NovelToon NovelToon
"Perpindahan Jiwa" Mafia Queen X Gadis Cupu

"Perpindahan Jiwa" Mafia Queen X Gadis Cupu

Status: sedang berlangsung
Genre:Mafia / Reinkarnasi
Popularitas:2k
Nilai: 5
Nama Author: PrinsesAna

Kisah menakjubkan tentang perpindahan Jiwa seorang Ratu Mafia ke dalam Tubuh seorang Gadis Cupu yang diabaikan dan direndahkan oleh keluarganya.
Gadis Cupu itu terus-menerus dianggap tidak berarti oleh keluarganya.

Namun semua hinaan dan pandangan meremehkan itu tak pernah mampu mematahkan semangat nya.

Penuh Drama yang menegangkan, mari ikuti Perjalanan Hidup Mafia Queen X Gadis Cupu!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon PrinsesAna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

13

Selepas insiden di kantin, Ara memutuskan pergi ke toilet. Teman-teman Ara yang memerhatikannya pun melanjutkan langkah menuju kelas.

Usai dari toilet, Ara memutuskan mengunjungi rooftop untuk menenangkan pikiran serta mempertimbangkan langkah selanjutnya. Ia duduk di sofa, memejamkan mata dan merasakan hembusan angin yang menyapu wajahnya.

Tanpa disadari Ara, ada seorang pemuda yang kebetulan juga sedang bolos. Pemuda itu memperhatikan Ara dalam diam, terpikat oleh wajah cantiknya.

Ara tiba-tiba sadar ada yang memandanginya. "Ngapain lo liatin gue," ucapnya sambil membuka mata.

Pemuda itu segera mendekat, lalu duduk di sebelah Ara. Meski begitu, Ara tetap memejamkan mata tanpa terganggu sedikit pun.

"Kita ketemu lagi. Thanks ya soal kemarin, lo udah nolongin gue," kata pemuda itu seraya menghadap ke arah Ara. Ternyata, pemuda itu adalah Gio, ketua geng Bruiser yang pernah dibantu oleh Ara.

"Sama-sama," jawab Ara singkat sambil membuka mata. Ia kemudian menoleh ke arah Gio, hingga pandangan mereka bertemu.

Deg-degan tak terhindarkan. Jantung keduanya berdegup kencang. Ara buru-buru mengalihkan tatapannya, memilih menatap ke depan untuk menenangkan diri. Gio pun lakukan hal yang sama, merasa detak jantungnya makin tidak keruan.

"Shit, ini gue kenapa? Sakit jantung apa gimana ya?" pikir Gio sambil memegang dadanya.

"Gue curiga nih, si Ara punya gangguan jantung," batin Ara mencoba mencari alasan atas detak jantungnya yang tidak biasa.

Gio akhirnya membuka percakapan lagi. "Kemarin kita belum sempat kenalan. Kenalin, gue Gio," katanya dengan sopan sambil mengulurkan tangan.

Ara sedikit tersenyum kecil. "Hmm, gue rasa lo udah tau nama gue," balasnya singkat tanpa menyambut jabatan tangan Gio.

Gio tertegun sejenak lalu menarik kembali tangannya yang tak terbalas. Mereka pun diam, tenggelam dalam pikiran masing-masing, bagai dua pribadi dengan dinding hati yang sulit ditembus.

Tak lama, suara bel pergantian pelajaran berbunyi. Ara segera bangkit dari tempat duduk dan pergi meninggalkan rooftop begitu saja, meninggalkan Gio sendirian.

Gio hanya bisa menatap punggung Ara yang menjauh dengan senyum tipis di wajahnya. "Lo cuma milik gue, Ra," gumamnya pelan sembari membayangkan wajah Ara.

Ara kembali ke kelas lalu duduk di samping Manda.

"Ara abis dari mana sih?" tanya Nabila yang duduk di belakang Ara. Manda dan Jessika pun mengangguk setuju ingin tahu jawabannya.

Sementara itu, Risa tampak tertidur pulas tanpa menyadari apapun yang terjadi.

Rooftopp hanya menjawab singkat dan mengangguk kepada tiga temannya. Tidak lama kemudian, guru masuk ke kelas dan mulai mengajar.

Skip ke akhir jam sekolah.

Hari ini Ara dan para sahabatnya sudah merencanakan untuk nongkrong di sebuah kafe yang direkomendasikan oleh Nabila. Katanya, tempatnya cantik dan makanannya enak.

Sesampainya di kafe, Ara bersama teman-temannya langsung memesan makanan dan minuman. Nabila dan Manda terlihat sangat antusias serta heboh. Dugaan Ara memang benar, Nabila akan mendapat teman yang mirip dengannya—sebelas dua belas.

Sementara yang lain sibuk berbincang, Ara sibuk dengan ponselnya, mengecek email yang baru saja dikirim oleh sekretarisnya.

"Eh, bukannya itu adik lo, Ra?" ucap Jessika kepada Ara. Ara mengangkat alis, bertanya singkat, "Apa?"

"Itu tuh, lo lihat deh, bukannya itu adik lo?" Tanya Jessika sambil menunjuk. Ara mengikuti arah tunjuk Jessika, dan ternyata benar, itu Vania. Penampilannya mencolok, mengenakan pakaian yang sangat kecil hingga memperlihatkan lekuk tubuhnya, persis seperti wanita yang kurang terhormat.

Ara terus memperhatikan Vania hingga akhirnya mata mereka saling bertemu sebentar. Tanpa ekspresi, Ara hanya menatap datar lalu kembali fokus pada ponselnya.

"Aduh, kok bisa sih ada Ara di sini? Gimana ini? Gue gak bisa tinggal diam. Gue harus ngelakuin sesuatu," pikir Vania dalam hati.

"Emm, Om, gimana kalau kita pergi aja dari sini? Aku gak nyaman di sini," ucap Vania dengan nada manjanya.

"Kenapa buru-buru, sayang? Belum puas nongkrong ya? Ya udah, ayo kita pergi," balas pria yang dipanggil om tersebut sambil merangkul pinggang Vania. Mereka pun berjalan keluar kafe.

"Jijik banget gue lihat adik lo, Ra! Mana temennya om-om lagi," ucap Jessika sambil menggelengkan kepala.

"Iya banget, gue gak nyangka penampilannya di sekolah sok polos, eh ternyata begini. Simpenan om-om! Duh jijik banget gue," timpal Manda dengan wajah penuh rasa tidak suka.

"Bodo amat. Dia bukan adik gue, cuma anak pungut," ujar Ara santai sambil menutup email dari sekretarisnya.

Tak lama, pesanan mereka datang.

Mereka menikmati makanan dengan tenang, sesekali bercanda dan tertawa melihat Nabila yang berebut makanan dengan Manda.

Setelah selesai makan, Ara memutuskan untuk pulang.

"Lo nanti jadi ke markas, Ra?" bisik Jessika kepada Ara, khawatir Manda mendengar.

"Hmm," jawab Ara singkat sambil berdeham.

Ara memang berencana pergi ke markas malam itu, sekaligus bertemu dengan teman-teman dan abangnya yang ada di sana.

"Dadah, Manda. Besok kita ketemu lagi!" teriak Nabila sebelum masuk ke mobilnya, melambaikan tangan kepada Manda yang masih berdiri di luar mobil.

"Bye-bye juga, Ila!" balas Manda sambil melambai tangan dengan semangat yang sama.

Sementara itu, Ara, Risa, dan Jessika hanya memutar mata malas melihat tingkah kedua gadis itu.

Akhirnya, setelah saling berpamitan, mereka semua kembali ke rumah masing-masing.

Sesampainya di rumah, Ara langsung menuju kamarnya untuk istirahat.

Sekitar pukul tujuh malam, Ara terbangun. Ia segera bersiap-siap untuk pergi ke markasnya.

Keadaan rumah begitu sepi; sepertinya keluarganya yang kerap ia sebut "keluarga bodoh" itu belum pulang. Bagi Ara, itu lebih baik—tidak perlu menghadapi drama yang tidak diinginkan.

Ara mengendarai motornya menuju markas mafia tempat ia terlibat. Perjalanan memakan waktu sekitar satu jam hingga akhirnya ia tiba di depan sebuah bangunan yang dari luar tampak seperti gedung lama tak terpakai. Namun di dalamnya, fasilitas mewah dan lengkap menghiasi seluruh ruangan.

Ara berhenti di depan gerbang besar yang dijaga oleh lima pria bertubuh kekar. Salah satu dari mereka menghentikan langkah Ara.

"Maaf, Nona. Ada keperluan apa datang ke sini?" tanya salah seorang penjaga dengan nada formal.

"Panggil Jessika, Risa, atau Nabila," jawab Ara dingin sembari menatap tajam penjaga itu.

Salah satu dari penjaga tersebut segera masuk ke dalam untuk memanggil nama-nama tersebut. Tak lama kemudian, Jessika dan Nabila muncul di depan gerbang.

"Biarin dia masuk. Dia temen gue," ujar Jessika dengan santai.

"Tapi, Nona, aturan di sini melarang sembarang orang masuk tanpa izin," balas salah satu penjaga dengan ragu-ragu.

"Tenang aja, gue yang tanggung jawab," ucap Jessika dengan yakin.

Setelah berpikir sejenak, penjaga itu akhirnya mengizinkan Ara masuk ke dalam.

Ara kemudian berjalan masuk bersama Jessika dan Nabila menuju markasnya.

Ketika sampai di dalam ruang utama, ternyata sudah ada Bang Darren dan Bang Kenzo beserta Alvaro, Elvino, Azka, serta Risa yang tengah tidur di sofa.

"Lo bawa siapa sih, Jes? Kan gak boleh sembarangan bawa orang," ucap Varo kepada Jessika sambil melirik Ara, yang berdiri dengan tatapan datar dan dinginnya.

"Ini orang yang kemarin gue bilang mau ketemu sama kita semua," jawab Jessika, lalu segera duduk diikuti oleh Ara.

"Jelasin," ujar Darren dengan pandangan tajam mengarah ke Ara.

Ara hanya membalas dengan tatapannya yang tetap datar.

"Gue bakal jelasin. Mungkin terdengar gak masuk akal, tapi ini beneran kejadian yang gue alami. Sebelum gue selesai cerita, tolong jangan potong pembicaraan gue," ucap Ara dengan nada datar dan tatapan dinginnya.

Entah kenapa, semua yang ada di situ hanya mengangguk tanpa banyak bicara, seolah merasakan aura berbeda dari Ara yang mengingatkan mereka pada Alea.

"Jadi begini…" Ara pun mulai menjelaskan segalanya kepada mereka, sama seperti yang sebelumnya ia ceritakan kepada Jessika, Nabila, dan Risa. Setelah selesai, ia menatap mereka yang terdiam dan berkata, "Terserah kalian mau percaya atau enggak, tapi kenyataannya gue ini Alea."

"Apa buktinya kalo lo bener Alea, sahabat kami?" tanya Azka, masih meragukan penjelasan Ara.

Ara tersenyum tipis. "Oke, kalau gitu gue bakal kasih bukti. Gue tau satu rahasia lo yang gak pernah lo kasih tau siapa pun. Mau gue bongkar sekarang di depan semuanya?" tantangnya sambil menyeringai ke arah Azka.

Azka sempat terlihat panik meskipun mencoba tetap tenang. "Apa sih? Coba aja."

"Oke... Lo tuh dulu pernah nyolong celana dalam Doraemon-nya Varo, trus habis lo pake malah lo buang. Terus, lo Varo… Gue inget banget waktu perang antar mafia dulu, lo sempet kebelet tapi gara-gara gak sempet ke toilet malah lo keluarin aja di celana."

Gue inget banget dulu lo takut banget sama rambutan. Pernah gue kasih rambutan, eh, lo malah teriak-teriak sampai hampir pingsan.

Terus buat lo, Bang Zo, gue juga inget waktu lo pernah nangis galau gara-gara tau cewek yang lo suka udah nikah. Hahaha.

Dan buat Darren, abang juga pernah gagal nikah karena cewek itu nggak bisa terima abang jadi mafia, kan? Ujar seseorang yang sengaja membongkar kisah lucu teman-temannya.

"Parah lo, Ka! Itu sempak gue lo buang, padahal baru gue beli dan belum dipakai sama sekali!" kata Varo kesal ke Azka.

"Apaan sih lo!" balas Azka sambil melempar bantal sofa ke Ara yang lagi ketawa bareng Jessika dan Nabila.

"Makanya dari awal gue udah bilang gue, tapi Alea malah nggak percaya," ujar Ara santai.

Darren yang mendengar langsung bangkit dari tempat duduknya, lalu menarik Ara ke dalam pelukannya.

"Kenapa baru sekarang kamu nemuin abang, hmm?" tanya Darren sambil memeluk erat Ara. Para teman mereka hanya bisa menyaksikan momen itu, karena tahu sebenarnya Alea lebih dekat sama Darren, meskipun kalau sama Kenzo juga akrab—tapi Kenzo lebih sering bikin sebal karena suka jahil.

"Maafin Lea, Bang. Lea takut nanti abang nggak percaya. Makanya Lea ketemu sama Nabila, Risa, Jessika dulu," jawab Ara akhirnya, membalas pelukan Darren. Pelukan hangat yang selama ini dirindukan Alea.

"Bang, gantian dong! Gue juga mau meluk adek gue," celetuk Kenzo dengan nada setengah protes. Akhirnya Darren melepaskan pelukannya dan mencium pipi Ara singkat.

"Lea nggak kangen sama abang?" tanya Kenzo penasaran sambil memandangi Ara.

"Pastinya kangen juga lah sama abang," balas Ara tersenyum, sebelum memeluk Kenzo. Setelah momen hangat itu, mereka semua pun mengobrol dan tertawa bersama-sama.

Sebenarnya, Alea nggak sekaku dan sedingin kelihatannya. Dia bisa kok tertawa lepas kalau bersama orang-orang terdekatnya.

1
Jeremiah Jade Bertos Baldon
ceritanya keren banget, thor! Aku jadi ketagihan!
Deyana: Makasih ya kak..
total 1 replies
♥Kat-Kit♥
Ceritanya dapet banget.
Deyana: thanks banget kak.
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!