Riris Ayumi Putri seorang gadis yang haus akan kasih sayang dan cinta dari keluarganya. Dan sialnya ia malah jatuh cinta pada kakak temannya sendiri yang umurnya terpaut jauh dengannya. Bukanya balasan cinta, justru malah luka yang selalu ia dapat.
Alkantara Adinata, malah mencintai wanita lain dan akan menikah. Ketika Riris ingin menyerah mengejarnya tiba-tiba Aira, adik dari Alkan menyuruhnya untuk menjadi pengantin pengganti kakaknya karena suatu hal. Riris pun akhirnya menikah dengan pria yang di cintainya dengan terpaksa. Ia pikir pernikahannya akan membawa kebahagiaan dengan saling mencintai. Nyatanya malah luka yang kembali ia dapat.
Orang selalu bilang cinta itu membuat bahagia. Namun, mengapa ia tidak bisa merasakannya? Apa sebenarnya cinta itu? Apakah cinta memiliki bentuk, aroma, atau warna? Ataukah cinta hanya perasaan yang sulit di jelaskan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon risma ayu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 11
Riris bingung harus pergi kemana. Akhirnya dengan terpaksa ia pergi ke rumah suaminya, Alkan. Saat ini dirinya sedang menangis dan di tenangkan oleh teman sekaligus adik iparnya. Terdapat mertuanya juga yang terus menatapnya sendu.
"Udah jangan di pikiran, sekarang kamu kan punya kita," ujar Shanaz sambil mengelus punggungnya mencoba menenangkan.
"Soal orang tua kamu, mungkin mereka masih emosi. Nanti kamu coba omongin lagi baik-baik kalau mereka udah sedikit tenang."
Riris melepaskan pelukannya pada Aira, ia menoleh menatap ibu mertuanya yang sedang tersenyum hangat padanya.
"Kamu tinggal di sini aja sama Alkan," titah Shanaz.
"Riris gak enak terus ngerepotin kalian," ucapnya merasa tidak enak.
"Kamu kan sudah jadi istrinya Alkan. Otomatis sudah jadi anak kita juga. Jangan sungkan, sudah seharusnya kamu ikut suami kamu."
Riris langsung berhambur ke dalam pelukan ibu mertuanya. Hangat, pelukan hangat itu membuatnya teringat dengan mamanya. Sudah sangat lama ia tidak pernah mendapatkan lagi pelukan hangat dari orang tuanya.
"Kamu istirahat gih, jangan nangis terus," Shanaz mengusap air mata menantunya.
"Jangan terlalu banyak pikiran. Soal sekolah nanti Ayah bantu jelasin sama guru-guru agar kamu masih tetap lulus," ujar Doni yang sedari tadi hanya diam.
"Makasih Yah, Bu."
Mereka hanya mengangguk sambil tersenyum. Riris melirik Aira yang juga sedari tadi terus tersenyum ke arahnya. Aira tidak iri kasih sayang orang tuanya terbagi pada temannya. Justru ia senang melihat orang yang sudah ia anggap sahabat, kini bisa tersenyum bahagia.
Pukul 00.20 Alkan baru pulang entah habis darimana. Ia memilih menghabiskan waktu di luar bersama teman-temannya karena males bertemu dengan istrinya.
Alkan berjalan masuk ke dalam kamarnya. Wajah semakin datar melihat seorang gadis yang tertidur pulas di atas ranjangnya. Ia menatap beberapa koper besar yang sepertinya milik gadis itu.
Alkan kembali menatapnya dengan benci. Ia merusak semua kebahagiaannya dan sekarang seenaknya masuk ke dalam kehidupannya.
"Tidak semudah itu Lo masuk ke dalam kehidupan gue. Lihat apa yang akan terjadi," gumamnya sambil tersenyum smirk.
Hari kian berlalu, tidak terasa sudah satu minggu pernikahan mereka. Selama ini Alkan selalu cuek dan selalu menghabiskan waktu di luar. Pria itu akan berangkat bekerja sangat pagi dan pulang larut malam.
Kini di sekolah SMA bintang alam, tak terasa hari ini adalah hari kelulusan Riris dan Aira. Acara kelulusan kelas 12 di gelar dengan megah. Riris sedari tadi merasa risih karena banyak yang menatapnya tidak suka.
Penampilan-penampilan di tunjukan dengan meriah. Acara inti telah selesai, siswa-siswi mulai mengabadikan momen dengan berfoto. Banyak juga para keluarga yang hadir.
"Ra, aku ke toilet dulu ya," ucap Riris yang di angguki oleh Aira.
Gadis itu mulai berlari pelan menuju toilet sekolah. Beberapa menit berlalu, Riris kembali ke aula sekolah berniat menghampiri Aira.
Langkahnya terhenti sejenak melihat pemandangan di depan sana. Terlihat Aira sedang bersama orang tuanya dan ada Alkan juga di sana.
"Ayah, Ibu," sapa Riris sambil tersenyum manis.
"Eh sayang, happy graduation!" Shanaz langsung memeluk menantunya.
"Dek, selamat ya," ucap Alkan sambil memberikan sebuah buket bunga pada Aira.
Pria itu tidak memperdulikan istrinya sama sekali. Ia hanya fokus pada adik kesayangannya.
"Buat Riris mana?" tanya Aira sambil menatap tajam.
Memang Alkan hanya membawa satu buket bunga. Aira kira mas nya akan memberikan itu pada istrinya. Ia melirik Riris yang hanya diam sambil tersenyum tipis.
"Lupa," jawab Alkan santai.
"Ih Mas nyebelin!" kesal Aira karena tingkah Alkan.
Ia benar-benar muak dengan mas nya yang selalu membuat sahabatnya menangis. Kurang sabar apa Riris yang tulus mencintainya sudah sekitar dua tahun lebih.
"Udah-udah, ini Ayah bawain buket buat Riris juga," Doni memberikan sebuah buket bunga pada menantunya.
"Makasih Ayah."
Riris tersenyum senang mendapatkan perlakuan hangat dari keluarga suaminya. Senyumannya perlahan memudar mengingat orang tuanya. Ia menatap sekelilingnya, bahkan mereka tidak datang di acara kelulusannya.
"Ayo kita foto!" ajak Aira semangat.
Mereka pun mulai berfoto bersama dengan di fotokan oleh siswa yang kebetulan lewat.
"Mas, foto berdua sana!" Alkan hanya diam tidak menghiraukan adiknya.
"Ih sana, cepetan!" Aira mendorong Alkan mendekat dengan Riris.
Dorongan keras Aira refleks membuat Alkan menubruk istrinya. Ia menatap Riris yang juga sedang menatapnya. Tatapan mereka bertemu dengan jarak yang sangat dekat. Aira dengan cepat lansung memotret momen yang langka ini.
Banyak orang yang berlalu lalang memperhatikan mereka. Kini keduanya menjadi pusat perhatian, mereka semua tahu tentang berita Riris yang sudah menikah padahal masih sekolah. Dan ternyata benar suaminya terlihat lebih dewasa darinya.
"Belum juga lulus udah ngebet nikah. Lagi hamil ya!"
"Seleranya om-om!"
"Dengar-dengar sih dia rebut pria itu dari calon istrinya!"
"Murahan banget sih jadi cewe!"
"Malu-maluin nama sekolah!"
Terdengar cibiran-cibiran dari siswa-siswi yang berlalu lalang. Riris refleks langsung menjauh dari suaminya, kepalanya menunduk sambil meremas ujung bajunya.
"Kalau gak tau apa-apa mending diem deh!" ketus Aira merasa kesal sahabatnya terus di jelekin.
Setelah acara selesai, Aira langsung mengajak mereka untuk pulang. Kini emuanya sedang berkumpul di ruang keluarga karena ada yang ingin Alkan bicarakan.
"Sebenarnya Alkan sudah beli rumah beberapa hari yang lalu. Alkan sudah nikah, pengen hidup mandiri," jelasnya.
"Dan sekarang Alkan mau langsung ajak Riris pindah dari sini," lanjutnya yang membuat mereka terkejut.
"Kenapa tidak nanti aja, sekarang nginep dulu di sini. Kasihan Riris masih cape," ujar ibunya.
"Alkan maunya sekarang, mungpung masih ada waktu. Nanti takut sibuk kerja," kekehnya.
"Baiklah jika memang mau kamu. Kamu sekarang udah jadi suami, belajar lebih dewasa. Bimbing istrimu dengan baik, jangan sakiti dia. Jika ada masalah selesaikan baik-baik," wejangan Ayahnya.
"Iya Ayah."
"Yah Aira gak ada temen dong sendirian," timpal Aira sambil memanyunkan bibirnya.
"Riris mau kuliah bareng Aira?" tawar Ayahnya.
Riris yang sedari tadi diam saja sontak menoleh. Lalu menggelengkan kepalanya pelan. Ia tidak mau terus merepotkan mereka.
"Terimakasih Ayah, tidak usah. Riris kan sudah menikah, mau fokus sama suami aja. Riris mau belajar jadi istri yang baik," tolaknya lembut.
Jawaban Riris membuat semuanya tersenyum, kecuali Alkan. Sedari tadi pria itu hanya terdiam dengan wajah dinginnya. Ia melirik gadis itu dengan malas.
"Ayo bereskan barang-barangmu, kita pulang sekarang!" titah Alkan.
baru pub chap 6 penulisan makin bagus, aku suka>< pertahankan! cemangattttt🫶