Seorang dokter jenius dari satuan angkatan darat meninggal karena tanpa sengaja menginjak ranjau yang di pasang untuk musuh.
Tapi bukanya ke akhirat ia justru ke dunia lain dan menemukan takdirnya yang luar biasa.
ingin tau kelanjutannya ayo ikuti kisahnya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon inda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 12 perjalanan kedua
Li Xiaoran melangkah keluar dari gua batu tempat burung api legendaris itu pernah tersegel. Udara di luar terasa lebih segar, meski hawa panas samar masih menggantung di sekitarnya. Matahari mulai condong ke barat, menebar cahaya emas yang menembus pepohonan rimbun.
Di pundaknya tergantung tas kulit berisi ramuan, peta kuno, dan sebongkah batu merah menyala fragmen dari segel yang berhasil ia pecahkan. Batu itu masih menghangatkan telapak tangannya setiap kali ia memegangnya, seakan menjadi pengingat bahwa ia kini membawa dua entitas legendaris di ruang dimensia miliknya: seekor rubah berekor sembilan dan seekor burung api.
Di dalam ruang dimensia, suasana jauh dari kata damai.
“Aku bilang, jangan injak ekorku!” geram sang rubah, ekornya berkibar seperti kipas sutra.
“Kalau kau tidak tidur di dekat mangkuk apiku, aku juga tak akan menginjakmu!” balas burung api sambil mengepakkan sayapnya, membuat percikan api kecil beterbangan.
Li Xiaoran, yang mendengar percakapan itu di kepalanya, hanya menghela napas panjang.
“Kalian ini seperti anak-anak…” gumamnya.
“Anak-anak?!” seru keduanya bersamaan, lalu secara ironis kembali saling menyalahkan.
----
Perjalanan menuju Danau Abadi bukanlah rute mudah. Menurut peta, ia harus melewati Hutan Bayangan dan Jembatan Awan yang hanya muncul saat fajar. Namun, bahkan sebelum ia mencapai hutan itu, masalah datang.
Sore itu, di jalan tanah yang sepi, enam orang pria berbaju lusuh muncul dari balik semak. Masing-masing memegang golok atau pentungan. Pemimpin mereka, pria bertubuh besar dengan bekas luka di pipi, melangkah maju sambil menyeringai.
“Nona manis, jalan ini berbayar,” katanya. “Tinggalkan barang berharga, atau nyawamu yang jadi bayarannya.”
Li Xiaoran hanya diam, menatap mereka dengan wajah datar.
Salah satu perampok mengedip nakal. “Mungkin kau tak perlu bayar dengan barang. Wajah cantik seperti itu… ada cara lain.”
Itu kalimat terakhir yang ia ucapkan sebelum tubuhnya melayang ke udara dan menghantam batang pohon, pingsan seketika.
Gerakannya nyaris tak terlihat. Dalam waktu kurang dari sepuluh detik, Li Xiaoran sudah memukul jatuh tiga orang, menendang dua lainnya hingga terjerembap ke tanah, dan memutar pergelangan tangan sang pemimpin hingga pria itu berteriak kesakitan.
“Lain kali,” katanya dingin sambil melempar pria itu ke tanah, “jangan ganggu orang yang lewat… apalagi aku.” ujar Li Xiaoran
Di ruang dimensia, Ruan Tian terbahak.“Haha! Lihat itu, hanya beberapa jurus dan mereka semua tumbang!”
Yue Lan mengangguk setuju. “Sepertinya aku tidak perlu turun tangan. Tapi… kalau aku yang turun, jalan ini pasti jadi padang gosong.”
“Justru itu masalahnya,” sela Li Xiaoran sambil berjalan lagi. “Kalian jangan muncul kalau tidak perlu. Kalian ini seperti bendera perang, terlalu mencolok.”
"Kenapa rasanya sakit sekali, ya ampun sang nona terlalu banyak makan cabai" ujar Yue Lan dramatis
"Mangkanya jangan sembarang bicara padanya karena dia pasti punya jawaban yang membuat kau jungkir balik" ujar Ruan Tian
"Aku saja di bilang tidak menarik..." gumam Ruan Tian
...----------------...
Menjelang malam, mereka akhirnya tiba di tepi Hutan Bayangan. Dari kejauhan, kabut tipis berwarna kebiruan menutupi pohon-pohon tinggi. Di balik hutan itu, menurut peta, ada jalan menuju Danau Abadi tempat yang dikabarkan memiliki air yang bisa memperkuat energi spiritual. Namun legenda juga menyebutkan bahwa danau itu dijaga oleh makhluk yang tak pernah meninggalkan wilayahnya.
“Makhluk penjaga itu… kalau kabar yang kudengar benar, dia tidak akan senang melihatku.” Burung api mengerling.
Sang rubah mendengus. “Bukan hanya kau, aku juga. Kami punya… sejarah yang rumit dengannya.” tambah Ruan Tian
Li Xiaoran menatap lurus ke arah hutan. “Kalau begitu, ini akan menjadi perjalanan yang menarik.”
-----
Danau Abadi
Pagi itu, kabut tipis menyelimuti hutan bambu yang seakan tidak berujung. Suara air mengalir terdengar samar, namun setiap langkah yang diambil Li Xiaoran terasa seperti memasuki dunia lain. Ruan Tian berjalan di depan, sesekali melirik ke arah langit yang berwarna abu-abu pucat.
“Danau Abadi bukan sekadar danau. Ia berada di tengah labirin ilusi yang diciptakan Luo Yun sendiri,” jelas Ruan Tian. “Bahkan jika kau berjalan lurus, kau akan kembali ke titik awal, kecuali… kau bisa menembus pikirannya.”
“Pikirannya?” Xiaoran mengernyit.
“Ya. Ujian Luo Yun bukan kekuatan fisik, tapi hati dan pikiran yang tak tergoyahkan. Jika hatimu lemah, ilusi akan menelan mu selamanya.” jelas Ruan Tian
Mereka tiba di tepi hutan terakhir. Kabut semakin tebal, dan air di depannya memantulkan bayangan langit yang tidak wajar matahari dan bulan tampak bersinar bersamaan.
Saat kaki Xiaoran menginjak air, dunia di sekitarnya berubah.
Dalam Ilusi Luo Yun
Xiaoran berdiri di sebuah desa tua. Salju turun deras, dan di depannya berdiri seorang wanita paruh baya dengan senyum lembut sosok yang tak pernah benar-benar ia lihat di dunia nyata.
“Ibu…?” bisik Xiaoran, air matanya nyaris jatuh.
Wanita itu mengulurkan tangan. “Xiaoran, tinggallah di sini. Lupakan semua bebanmu. Lupakan semua pertarungan dan dendam. Di sini… kau hanya anakku.” ujar wanita itu
Hatinya bergetar. Begitu nyata, begitu hangat.
Tapi suara lain terdengar di telinganya suara Yue Lan yang lantang:
“Jika kau tinggal, dunia akan hancur. Ini ujian!”
Xiaoran memejamkan mata, menahan perih di dadanya. “Aku ingin… Tapi aku tak bisa. Karena tugasku lebih besar daripada kebahagiaan pribadiku.”
Salju mencair, desa menghilang, dan di hadapannya muncul seekor kura-kura raksasa dengan sisik biru kehijauan yang memantulkan kilat.
Luo Yun menatapnya dengan mata setenang lautan. “Banyak yang gagal, karena mereka memilih ilusi yang nyaman. Kau… menolak surga demi bumi.”
“Aku tidak akan membiarkan dunia ini jatuh hanya demi mimpiku sendiri,” jawab Xiaoran mantap.
Kilat menyambar, lalu wujud manusia Luo Yun muncul seorang pria muda berwajah teduh dengan jubah biru laut.
“Mulai hari ini, aku adalah perisaimu.” ujar Luo Yun
Dari telapak tangannya, ia menyerahkan sebuah cakram petir berukir naga, yang langsung menyatu di dada Xiaoran seperti pelindung roh.
"Terima kasih Gege" ujar Li Xiaoran
Dan tiba tiba Luo Yun menatap Li Xiaoran kaku dan shock
----
Sementara Ibu Kota – Istana Kekaisaran
Permaisuri membaca gulungan rahasia yang baru saja dibawa mata-mata istana. Di atasnya tertera simbol gabungan antara rubah, burung api, dan kura-kura.
“Dia sudah mendapatkan tiga dari lima…” bisiknya lalu tersenyum tulus
Pangeran Kedua menatap ibunya. “Itu berarti musuh juga mempercepat pergerakan mereka.”
Permaisuri menatap keluar jendela. “Ya. Dan jika mereka mendapatkan satu saja dari makhluk ilahi itu sebelum Xiaoran… keseimbangan dunia akan runtuh.”
"Lalu bagaimana ibu?" tanya pangeran kedua
"Lindungi dia tanpa dia tau...kau pasti mengerti bukan?" tanya permaisuri
"Ya ibu... Aku mohon pamit" ujar pangeran kedua lalu menghilang
Sedangkan permaisuri menatap langit dan berkata, "Kami akan melindungi mu Ratu, semoga kau mencapai semua tujuanmu" ujar permaisuri
-----
Markas Organisasi Hitam
Sosok bertopeng duduk sambil memainkan cincin emas di jarinya.
“Dia sudah melewati api dan ilusi. Menarik… Itu berarti ujian berikutnya akan jauh lebih berbahaya.”
Dari kegelapan, seorang pembunuh bayaran maju. “Ingin saya menghabisinya sebelum dia mendapat yang keempat?”
Tidak ada jawaban. Lalu suara dingin itu berkata,“Tidak. Biarkan dia semakin kuat. Saat puncaknya tiba… kita akan mengambil segalanya.” ujarnya sombong tanpa iya tau semua itu tidak akan mudah.
Ada yang tidak mereka tau jika Li Xiaoran bukan hanya gadis penjaga saja tapi seorang yang istimewa di alam langit
Di Dimensi Ruby
Ruan Tian, Yue Lan, dan Luo Yun berdiri melingkari Xiaoran. Ketiga makhluk itu kini menjadi cahaya yang menyatu di sekelilingnya, membentuk lingkar perlindungan.
“Saudara keempat kita, Bai He Naga Es dari Puncak Awan Abadi,” ujar Luo Yun. “Dia adalah yang paling sulit didekati… karena membenci manusia.”
Xiaoran menatap jauh, matanya berkilat. “Kalau begitu, kita akan membuatnya percaya. Tidak ada waktu lagi.”
Kabut es mulai berhembus, tanda perjalanan berikutnya akan membawa mereka ke wilayah paling berbahaya tempat di mana satu langkah salah berarti kematian.
Bersambung
semangat Xiaoran dan yang lain...
semangat kak author dan sehat selalu