang ia temui di pasar. Tapi semua rencana kacau saat ia malah jatuh secara harfia ke pelukan sang pangeran yang tak pernah ia pilih.

Ketegangan, kekonyolan, dan adu mulut menjadi awal dari kisah mereka. Tapi akankah hubungan cinta-benci ini berubah jadi sesuatu yang lebih hangat dari sekadar perjodohan paksa?

Kisah cinta kerajaan dibalut drama komedi yang manis, dramatis lucu, tegang dan bikin gemas!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sarah Siti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

LANGKAH TANPA PELUKAN

Angin malam yang berembus dari sela jendela membuat tirai kamar Zhao menari lembut. Tapi tak ada keindahan dalam hatinya malam itu.

Zhao duduk di tepi ranjangnya, memeluk lutut, matanya menatap kosong ke arah lantai. Sejak pagi tadi Pangeran Yu dibawa oleh utusan dari Kaisar, tak ada kabar apa pun yang datang, bahkan dari Meilan.

“Kenapa belum ada kabar... Apakah Pangeran Yu langsung dihukum? Atau… sudah diasingkan?” gumamnya cemas. “Astaga… jangan-jangan Pangeran Wang belum menemui Kaisar? Ataukah ia terlambat?”

Ia bangkit, mulai mondar-mandir di ruangan seperti kelinci yang kehilangan arah. Wajahnya penuh gelisah, bibirnya terus saja komat-kamit.

“Apa aku harus tanya ke Pangeran Wang? Tapi... bagaimana kalau dia tersinggung? Atau malah memarahiku sebelum aku sempat bertanya... atau jangan-jangan dia juga sedang kena masalah?” katanya sambil menggigit ibu jarinya sendiri.

Zhao terus saja berbicara sendiri, bahkan tak menyadari ada seseorang yang sejak tadi berdiri di belakangnya.

TAK!

Sebuah jitakan mendarat ringan di kepalanya.

“Awww!” Zhao reflek menoleh. “Sejak kapan kau berdiri di situ?!”

Pangeran Wang menatapnya dingin tapi tenang. “Apa yang sedang kau pikirkan, sampai tak menyadari kehadiran suamimu sendiri?”

Zhao mengedip cepat, lalu langsung mendekat dengan semangat. “Ah, kebetulan sekali! Kau tahu kan, tadi aku lihat Pangeran Yu dibawa oleh utusan Kaisar!”

Wajah Pangeran Wang tampak tenang, terlalu tenang. Ia hanya menyipitkan mata, tak menjawab satu kata pun.

Zhao mencubit ujung bajunya. “Aissss… hei, apa kau tidak khawatir sama sekali?!”

“Kenapa aku harus khawatir?” jawabnya datar.

Zhao menatapnya seolah ia baru mendengar hal paling tidak masuk akal. “Astaga! Itu utusan Kaisar, lho! Dan yang dibawa Pangeran Yu! Bagaimana mungkin kau masih bisa setenang ini?”

Pangeran Wang duduk di kursi rendah di dekat perapian. “Karena dia bisa mengurus dirinya sendiri.”

Zhao menatapnya curiga. “Atau jangan-jangan… kau belum sempat menyampaikan bukti-bukti itu ke Kaisar?”

“Aku sudah menyampaikannya,” jawabnya pendek.

Zhao mendekat, menatap wajah suaminya penuh harap. “Lalu… bagaimana tanggapan Kaisar?”

“Biasa saja.”

Zhao menjatuhkan diri ke ranjang seperti kain lap basah. “Astaga… itu artinya Kaisar tidak mendengarkanmu! Rumor itu pasti sudah menutup telinganya!”

Melihat ekspresinya yang begitu dramatis, Pangeran Wang tak bisa menahan senyum kecil. Di saat semua orang di istana sedang memijak di atas bara, Zhao justru seperti angin segar aneh, tapi menghibur.

“Mungkin saja,” ujarnya ringan. “Tinggal kita tunggu saja besok pagi, apa yang akan terjadi.”

Ia mengambil buku dari meja kecil dan membukanya santai, seolah tak ada yang perlu dikhawatirkan. Sementara Zhao masih berguling di ranjang dengan wajah putus asa tapi entah kenapa, tetap saja terlihat lucu.

Pangeran Wang menatapnya sekilas dari balik buku, senyum tipisnya masih tertinggal di sudut bibir.

---

Flashback — Istana Kaisar

Pangeran Wang melangkah masuk ke ruang pertemuan pribadi Kaisar, langkahnya tenang namun tegas. Di hadapan ayahnya, ia menjelaskan segalanya dengan detail rumor keji yang menyeret nama Pangeran Yu, bukti-bukti yang berhasil dikumpulkan, dan bagaimana semuanya tidak masuk akal jika ditelaah lebih dalam.

Kaisar duduk diam, mendengarkan. Tak banyak kata yang ia ucapkan, hanya anggukan dan tatapan dalam yang tak bisa ditebak. Tapi Pangeran Wang tahu, ayahnya mendengar.

“Jika diperkenankan,” ucap Wang, nada suaranya tetap rendah namun tegas, “aku mengusulkan agar pernikahan antara Pangeran Yu dan Nona Hwa Jin dipercepat. Itu akan menghentikan rumor, menstabilkan keadaan, dan menunjukkan bahwa istana tidak terpengaruh oleh bisikan-bisikan busuk.”

Kaisar menatap putranya lama. Ada sekilas keraguan di matanya, namun juga pengertian. Ia tahu, Pangeran Wang bukan tipe yang berbicara sembarangan.

Pangeran Wang mengenal ayahnya lebih dari siapa pun. Kaisar memang adil pada keempat putranya, tapi hatinya selalu condong pada Wang anak sulung, pewaris masa depan, dan pilar yang selalu ia andalkan untuk kerajaan ini.

Kembali ke masa sekarang.

Pangeran Wang berdiri di depan jendela, menatap malam yang perlahan surut. Bayangan Zhao masih ada dalam kepalanya wajah cemas, gerak-gerik gelisah, dan semua gumaman anehnya. Ia tersenyum samar.

"Aku sudah menduganya... Ayah pasti akan memilih jalan itu. Tapi... apakah Zhao akan menerimanya?" gumamnya dalam hati, memandangi langit yang mulai berpendar terang.

---

Keesokan harinya.

Pagi baru menyapa, tapi kegelisahan Zhao tak kunjung reda. Dengan langkah cepat, ia menuju kediaman Pangeran Yu. Ia harus memastikan sendiri apa yang sebenarnya terjadi.

Namun sesampainya di sana, Zhao justru tertegun. Bukannya menemukan suasana muram atau penjagaan ketat, ia malah melihat para pelayan sibuk mondar-mandir, membawa kain-kain indah dan kotak perhiasan. Bau harum dupa bercampur aroma bunga segar menguar dari segala penjuru.

Zhao berdiri mematung.

"Ini... bukan suasana hukuman... tapi lebih mirip persiapan pesta?" gumamnya lirih.

Tak lama, Meilan dan Pangeran Jaemin muncul dari arah lorong utama.

"Nonaaaa! Akhirnya aku menemukanmu juga!" seru Meilan lega.

Zhao masih melirik ke sekeliling dengan penuh tanda tanya. "Meilan... kau lihat, ini aneh kan? Kenapa tempat ini malah seperti akan menggelar pesta? Apa aku salah datang?"

Meilan mengangguk pelan. “Bukan salah tempat, Nona... memang akan ada pesta.”

"Ya! Pesta pernikahan!" sahut Pangeran Jaemin dengan ekspresi polos seperti biasa.

Zhao dan Meilan serempak berseru, "Pernikahan?!"

Pangeran Jaemin mengangguk mantap. “Ya, besok adalah hari pernikahan Kakak Yu.”

Zhao terbelalak. "Maksudmu... pernikahan dengan Nona Hwa Jin?"

"Benar sekali."

"T-tapi... bukankah rencananya masih seminggu lagi?" suara Zhao meninggi.

Jaemin mengangkat bahu. “Entahlah. Tapi kemarin, saat aku dengar Kakak Yu dibawa oleh utusan Kaisar, aku langsung menyelinap untuk mencari tahu. Sambil pura-pura memberi hormat pada Ayah, aku intip dari samping. Ternyata... bukan hukuman, tapi titah langsung dari Kaisar untuk mempercepat pernikahan.”

Zhao menghela napas panjang. “Jadi... Pangeran Wang memang benar-benar sudah menyampaikannya pada Kaisar...”

Meilan menatapnya cemas. “Apa Nona baik-baik saja?”

Zhao menatap kosong sejenak, sebelum akhirnya tersenyum samar. “Entahlah. Seharusnya hatiku merasa aneh… atau berat. Tapi nyatanya… hatiku malah tenang.”

“Hmmm… mungkin hati Nona sudah mulai terbiasa,” gumam Meilan bijak.

Zhao tak menjawab. Ia memegangi dadanya, memastikan apa perasaannya benar-benar sudah berubah?

“Kalau dipikir-pikir, aku tak bisa membayangkan Kakak Yu yang kalem dan diam menikah dengan Nona Hwa Jin yang... yah, sama-sama kalemnya. Apa pernikahan mereka nanti akan sesepi kolam istana ya?” ujar Pangeran Jaemin polos.

Meilan langsung terkekeh, “Tidak seperti hubungan serigala dingin dan kelinci cerewet, ya.”

Pangeran Jaemin tertawa keras. Zhao menoleh tajam dengan ekspresi sebal. “Hiburan macam apa ini?” gerutunya sambil berbalik dan pergi.

Meilan buru-buru mengekor di belakangnya, berusaha menahan tawa.

Sementara Pangeran Jaemin masih tertawa sendirian di halaman, Zhao terus berjalan dengan langkah cepat.

“Dia selalu saja mempermainkanku… Pangeran Wang, awas kau ya!” gumamnya kesal.

---

Di dalam kediaman Pangeran Yu.

Berbeda dari hiruk pikuk persiapan di luar, Pangeran Yu justru duduk diam di ruang kerjanya. Bukan pesta, bukan pakaian pengantin yang memenuhi pikirannya. Tapi... percakapannya dengan Kaisar semalam.

Flash back

Setelah Kaisar memberikan titah langsung untuk mempercepat pernikahan Pangeran Yu, keduanya berbincang secara pribadi di ruang dalam.

Kaisar berdiri di dekat jendela terbuka, pandangannya jauh ke langit.

“Pangeran Yu,” ucapnya tenang, “kau tahu… aku tidak melakukan ini semata karena mendengarkan kakakmu.”

Pangeran Yu menunduk hormat. “Aku mengerti, Ayah.”

Kaisar berbalik menghadapnya. “Aku melakukannya… demi kekuatanmu sendiri. Keluarga Hwa Jin memiliki pengaruh besar, tak kalah dari keluarga Zhao. Dukungan mereka akan menjadi pelindung bagimu.”

“Kekuatan untukku?” tanya Pangeran Yu, bingung. “Untuk apa, Ayah?”

Kaisar terdiam sejenak sebelum akhirnya berkata, “Akan kuceritakan ini hanya padamu, sebagai putraku.”

Ia menarik napas dalam.

“Aku selalu mempercayai Pangeran Wang. Bukan hanya karena dia putra sulungku, tapi karena dia kesatria negeri ini. Aku menyayangi semua putraku... tapi Pangeran Wang selalu tahu lebih banyak tentang negara ini, tentang istana ini, bahkan… tentang kalian semua.”

Pangeran Yu menatap ayahnya penuh perhatian.

“Aku tahu dia peduli padamu lebih dari yang kau sadari. Karena itu, aku ingin kau mendukungnya sepenuh hatimu. Jangan menjadi beban dalam jalannya… tapi jadilah kekuatan yang melindunginya dari bayang-bayang istana ini.”

Kaisar menatap jauh.

“Aku tidak akan membiarkan kursi mahkota kosong lebih lama lagi,” ucapnya pelan namun tajam. “Walau mungkin... akan ada yang menentangnya. Dari dewan... atau dari keluarga sendiri.”

Tatapan Kaisar kembali ke Yu.

“Dan aku yakin… kau tahu siapa kandidat yang kumaksud.”

Pangeran Yu mengangguk perlahan.

“Dia mempercayaimu, Yu. Maka aku harap, kau bisa mengendalikan perasaanmu. Jangan biarkan hal-hal kecil yang membuatnya tersinggung… dan fokuslah untuk membantunya, dengan kekuatanmu… dengan seluruh kemampuanmu.”

Pangeran Yu menarik napas perlahan. Tak menjawab karena tak tahu apa yang bisa dikatakan.

Kemudian, Kaisar menepuk bahunya dan berkata,

“Dia akan berangkat ke perbatasan. Ada masalah yang harus diselesaikan di sana.”

Pangeran Yu terkejut. “Pangeran Wang akan… pergi?”

“Ya,” jawab Kaisar.

“Tapi… bukankah dia…” suara Pangeran Yu menggantung, sedikit bergetar. “dia tidak akan di sini saat aku menikah?”

Kaisar menghela napas.

“Dia harus menyelesaikan tanggung jawabnya. Dan kau… akan menyelesaikan milikmu di sini. Kau tetap tinggal di istana, Pangeran Yu. Karena mulai besok… aku ingin kau menjaga banyak hal. Termasuk menjaga keluarga ini tetap utuh.”

---

Kembali ke masa sekarang

Pangeran Yu berdiri di ruang kerjanya, jubahnya tak berubah dari tadi pagi.

Tatapannya kosong menembus jendela besar yang terbuka lebar. Cahaya matahari menyinari bagian wajahnya.

“Jadi... hari ini... Kakak Wang akan pergi,” gumamnya pelan.

Sementara itu, di kediaman Pangeran Wang dan Zhao...

Pangeran Wang sedang bersiap. Ia mengenakan pakaian tempur khas seorang pangeran jubah gelap berlapis pelindung kulit ringan, lambang kerajaan di dada, dan ikat pinggang emas yang menandai statusnya. Wajahnya tenang seperti biasa, tapi sorot matanya menunjukkan kesungguhan.

Pintu kamar terbuka perlahan. Zhao masuk, semula dengan niat ingin memarahi suaminya karena telah mempermainkannya soal kabar Pangeran Yu. Namun langkahnya terhenti begitu melihat sosok Wang berdiri tegap dalam balutan busana perangnya.

Zhao menatapnya dalam diam, lalu perlahan mendekat.

“…Kau akan pergi?” tanyanya lirih.

Pangeran Wang mengangguk pelan. “Ada masalah di perbatasan. Aku harus ke sana.”

Zhao menatap matanya, mencoba menyembunyikan rasa tak nyaman yang mulai muncul di dada. “Tapi… bukankah besok hari pernikahan adikmu?”

“Kaisar sudah tahu aku pergi. Jadi kupikir takkan ada masalah,” jawab Wang, suaranya tetap tenang, meski matanya mencuri-curi ekspresi di wajah Zhao.

“…Berapa lama?” tanya Zhao cepat, singkat, tapi suaranya mengandung luka.

“Entahlah,” ucap Wang pelan. Ia sendiri tak yakin dan itulah yang membuat jawabannya terasa semakin berat.

Zhao menunduk. “Kenapa ini sakit sekali... bahkan lebih sakit dari kenyataan bahwa besok Pangeran Yu akan menikah...” batinnya.

Setelah diam sesaat, ia mendongak dan bertanya dengan suara nyaris tak terdengar, “Lalu… aku?”

Pangeran Wang tertegun. Ia menatap wajah istrinya, lalu untuk pertama kalinya di hadapan Zhao saat sadar tangannya terulur mengibaskan helaian rambut yang jatuh di dahi Zhao.

“Saat semuanya selesai… aku akan kembali,” ucapnya tenang, namun lembut.

“Tapi kita belum sempat memberi hormat pada Kaisar dan Ratu… setelah kita menikah…” ucap Zhao lirih, suaranya nyaris bergetar.

Pangeran Wang menarik napas pelan. “Aku janji akan kembali,” katanya, berusaha menghibur. Tapi tak ada pelukan, tak ada sentuhan lagi. Hanya janji... yang menggantung di udara.

Zhao mengangguk kecil. Wajahnya sedih, tapi tetap mencoba tegar.

Pangeran Wang menatapnya sekali lagi, seolah ingin menghafal setiap detail wajah istrinya. Lalu, tanpa berkata apa pun lagi, ia berbalik dan melangkah pergi.

Zhao menatap punggungnya yang semakin menjauh.

Tangannya menggenggam dada, mencoba menahan denyut yang aneh itu. Matanya berkaca-kaca.

“Perasaan apa ini…? Kenapa rasanya sesakit ini? Kenapa terasa seperti cinta sepihak… lagi… tapi pada orang yang berbeda?” gumamnya dalam hati.

Meilan datang dari balik pintu, menggenggam lengan Zhao perlahan, menyadari gejolak dalam hati nyonya muda yang selalu tampak ceria itu.

---

Di gerbang istana.

Pangeran Wang sudah berdiri di samping kudanya, siap berangkat bersama para pengawal. Angin pagi mengibarkan jubahnya saat langkah Pangeran Yu mendekat dengan cepat.

“Kakak!” seru Yu. “Kau benar-benar pergi? Besok… aku menikah.”

Pangeran Wang menoleh, wajahnya tetap tenang. “Ini tugasku. Aku harus pergi.”

“Dan kali ini… kau tidak membawaku?”

Wang menatap adiknya dan menggeleng pelan. “Kau harus menyelesaikan urusanmu di istana. Aku percaya padamu.”

Yu menunduk sejenak, sebelum akhirnya berkata pelan, “Lalu... Zhao?”

Pangeran Wang terdiam beberapa detik. Napasnya dalam. Matanya menatap lurus ke arah gerbang.

“Aku takkan memintamu untuk melindunginya. Tapi… awasi Pangeran Chun.”

Nada suaranya berubah dingin dan tegas.

“Ancaman terakhirku mungkin cukup untuk menahan Nona Lee dari mencelakai Zhao. Tapi tidak untuk Pangeran Chun. Aku melihat sesuatu di matanya… ambisi. Dan rasa ingin memiliki. Jangan beri dia celah sedikit pun untuk mendekati Zhao.”

“Pangeran Chun…” gumam Yu, wajahnya berubah serius.

Pangeran Wang menarik tali kekangnya dan menaiki kudanya.

Ia melirik adiknya untuk terakhir kali. “ jaga istana dengan baik.”

Tanpa menunggu balasan, Pangeran Wang memacu kudanya perlahan keluar dari gerbang, meninggalkan istana yang penuh tanda tanya dan meninggalkan perasaan yang belum sempat disuarakan.

Pangeran Yu berdiri mematung, menatap kepergian kakaknya dengan hati yang tak tenang.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!