NovelToon NovelToon
Asmaraloka Gita Mandala

Asmaraloka Gita Mandala

Status: sedang berlangsung
Genre:Romansa / Dark Romance
Popularitas:3.7k
Nilai: 5
Nama Author: Komalasari

Mandala Buana seperti berada di dunia baru, setelah kehidupan lamanya dikubur dalam-dalam. Dia dipertemukan dengan gadis cantik bernama Gita, yang berusia jauh lebih muda dan terlihat sangat lugu.

Seiring berjalannya waktu, Mandala dan Gita akhirnya mengetahui kisah kelam masa lalu masing-masing.

Apakah itu akan berpengaruh pada kedekatan mereka? Terlebih karena Gita dihadapkan pada pilihan lain, yaitu pria tampan dan mapan bernama Wira Zaki Ismawan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Komalasari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

DUA BELAS : LUKA MASA LALU

Mandala menatap cukup tajam, kemudian menyunggingkan senyum sinis. Dia menarik tangan dari dada Gita, lalu mengusapkan ke bajunya. “Maaf. Aku tidak tertarik pada pela•cur.”

Setelah berkata demikian, Mandala menggeser tubuh Gita sehingga tak menghalangi pintu. Dia langsung pergi dari sana, meninggalkan si gadis dalam kegalauan luar biasa. 

Sebutan pela•cur teramat jelas di telinga Gita. Meski hanya satu kata, tetapi bagaikan jutaan peluru yang dilesatkan secara bersamaan, menembus seluruh tubuh gadis itu. 

Sakit dari luka yang tak mengeluarkan darah. Remuk seluruh tulang dalam tubuh Gita, membuat tenaganya sirna seketika. Tubuh indah gadis 23 tahun tersebut perlahan merosot hingga terduduk di lantai. 

Deraian air mata membasahi pipi, lalu menetes ke punggung tangan. Makin lama makin banyak, sebagai tanda dari luapan rasa sakit yang tak bisa diungkap secara gamblang. 

Gita ingin berteriak sekencang mungkin. Namun, ada sesuatu yang menahan suaranya sehingga tak dapat keluar. Gadis cantik itu tersakiti tanpa disentuh secara langsung karena bukan oleh serangan fisik. 

Tak ubahnya dengan Mandala. Luka lama yang berusaha dikubur dalam-dalam, justru hadir kembali oleh sesuatu yang tidak disengaja. Bayangan tentang kisah kelam dari masa lalunya berputar dalam ingatan. 

“Suara itu,” gumam Mandala, sambil terus berjalan menyusuri trotoar. “Aku benci suara itu!”

“Ah …. Sayangku …. Teruskan ….” 

Suara desah manja seorang wanita terdengar jelas di telinga Mandala, membuatnya langsung tertegun seraya mengepalkan tangan sekuat tenaga.

Mandala berbalik menghadap ke pohon di pinggir jalan. Tanpa diduga, dia menghantamkan tinjunya pada batang pohon tersebut, demi melampiaskan amarah yang sudah terkumpul dalam kepalan tangan. 

Hanya sekali, tapi itu membuat punggung tangan Mandala terluka. Sakit, tetapi tak seberapa dibandingkan dengan segala kesialan menyebalkan, yang pernah dialami si pemilik rambut gondrong tersebut di masa lalu. 

Napas memburu berlomba dengan amarah yang tak sepenuhnya terlampiaskan. Bagai kapal laut yang dihantam gulungan ombak besar di tengah samudera, Mandala merasa tubuhnya mulai limbung. Namun, dia berusaha tetap berdiri tegak, demi mempertahankan harga diri.

......................

Hari ini, cuaca tidak terlalu terik. Matahari tengah bersahabat dengan semua orang yang bekerja di luar ruangan. Namun, angin berembus cukup kencang, membuat mereka yang bertugas di ketinggian merasa terganggu. 

Di sudut area proyek, Rais berdiri sambil memperhatikan beberapa pekerja. Tak berselang lama, dia menerima panggilan masuk dari Wira. 

“Saya kebetulan lewat. Jadi, saya putuskan untuk mampir sebentar,” ucap Wira memberitahu maksudnya menghubungi Rais.

“Oh, silakan. Tentu, Pak,” sahut Rais cukup antusias, meski sebenarnya kurang suka jika Wira terlalu sering datang ke sana. Rais malas menerima banyak komentar dari sang pemilik apartemen yang sedang dibangun karena tak jarang membuatnya jadi kurang fokus.

Selang beberapa saat kemudian, Wira datang dengan mobil double cabinnya. Seperti biasa, pengusaha tampan itu selalu terlihat rapi dan segar. Kemeja putih dan rambut yang disisir menggunakan pomade mahal, menjadi ciri khas dari sang pemilik perusahaan properti tersebut.

“Selamat siang, Pak Wira. Bagaimana kabar Anda?” sapa Rais, ketika menyambut kedatangan Wira.

“Selamat siang, Pak Rais. Kabar baik. Bagaimana dengan Anda?” balas Wira penuh wibawa.

“Seperti ini setiap hari, Pak,” sahut Rais, dengan nada setengah bercanda. 

Wira tersenyum simpul, kemudian mengalihkan perhatian pada apartemen yang sedang dalam proses pembangunan. Pria dengan perawakan hampir sama dengan Mandala tersebut manggut-manggut. “Sudah ada kemajuan, Pak,” ucapnya puas.

“Begitulah. Saya selalu menerapkan komitmen tegas dalam bekerja kepada seluruh tim. Lihatlah. Mereka sangat kompak,” ujar Rais bangga. 

“Hm.” Wira mengangguk samar menanggapi ucapan Rais, kemudian melihat arloji di pergelangan kiri. “Bagaimana keadaan pekerja yang kemarin mengalami kecelakaan?” tanyanya, seraya mengalihkan perhatian kepada sang mandor.

“Dia sudah mendapat penanganan maksimal, Pak. Jangan khawatir. Kami bertanggung jawab dengan memberikan tunjangan sebanyak 20% dari upah yang diterima. Itu bisa digunakan untuk biaya pengobatan lanjutan. Maaf, Pak. Saya tidak bisa menjabarkan secara detail tentang masalah ini.”

“Iya. Saya mengerti.” Wira berdehem pelan. “Saya hanya mampir sebentar. Lagi pula, ini sudah waktunya makan siang.”

“Bagaimana jika kita makan siang bersama?” tawar Rais. “Tidak jauh dari sini, ada warung nasi sederhana. Namun, untuk urusan rasa pasti juara.”

“Hm. Boleh juga.” Wira tersenyum kalem, setuju dengan tawaran Rais. 

“Kita hanya perlu berjalan kaki, Pak. Mari.” 

Sebelum sirine tanda istirahat makan siang berbunyi, kedua pria lintas usia itu bergegas menuju warung nasi, sebelum diserbu para pekerja proyek.

Hanya dengan berjalan kaki sekitar 5-7 menit, Wira dan Rais tiba di warung nasi yang dimaksud. Mereka langsung memilih makanan untuk menemani santap siang bersama.

“Ke mana Gita? Kenapa kamu cuma sendirian, Rat?” tanya Rais, setelah duduk di salah satu meja. 

“Gita sedang di dapur, Pak. Sebentar lagi jam istirahat.” Ratih tersenyum manis kepada Rais, kemudian melirik Wira yang tengah sibuk dengan telepon genggamnya. 

“Ya, sudah. Terima kasih. Kami mau makan dulu.” 

Ratih mengangguk sopan, lalu beranjak ke dapur. 

Bersamaan dengan itu, Gita keluar dari  dapur sambil membawa wadah berbentuk persegi dari bahan stainless. Kemunculannya langsung jadi perhatian Wira, yang hendak menyantap makanan. 

“Namanya Gita,” ucap Rais, setengah berbisik.

Wira yang tengah memperhatikan Gita, langsung mengalihkan perhatian kepada Rais. Sebisa mungkin, dia menutupi rasa kikuk dengan tetap memperlihatkan kewibawaan. 

“Cantik, kan?” Rais tersenyum penuh arti. Sebagai sesama pria dewasa, dia paham betul makna dari tatapan Wira terhadap Gita. 

Wira tersenyum simpul karena tak tahu harus menanggapi apa. Dia mengalihkan rasa kikuknya dengan melanjutkan santap siang.

“Gita adalah gadis yang sangat ulet. Sebenarnya, dia memiliki modal untuk sesuatu yang lebih baik dari sekadar menjadi penjaga warung nasi. Gita sangat cantik dan … lihatlah. Tubuhnya indah …. Hm ….” 

Entah apa maksud Rais berkata demikian. Dia seperti sedang mempromosikan Gita, agar pengusaha tampan itu tertarik pada si gadis. 

Wira meneguk teh hangat yang tadi disajikan oleh Ratih, kemudian menoleh kepada Gita. Diperhatikannya gadis itu selama beberapa saat. Dia ingat pernah melihat Gita sebelumnya.

“Jadi, namanya Gita.” Wira kembali mengarahkan perhatian kepada Rais.

“Ya. Apakah Anda ingin saya perkenalkan secara pribadi? Saya yakin Gita tidak akan menolak.” Ucapan Rais makin memperkuat maksudnya.

Wira tersenyum kalem. Meski tanpa memberikan jawaban pasti, tetapi itu dianggap sebagai persetujuan oleh Rais. 

“Gita,” panggil Rais.

Gita yang tengah merapikan makanan, langsung menoleh. Dia tersenyum, seraya menghampiri Rais yang menyuruhnya mendekat. 

“Iya, Pak.”

"Ini Pak Wira. Beliau adalah pemilik apartemen yang sedang dibangun."

Gita seperti sudah paham. Dia langsung mengalihkan perhatian kepada Wira, lalu tersenyum manis.

1
Titik pujiningdyah
aku curiga si wira ini mucikari jg deh
ƙꪮꪑꪖꪶꪖకꪖꪹỉ: Minat jadi anak buahnya ga?
total 1 replies
Dwisya Aurizra
Maman nyaranin Gita untuk tidak dekat" dgn wirwir, eh sekarang wirwir yg berkata gitu...
woy kalian berdua tuh ada apa sebenernya
Gita kan Lom tahu sipat asli kalian berdua
ƙꪮꪑꪖꪶꪖకꪖꪹỉ: Mentang² Maman berambut panjang
total 3 replies
Najwa Aini
jadi semacam kompetisi terselubung ini ..😆😆
Najwa Aini
uiiyy..tepat..
Najwa Aini
Gita juga belum tau siapa kamu sebenarnya, Wira...
ƙꪮꪑꪖꪶꪖకꪖꪹỉ: Kasih paham, Kak
total 1 replies
Rahmawati
penasaran hubungi wira dan mandala, sepertinya mereka memang saling mengenal
ƙꪮꪑꪖꪶꪖకꪖꪹỉ: Ikuti terus ya, Kak
total 1 replies
Titik pujiningdyah
plng rais dibebasin wira jumbo
ƙꪮꪑꪖꪶꪖకꪖꪹỉ: Ga pernah nemu nama jajanan gt ah
total 3 replies
Rahmawati
paling cuma sebentar pak rais di tahan
Siti Dede
Aku kok nggak rela kalau Gita sama Mandala
ƙꪮꪑꪖꪶꪖకꪖꪹỉ: Realistis ya, Kak🤭
total 3 replies
Lusy Purnaningtyas
maman g punya apa² toh?
ƙꪮꪑꪖꪶꪖకꪖꪹỉ: Dia punya hasrat, Kak😄
total 1 replies
Dwisya Aurizra
padahal udah antepkeun aja biar Mandala menghabisi Rais kalo metong itu jasadnya kubur aja di bangunan yg balon jadi, itung" tumbal🤭
Rahmawati
lanjuttt
Najwa Aini
Wuihh Mandala ditusuk!!🤭🤭
Najwa Aini
Rais yg dibogem, aku yang senang. Definisi menari di atas luka mungkin ini ya..tapi biarlah..😄😄
Titik pujiningdyah
satu bab doang nih?
ƙꪮꪑꪖꪶꪖకꪖꪹỉ: Pijitin dulu sini. Nyai pegal-pegal
total 1 replies
Titik pujiningdyah
yaampun tua bangka gtw diri
Najwa Aini
Cover baru nih
ƙꪮꪑꪖꪶꪖకꪖꪹỉ: Aku ga akan tersinggung karena itu juga ga konfirmasi dulu gantinya, Kak
total 3 replies
Titik pujiningdyah
jangan2 si wira mau jual gita ke luar nagre🤣
Titik pujiningdyah: tau aja sih
total 2 replies
Titik pujiningdyah
pilih wira aja lah. plng gk kan bisa foya2
ƙꪮꪑꪖꪶꪖకꪖꪹỉ: Istri cerdas
total 1 replies
Dwisya Aurizra
keknya Mandala dan Wira ada masalah dimasa lalu yg belum selesai
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!