Lanjutan If You Meet Me First dan prolog Joy and Jessica Stories.
Jordan O'Grady harus pensiun dini dari Manchester United akibat cidera berat yang dialaminya saat pertandingan final Liga Champions. Sulung dari Shane O'Grady dan Apsarini Neville itu akhirnya mengurus bisnis bir dan baja milik keluarga O'Grady. Saat Jordan berada di Cork Irlandia untuk membuat resort, dia menemukan seorang gadis yang tidak ingat siapa dirinya. Hanya Addie yang dia ingat dan Jordan memanggilnya Addie.
Tanpa Jordan tahu jika Addie adalah Adelaide McCarthy, seorang dokter dan putri pengusaha kapal tangker yang dibunuh oleh pesaing bisnisnya. Addie berhasil kabur namun dia mengalami amnesia. Demi melindungi Addie, Jordan pun menikahinya dan berusaha mengembalikan semua ingatannya hingga bisa memenjarakan pembunuh ayahnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hana Reeves, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Addie Tahu Rahasia Jordan
Addie menyiapkan makan malam bersama dengan Joy dan gadis itu baru tahu kalau Jordan alergi nanas.
"Apa langsung gatal-gatal?" tanya Addie.
Joy mengangguk. "Pokoknya Nanas itu kryptonite nya mas Jordan. Makan dikit saja meskipun itu selai, tetap habis itu bibirnya bengkak dan terasa gatal."
Addie mengernyitkan dahinya. "Padahal aku suka nanas."
"Maaf ya. Tidak boleh ada nanas disini," kekeh Joy.
"Bahkan sampai selai pun tidak bisa?" tanya Addie.
Joy menggelengkan kepalanya. "Nanas benar-benar kryptonite mas Jordan, bentuk apapun!"
"Oh, poor Jordan."
***
Jordan dan Neil mampir terlebih dahulu ke rumah Opanya untuk memberikan oleh-oleh dari Dublin yang sudah dipesan Tristan. Opanya memang suka daging grilled dari restauran halal di Dublin dan katanya yang di Manchester termasuk RR's Meals, rasanya kurang.
"Bagaimana Addie, J? Apakah sudah mulai ingat?" tanya Tristan sambil menikmati daging steak nya.
"Pelan-pelan Opa. Aku pulang dulu ya. Sudah ditunggu Addie dan Joy di rumah."
Tristan mengangguk. "Tadi Joy juga mampir membawakan susu buat Opa yang buat diabetes. Ada titipan dari Jessica juga."
Jordan mengangguk. "Opa sehat-sehat ya." Pria itu mencium pucuk kepala Tristan lalu keluar dari ruang makan tempat Opanya makan.
***
Apartment Jordan
"Aku pulang!" ucap Jordan saat masuk ke dalam penthousenya tapi selalu dibilang apartemen.
"Selamat datang," balas Addie sambil tersenyum. "Perjalanan aman-aman saja kan?"
"Alhamdulillah. Kamu tidak dijahili Joy kan?" tanya Jordan sambil memberikan paper bag berisikan kopi permintaan Addie.
Mata coklat Addie berbinar saat melihat isi tas yang diberikan suaminya. "Thank you Jordan. No, Joy manis kok."
Jordan mengangguk. "Yuk, makan. Aku sudah lapar." Pria itu menoleh ke arah Neil. "Kita makan Neil."
"Certainly, J."
Joy tersenyum saat melihat kakanya dan Neil datang. "Selamat datang. Cuci tangan dulu kalian berdua!"
Jordan tertawa kecil. "Kamu itu macam guru TK yang harus mengawasi muridnya," ucapnya sambil berjalan ke wastafel.
Neil tersenyum ke arah Joy. "Kapan datang Joy?"
"Empat hari lalu. Aku sibuk di London dan ternyata aku melewatkan sesuatu yang penting." Joy menatap tajam ke Jordan.
"Desperate times call for desperate measures," sahut Jordan sambil mengeringkan tangannya dengan tissue.
"Jangan mengutip quotes film Mission Impossible!" cebik Joy gemas. "Macam Tante Ajeng saja kalau sudah kepepet ketahuan sama Oom Bayu."
Jordan terbahak. "Tante Ajeng kan memang selalu begitu."
Note
Desperate times call for desperate measures atau Saat-saat putus asa memerlukan tindakan putus asa" adalah ungkapan yang berarti saat menghadapi situasi kritis, Anda mungkin perlu mengambil tindakan ekstrem atau tidak biasa yang biasanya tidak Anda pertimbangkan . Ungkapan ini menunjukkan bahwa keseriusan situasi membenarkan tindakan yang mungkin dianggap sembrono atau berbahaya. Frasa ini sering digunakan dalam situasi di mana tidak ada pilihan lain yang tersedia, dan kebutuhan untuk bertahan hidup atau sukses lebih besar daripada potensi risiko tindakan tersebut. ( Sumber Google ).
"Eh sudah. Ayo kita makan," ajak Addie karena tahu akan lama urusan tentang desperate.
***
"Jadi si Andrew ini mau investasi ke perusahaan kita karena tahu ada celah bisa ke Timur Tengah dan masuk menawarkan bisnis kapal tanker ke keluarga Emir kita?" ucap Joy sambil menikmati salad salmonnya.
"Yup," jawab Jordan yang duduk bersebelahan dengan Addie sementara Neil sebelah Joy.
"Apa dia tidak tahu bahwa kamu bukan pengusaha ecek-ecek?" tanya Joy gemas.
"Aku kan sengaja memasang wajah polos dan mudah dimanipulasi. Belajar dari Daddy dan Oom Jayde. Biarin saja dia mengira aku Nepo Baby, dan bisa dibohongi. Itu memang strategi aku." Jordan menoleh ke Addie. "Dan aku yakin, ayahmu tidak bunuh diri."
Addie terkesiap. "Benarkah? Daddy tidak bunuh diri?"
Jordan menggelengkan kepalanya. "Hanya saja, aku belum tahu siapa yang mendorong ayahmu. Apakah Andrew atau pengkhianat rekan bisnis ayahmu. Satu hal, Andrew McCarthy bekerjasama dengan pihak kompetitor. Aku belum tahu, apa yang dijual Andrew ke pihak kompetitor."
Addie menghela nafas panjang. "Semoga bukan desain Daddy."
Ketiga orang itu menatap horor ke Addie. "Apakah kamu ingat sesuatu?" tanya Joy semangat.
"Eh? Aku hanya sekelebat teringat. Apa ... Ingatanku mulai pulih?" Addie menatap bingung ke semua orang di meja makan.
"Bisa jadi sih ... Apa yang kamu ingat?" tanya Jordan.
"Hanya ... Daddy sedang menyelesaikan rancangan kapal terbaru yang lebih cepat dan tidak mencemari laut terlalu banyak," jawab Addie. "Hanya saja, aku tidak ingat seperti apa rancangannya."
Jordan menggenggam tangan Addie. "Kita akan segera mengetahuinya tapi semoga juga sambil tahu siapa yang membuat ayahmu tewas."
Addie mengangguk.
***
Jordan dan Addie memilih duduk di sofa ruang tengah untuk berdiskusi tentang Andrew McCarthy sementara Joy dan Neil bagian membersihkan dapur. Joy tahu kakaknya butuh berbicara serius tentang perusahaan istrinya. Konsultan keuangan itu sudah mencari tahu seberapa kayanya Albert McCarthy dan berapa nilai warisan milik Addie yang nilainya melebihi pabrik bir keluarganya.
"Kamu baik-baik saja?" tanya Neil ke Joy yang sedang mengelap meja sambil melamun.
"Hah? Oh, aku ... Baik-baik saja ...." Joy tersenyum kikuk.
"Memikirkan Addie?" tebak Neil.
Joy mengangguk. "Kita berbicara uang yang tidak sedikit, Neil. Aku sudah menyelidiki semuanya dan memang harta mbak Addie itu sangat fantastis. Bagaimana dengan kepolisian Dublin? Apakah mereka dan medical Examiner bersedia mengeluarkan surat kematian mbak Addie?"
Neil menggeleng. "Selama jasad Addie belum ditemukan dan menurut hukum, dibutuhkan waktu enam bulan minimal untuk pembuktian bahwa Addie benar-benar sudah meninggal, tetap surat kematian tidak akan keluar oleh jaksa dan dokter forensik."
"Alhamdulillah ... Setidaknya semua orang yakin, mbak Addie masih hidup," ucap Joy lega.
"Tapi pihak kepolisian Dublin juga tidak melepaskan pengawasan ke Andrew McCarthy."
Joy mengangguk. "Memang seharusnya begitu kan?"
***
"Kamu benar-benar tidak apa-apa kita tidur bersama dalam satu kamar? Aku di sofa juga bisa," ucap Jordan usai mereka selesai berdiskusi tentang kemungkinan surat kematian Addie tidak akan keluar selama jasadnya belum ditemukan.
"Tidak apa-apa Jordan. Kan kita sudah menikah." Addie menatap geli ke Jordan. "Aku tahu kamu memang gentleman tapi sebenarnya kamu tidak apa-apa kalau meminta hak mu."
Jordan menggeleng. "Tidak Addie. Aku tidak akan meminta hakku ke kamu kalau kita tidak ada cinta disana. Kamu boleh bilang aku kolot atau terlalu idealis tapi satu hal, aku tidak akan minta kalau tidak ada cinta disana. Cinta memiliki pengaruh yang lebih besar dan mendalam dalam kehidupan, sedangkan nafsu lebih berfokus pada kepuasan sesaat. Aku tidak mau hanya demi memenuhi nafsu aku, lalu seenaknya sama kamu, meskipun kita sudah menikah."
Mata Addie tanpa terasa sedikit basah. Mendengar ucapan Jordan di depannya langsung, membuat Addie semakin tertarik dengan Jordan. Addie merasa dirinya semakin jatuh cinta pada Jordan, suaminya sendiri. Karena baginya, Jordan adalah pria yang langka di dunia ini dan satu-satunya pria yang berhak mendapatkan rasa cintanya.
"Jordan ...."
"Ya?" Jordan menatap Addie dengan tatapan bertanya.
"Sepertinya, aku mulai jatuh cinta padamu," jawab Addie lugas.
***
Yuhuuuu up malam Yaaaaa
Thank you for reading and support author
Don't forget to like vote and gift
Tararengkyu
gemesin banget....
kangen sama boneka labubu pingin ngarungin