NovelToon NovelToon
Rojali Dan Ratih

Rojali Dan Ratih

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Ilmu Kanuragan
Popularitas:7.6k
Nilai: 5
Nama Author: SOPYAN KAMALGrab

"kamu pembawa sial tidak pantas menikah dengan anakku" ucap Romlah
"aku sudah mempersiapkan pernikahan ini selama 5 tahun, Bagaimana dengan kluargaku" jawab Ratih
"tenang saja Ratih aku sudah mempersiapkan jodohmu" ucap Narti
dan kemudian munculah seorang pria berambut gondrong seperti orang gila
"diakan orang gila yang suka aku kasih makan, masa aku harus menikah dengan dia" jawab Ratih kesal
dan tanpa Ratih tahu kalau Rojali adalah pendekar no 1 di gunung Galunggung

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SOPYAN KAMALGrab, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

RR 12

Namun Ratih berdiri tegak, meski lututnya gemetar.

“Aku tidak mau!” jawabnya lantang.

Suaranya bergetar, tapi tegas. Wajahnya pucat, namun matanya menyala.

Dia tahu dirinya bukan lagi perawan. Tapi bukan berarti dia wanita murahan. Ratih hanya akan memberikan tubuh dan hatinya pada satu orang—Rojali, suaminya. Lelaki yang menerima dan membelanya saat dunia menuduhnya sial.

Kalau bukan Rojali, maka tak akan ada lelaki lain. Bagi Ratih, tubuh ini bukan untuk dijual. Lebih baik mati, daripada menyerah pada nafsu biadab yang bukan haknya.

Pikiran itu menancap kuat di benaknya. Dia menimbang dua pilihan: melawan atau mati.

Dan tampaknya, pilihan kedua mulai terasa lebih masuk akal, karena melawan Karso seperti melawan tembok batu—mustahil.

Tapi jika memang ini adalah akhir hidupnya… maka Ratih memilih mati dengan harga diri utuh, bukan sebagai mainan seorang bejat.

..

..

Karso menerjang seperti binatang kelaparan. Nafasnya kasar, matanya liar. Ratih berusaha menghindar, tapi pergerakan Karso kali ini jauh lebih cepat. Tubuhnya yang besar ternyata masih menyimpan kelincahan mengejutkan.

Dalam sekejap, Ratih sudah terhimpit dalam pelukan kuat Karso. Lengan lelaki itu mencengkeram tubuhnya erat—erat sekali.

Ratih panik. Naluri bertahan hidupnya terpicu.

Refleks, ia mengangkat kakinya dan menginjak keras kaki Karso. Seharusnya itu sia-sia. Karso mengenakan sepatu safety berbahan baja, dan tubuhnya tinggi besar. Harusnya ia hanya akan tertawa... tapi tidak.

"ARGHHH!!!"

Jerit Karso memecah udara. Ia terhuyung, kesakitan, seperti kakinya dihantam palu godam.

Ratih terperanjat. Apa barusan?

Karso melepaskan pelukannya, wajahnya menegang. Tapi belum sempat dia menyerang balik, Ratih—tanpa berpikir panjang—menampar wajah Karso sekuat tenaga.

"PLAK!"

Tamparan itu harusnya hanya membuat pipi panas sejenak.

Tapi yang terjadi jauh di luar logika.

Karso terpelanting ke belakang, tubuhnya roboh menghantam lantai gudang dengan dentuman berat. Empat giginya copot. Darah mengalir dari hidung dan telinganya. Tubuhnya gemetar sebentar… lalu tak sadarkan diri.

Ratih berdiri terpaku. Matanya membelalak, tangannya gemetar menatap telapak yang baru saja ia gunakan.

"Aku… aku cuma menampar," bisiknya tak percaya.

Ia memandangi tubuh Karso yang tergeletak tak berdaya. Nafasnya memburu, tapi dalam dadanya mulai muncul kesadaran: ada yang berubah dalam dirinya.

Tanpa ia sadari, malam pertamanya dengan Rojali bukan hanya menyatukan hati, tapi juga mentransfer sesuatu yang jauh lebih besar.

Aura Jaya Sakti.

Sebagai pendekar nomor satu, Rojali membawa kekuatan luar biasa. Dan Ratih—tanpa tahu caranya—telah menerima 0.1% dari kekuatan itu. Tampaknya, itu sudah cukup untuk menjatuhkan pria sebesar Karso hanya dengan satu tamparan.

Ratih masih berdiri mematung, memandangi tangannya, lalu tubuh Karso yang tergeletak tak sadarkan diri. Tubuhnya bergetar, matanya berkaca-kaca. Antara takut, bingung, dan tak percaya. Apa yang baru saja terjadi?

Tiba-tiba matanya tertumbuk pada lembaran-lembaran uang yang berhamburan di lantai gudang. Ia menunduk, perlahan memungut selembar uang pecahan seratus ribu. Tangannya gemetar saat memasukkannya ke saku bajunya yang lusuh.

“Ini hasil panenku… Maaf, Juragan. Aku hanya mengambil hakku,” gumamnya lirih.

Kemudian, dengan langkah perlahan, ia mendekati tubuh Karso. Ketakutan masih membekap, tapi ia butuh kepastian. Ia berlutut dan menempelkan tangannya ke bawah hidung lelaki itu.

“Masih hidup,” gumam Ratih lega, meski jantungnya tetap berdetak tak beraturan.

Ia bangkit, mengedarkan pandangan ke sekeliling gudang. Tak ada jendela. Tak ada suara dari luar. Tapi di pojok ruangan, matanya menangkap sesuatu—sebuah pintu kayu yang tampak jarang dipakai. Pintu belakang.

“Sepertinya aku harus lewat situ,” bisiknya.

Pelan-pelan, ia melangkah. Setiap langkahnya terasa berat, tapi harus diambil. Kalau ia tetap tinggal, anak buah Karso pasti tak akan membiarkannya pergi. Doni mungkin akan curiga. Dan saat Karso sadar, ia pasti akan murka.

Ratih tahu, dia harus pulang. Itu satu-satunya hal yang kini menguasai pikirannya. Ia harus pulang. Harus menemukan Rojali.

Wajah suaminya terbayang jelas di benaknya. Rojali, lelaki yang dianggap gila oleh banyak orang, yang dicemooh sebagai gembel tak waras. Tapi di mata Ratih, dia adalah pelindung. Penyelamat.

Dan sekarang... satu-satunya harapan.

Doni menyeringai sambil mengisap rokok, duduk bersandar santai di dekat pintu gudang.

"Berisik banget, Bos mainnya," gumamnya, terkekeh sendiri.

Teriakan Karso yang ia dengar beberapa menit lalu ia anggap sebagai bagian dari "permainan." Ia tidak tahu bahwa di dalam sana, Karso justru tergeletak sekarat.

Dalam pikirannya, bayangan wajah Ratih muncul begitu saja—cantik, segar, dan menggiurkan. Biar bekas juragan, yang penting dapat gratisan, pikir Doni jorok.

Waktu berjalan.

Beberapa menit kemudian, Doni malah tertidur sambil duduk.

Namun tiba-tiba ia terbangun.

"Astaga… aku ketiduran!" gumamnya, tergagap. Ia buru-buru melihat ke arah pintu gudang yang masih tertutup rapat.

"Gila... Pakai obat kuat apa sih? Lama banget. Biasanya juga baru buka baju udah ejakulasi dini tanpa hasil," gerutunya, bingung.

Kecurigaan mulai tumbuh. Tak ada suara. Tak ada tawa Karso. Tak ada jeritan Ratih. Hening. Terlalu hening.

Doni berdiri perlahan, tubuhnya tegang. Ia membuka pintu dengan hati-hati, mencoba tidak membuat suara berisik. Langkahnya pelan. Ia pikir mungkin juragannya masih “bermain,” dan ia enggan mengganggu.

Namun begitu ia melihat ke dalam...

Matanya terbelalak.

“Juragan!” teriaknya panik.

Karso tergeletak di lantai, wajahnya penuh darah. Gigi copot, hidung dan telinga mengucurkan darah kering. Napasnya tersengal. Pucat. Tidak sadarkan diri.

Doni langsung berlari ke luar sambil berteriak memanggil anak buah lainnya.

“Cepat! Cepat ke sini! Juragan kenapa ini?!”

Beberapa anak buah Karso berhamburan masuk. Mereka menggotong tubuh juragannya dengan tergesa-gesa, lalu membawanya ke mobil.

Karso dilarikan ke rumah sakit terdekat untuk mendapatkan penanganan serius.

Setelah menjalani penanganan intensif selama berjam-jam, seorang dokter akhirnya keluar dari ruang ICU. Wajahnya tenang, tapi sorot matanya serius.

"Anak Anda mengalami gegar otak cukup parah," ujar dokter pelan. "Masa pemulihan diperkirakan membutuhkan waktu sekitar satu bulan. Sayangnya, telinga kanan tidak dapat diselamatkan—tidak lagi berfungsi. Mata kanan juga mengalami kerusakan serius, kemungkinan penglihatannya tidak akan kembali normal."

Harsono menarik napas panjang. Hatinya tercabik. Meski Karso sering membuatnya kesal, menjadi aib keluarga, dan tak pernah bisa dibanggakan… tetap saja dia adalah darah dagingnya.

"Baik, Dok. Terima kasih," ucap Harsono dengan suara berat.

Ia berjalan pelan ke arah Doni yang berdiri gelisah di pojok lorong rumah sakit. Tanpa aba-aba—

“PLAKKK!”

Sebuah tamparan keras mendarat di pipi Doni. Suaranya menggema. Beberapa perawat menoleh.

Harsono menatap tajam, matanya menyala penuh amarah.

“Dengan siapa terakhir Karso bertemu?” tanyanya dingin, tapi setiap kata terasa seperti pisau.

“D-De... dengan Ratih, Juragan…” jawab Doni terbata, tubuhnya gemetar.

“Ratih? Ratih anak si Karman? Si pembawa sial itu?” Harsono mendesis. Matanya menyipit penuh kecurigaan.

“Iya, Juragan...” Doni menunduk semakin dalam.

“Ngapain si Karso sama dia?” suara Harsono meninggi, menahan emosi.

“…Ya… ya biasa, Juragan…” gumam Doni lirih. Tak sanggup menjelaskan lebih detail, tapi Harsono sudah paham maksudnya.

“Dasar anak tak tahu diri,” desis Harsono. “Sudah punya empat istri, masih juga belum puas!”

Ia mengepalkan tangan, menahan rasa malu dan kemarahan yang bercampur jadi satu. Ini bukan hanya soal Karso yang babak belur. Ini penghinaan terhadap nama besar keluarga Harsono. Dan lebih parah lagi—pelakunya adalah seorang perempuan rendahan yang selama ini dianggap sebagai pembawa sial.

"Seret Ratih ke hadapanku," perintah Harsono dengan suara tajam dan tegas. "Aku akan membuat perhitungan dengannya. Hari ini juga!"

Tatapannya membara. Ia merasa harga dirinya diinjak-injak. Reputasinya dipermalukan oleh seorang perempuan kampung—anak dari Karman yang selama ini selalu dianggap hina.

Ini bukan sekadar balas dendam.

Ini perang harga diri.

1
Purnama Pasedu
kerenkan ratih
saljutantaloe
lagi up nya thor
Ninik
kupikir lsg double up gitu biar gregetnya emosinya lsg dapet
Ibrahim Efendi
lanjutkan!!! 😍😍😍
Ranti Calvin
👍
Purnama Pasedu
salah itu
Purnama Pasedu
sok si kamu sardi
Ibrahim Efendi
makin seru!! 😍😍
Purnama Pasedu
pada pamer,tapi jelek
Purnama Pasedu
nah loh
Ninik
edaaannn....kehidupan macam apa ini
saljutantaloe
nah loh pusing si Narti jdinya
ditagih hutang siapin Paramex lah hehe
saljutantaloe
nah gtu dong ratih lawan jgn diem aja skrg kan udh ada bg jali yg sllu siap membela mu
up lg thor masih kurang ini
Purnama Pasedu
telak menghantam hati
Purnama Pasedu
jurus apa lagi rojali
Purnama Pasedu
tapi kosong ucapannya
Purnama Pasedu
kayak pendekar ya
saljutantaloe
widih bg jali sakti bener dah
bg jali bg jali orangnya bikin happy
Sri Rahayu
mantap thor..
sehat selalu
saljutantaloe
seru thor ceritanya up banyak" thor
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!