NovelToon NovelToon
Warisan Kaisar Naga

Warisan Kaisar Naga

Status: sedang berlangsung
Genre:Murid Genius / Raja Tentara/Dewa Perang / Ahli Bela Diri Kuno / Fantasi Timur
Popularitas:2.3k
Nilai: 5
Nama Author: Ar wahyudie

Di Benua Timur Naga Langit sebuah dunia di mana sekte-sekte besar dan kultivator bersaing untuk menaklukkan langit, hidup seorang pemuda desa bernama Tian Long.
Tak diketahui asal-usulnya, ia tumbuh di Desa Longyuan, tempat yang ditakuti iblis dan dihindari dewa, sebuah desa yang konon merupakan kuburan para pahlawan zaman kuno.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ar wahyudie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 12

“Langit tidak pernah memilih siapa yang masuk ke dalamnya. Hanya manusia yang menulis aturan untuk mengukur siapa yang pantas.”

...........                         .............                      ............                         ...................                                  ...............

Kabut pagi menari pelan di kaki Gunung Langit Abadi, seperti tabir sutra yang enggan tersibak.

Dari balik kabut itu, tujuh menara menjulang menembus awan — tinggi, anggun, dan berwibawa — berdiri melingkar seperti naga-naga purba tengah melindungi inti dunia.

Masing-masing menara berdenyut lembut dalam warna berbeda: merah menyala bagai bara hidup, biru bening seperti laut dalam, emas memancar laksana matahari fajar, hijau muda seolah nafas hutan, ungu berkilau tenang, putih murni seperti salju surgawi, dan hitam kelam seperti malam tanpa bulan.

Warna-warna itu bukan sekadar cahaya, melainkan simbol tujuh jalan kultivasi dari tujuh sekte yang diajarkan di Akademi..

Di ujung pandangan, berdiri gerbang batu raksasa.

Tiga huruf bercahaya terpahat di sana — "永天院", (Akademi Langit Abadi).

Setiap guratan huruf memancarkan aura kekuasaan kuno, menekan lembut dada siapa pun yang berani menatapnya terlalu lama.

Tian Long menatap gerbang itu dari kaki tangga batu yang seolah tiada ujung.

Udara di sini berbeda — tak hanya segar, tapi juga berat, seperti ada mata tak terlihat yang menilai setiap napas yang ia hirup.

Angin pagi berembus membawa wangi dupa dan besi, aroma khas tempat di mana kekuatan dan keyakinan bertemu.

Ratusan calon murid berkumpul di pelataran bawah. Mereka berbicara dalam bisik-bisik gugup, suara mereka tenggelam di antara desir kabut.

Beberapa mengenakan jubah merah menyala dari Sekte Bara Langit, berdiri tegak dengan dagu terangkat dan mata yang memantulkan api kesombongan.

Sementara itu, para murid Sekte Roh Giok berjubah biru laut berbaris rapi — langkah mereka begitu sinkron hingga butiran debu pun enggan berani naik di sekitarnya.

Tian Long berdiri di antara mereka tanpa jubah sekte, hanya membawa tombak kayu tua di punggungnya.

Ujung gagang tombak itu telah usang, warnanya pudar oleh waktu — kontras dengan pancaran senjata-senjata spiritual di sekelilingnya.

Tatapan-tatapan mulai mengarah padanya.

Ada yang menilai, ada yang mencibir, dan beberapa menatap seperti sedang melihat sesuatu yang tak seharusnya ada di sana.

Namun Tian Long hanya berdiri diam, membiarkan semua pandangan itu lewat seperti angin di antara bambu.

Dalam dirinya, Qi mengalir perlahan — tenang, tapi siap bergejolak kapan pun dunia menantangnya.

“Lihat, bahkan ada pengembara miskin datang ke Akademi,” bisik seorang pemuda berjubah merah dengan senyum tipis.

Di sebelahnya, seorang gadis bermata jernih menegur pelan, “Zhao Wen, jaga kata-katamu. Tidak semua yang datang dari bawah tak punya langit di atas kepalanya.”

Zhao Wen mendengus. “Liu Yuer, kau terlalu lembut. Dunia kultivasi bukan tempat untuk belas kasihan.”

Ia menatap Tian Long dengan tatapan mengejek. “Hei, bocah. Kau yakin ini tempatmu? Akademi bukan tempat bagi yang tidak punya sekte.”

Tian Long menatap kedua sosok itu tanpa tergesa. Sorot matanya tenang — seperti permukaan danau yang tak terusik bahkan oleh angin.

“Langit tidak menanyakan asal saat menurunkan hujan,” ujarnya pelan.

Nada suaranya datar, tapi di balik ketenangan itu terselip ketajaman halus, seperti bilah pedang yang tersembunyi di dalam sarung sutra.

Beberapa calon murid yang mendengar menoleh.

Ada yang menahan tawa kecil, ada pula yang memandang dengan alis berkerut, tak yakin apakah kata-kata itu bentuk kesombongan atau kebijaksanaan.

Udara di pelataran seolah menegang, ditarik oleh sesuatu yang tak terlihat.

Liu Yuer — gadis berseragam ungu dengan lambang Roh Giok di bahunya — hanya tersenyum tipis.

Senyumnya bukan ejekan, melainkan rasa ingin tahu yang belum sempat terjawab.

“Jawaban yang indah,” katanya lembut, namun matanya berkilat tajam seperti batu giok yang memantulkan sinar mentari.

“Tapi di sini, setiap kata bisa menjadi ujian.”

Tian Long menunduk sedikit, seolah memberi hormat, lalu menjawab dengan nada yang sama tenangnya,

“Kalau begitu, akan aku jawab ujian itu dengan tindakan, bukan dengan perkataan.”

Hening sesaat.

Ucapan itu sederhana, tapi mampu membuat Liu Yuer menatap Tian Long lebih lama dari yang seharusnya.

Ada kedalaman di balik tatapan Tian Long, sesuatu yang membuat udara di sekitar mereka terasa lebih berat.

Bukan aura keangkuhan, melainkan ketenangan yang lahir dari tempat yang lebih purba… seolah di dalam dirinya, naga tua sedang tidur dan mendengarkan dunia.

Namun di antara kerumunan hening itu, sepasang mata lain menatap tajam — Zhao Wen, murid muda dari Sekte Bara Langit.

Cahaya merah dari jubahnya seolah memantulkan bara yang bergejolak di dadanya.

Ia menyipitkan mata, menatap Liu Yuer yang masih menahan senyum tipis pada Tian Long.

Urat di pelipisnya menegang.

Bibirnya bergerak nyaris tak terdengar, tapi dari caranya menggertakkan gigi, kemarahannya tak perlu dijelaskan.

Api kecil di udara di sekitarnya bahkan tampak bergetar, seperti ikut menangkap gelombang emosinya.

“Dia siapa, hingga berani menatap Liu Yuer seperti itu…”

Bisikan itu nyaris tak terdengar, namun hawa panas di sekitarnya perlahan naik, menekan udara seolah musim panas datang lebih awal.

Ketika Liu Yuer menoleh sekali lagi ke arah Tian Long, cahaya lembut di matanya membuat Zhao Wen memalingkan wajah dengan kasar.

Tangan kanannya mengepal hingga buku jarinya memutih.

Senyumnya yang biasanya penuh percaya diri menghilang, digantikan guratan getir di sudut bibir.

Dari celah giginya terdengar desis pelan.

“Bocah tanpa nama itu… akan ku buat tahu tempatnya.”

Tian Long tak menoleh sedikit pun.

Ia hanya berdiri di bawah cahaya pagi, membiarkan angin lembah menyapu debu di jubahnya, sama sekali tak menyadari badai kecil yang mulai tumbuh di hati seseorang di antara ratusan calon murid itu.

Tiba-tiba, suara gong berat menggema di udara.

BOOONGGGG…!

Semua orang menengadah.

Dari atas tangga batu, sekelompok orang berjubah putih turun perlahan.

Di depan mereka berjalan seorang lelaki tua berambut perak panjang, janggutnya menyentuh dada.

Sorot matanya lembut, tapi mengandung ketegasan yang tak bisa dibantah.

“Selamat datang di Akademi Langit Abadi,” katanya, suaranya mengalun seperti nyanyian sungai.

“Aku adalah Elder Hua, penjaga Menara Air. Hari ini kalian semua adalah benih yang dilempar langit ke tanah. Sebagian akan tumbuh, sebagian akan layu. Tapi itu semua keputusan langit, bukan manusia.”

Ia berhenti sejenak, pandangannya menyapu kerumunan.

“Di luar sini, dunia dikuasai oleh sekte-sekte. Mereka mengajarkan kekuatan. Mereka mengajarkan kemenangan. Tapi di sini, kami mengajarkan mengapa seseorang perlu kuat, dan untuk apa kemenangan itu ada.”

Beberapa murid dari sekte mengerutkan dahi mendengar kata-kata itu.

Elder Hua melanjutkan dengan tenang.

“Sekte adalah pohon yang tumbuh tinggi, tapi akarnya menembus dalam hanya di satu tanah. Akademi adalah taman. Di sini, pohon dari semua tanah boleh tumbuh, tapi tidak boleh saling membakar.”

Tatapannya berubah lebih tajam.

“Namun jangan salah. Akademi tidak menolak sekte. Kami menghormati mereka. Tapi kami tidak tunduk pada siapa pun.”

Kata terakhir itu bergema lama di udara, menembus dada setiap calon murid.

Tian Long merasakan sesuatu di dalam dirinya bergetar.

Kata-kata itu… seperti berbicara padanya.

Ia menatap ke arah Elder Hua dan berpikir, Apakah ini tempat yang selama ini kakek dan pamannya ingin dia temukan?

Setelah pidato singkat itu, Elder Hua memberi isyarat pada para pengawas muda di belakangnya.

“Kalian semua akan melalui tiga tahap ujian: Roh, Tubuh, dan Kehendak.

Hari ini, kita mulai dengan Ujian Roh Langit.

Siapa pun yang gagal, tidak akan menapaki tangga berikutnya.”

Tiba-tiba.

Tanah bergetar halus — seperti hembusan napas raksasa yang baru saja terbangun dari tidur panjangnya.

Udara yang semula tenang perlahan menebal, menekan dada setiap orang yang berdiri di pelataran.

Suara serangga lenyap; hanya desis Qi yang mengalir di antara batu-batu suci terdengar samar, bergetar seperti alunan petir yang tertahan di bawah bumi.

Beberapa calon murid menelan ludah, mata mereka gelisah mencari sumber tekanan itu.

Aura spiritual merambat dari kaki hingga ubun-ubun, membuat napas terasa berat — terutama bagi mereka yang datang tanpa sekte, tanpa pelindung, tanpa nama.

Zhao Wen berdiri tegak di tengah ketegangan itu, seolah medan spiritual hanyalah angin sore baginya.

Sudut bibirnya terangkat, membentuk senyum congkak yang tak berusaha disembunyikan.

“Akhirnya, kita akan lihat siapa yang hanya pandai berbicara,” katanya pelan namun tajam, suaranya seperti bara yang menyentuh udara dingin.

Tatapannya melirik Tian Long sekilas — pandangan singkat tapi penuh makna, seperti kilatan bilah yang baru diasah.

Lalu ia memalingkan wajah ke arah atas tangga, tempat gerbang batu perlahan terbuka dengan suara berat yang menyerupai dentum guntur di kejauhan.

Cahaya biru menyembur keluar, berputar di udara seperti aurora yang tampak begitu hidup.

Gelombang energi spiritual memantul di antara pilar dan menara, menari di atas kepala para calon murid.

Di bawah cahaya itu, wajah Zhao Wen tampak bersinar — bukan karena kekaguman, melainkan ambisi yang menyala di matanya.

Tanah bergetar halus — seperti hembusan napas raksasa yang baru saja terbangun dari tidur panjangnya.

Udara yang semula tenang perlahan menebal, menekan dada setiap orang yang berdiri di pelataran.

Suara serangga lenyap; hanya desis Qi yang mengalir di antara batu-batu suci terdengar samar, bergetar seperti alunan petir yang tertahan di bawah bumi.

Beberapa calon murid menelan ludah, mata mereka gelisah mencari sumber tekanan itu.

Aura spiritual merambat dari kaki hingga ubun-ubun, membuat napas terasa berat — terutama bagi mereka yang datang tanpa sekte, tanpa pelindung, tanpa nama.

Zhao Wen berdiri tegak di tengah ketegangan itu, seolah medan spiritual hanyalah angin sore baginya.

Sudut bibirnya terangkat, membentuk senyum congkak yang tak berusaha disembunyikan.

“Akhirnya, kita akan lihat siapa yang hanya pandai berbicara,” katanya pelan namun tajam, suaranya seperti bara yang menyentuh udara dingin.

Tatapannya melirik Tian Long sekilas — pandangan singkat tapi penuh makna, seperti kilatan bilah yang baru diasah.

Lalu ia memalingkan wajah ke arah atas tangga, tempat gerbang batu perlahan terbuka dengan suara berat yang menyerupai dentum guntur di kejauhan.

Cahaya biru menyembur keluar, berputar di udara seperti aurora hidup.

Gelombang energi spiritual memantul di antara pilar dan menara, menari di atas kepala para calon murid.

“Itu dia,” gumam Liu Yuer. “Gerbang Jiwa Naga… tempat langit menilai isi hatimu.”

Tian Long memandang gerbang itu dalam diam.

Di balik cahaya biru itu, ia merasakan sesuatu yang akrab —

sebuah energi yang samar, seperti napas naga yang tertidur di dalam darahnya.

Dalam pikirannya, suara Long Zhen Tian terdengar tenang.

“Langit selalu menguji dengan hal yang paling kau sembunyikan. Jangan melawan, dengarkanlah.”

Tian Long menarik napas dalam.

“Baik, Guru,” bisiknya pelan.

Dan langkahnya maju ke depan, perlahan, melewati gerbang biru itu — menuju ujian pertamanya di dunia para kultivator sejati.

1
Nanik S
Lanjutkan.... bagus Tor
Nanik S
Darah Naga adalah Kunci
Nanik S
Aku sebenarnya siapa... kasihan
Nanik S
Sebenarnya Anak Siapa Tian Long
Didi h Suawa
💪💪💪💪
Didi h Suawa
awal yg baik,
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!