NovelToon NovelToon
MAFIA'S OBSESSION

MAFIA'S OBSESSION

Status: sedang berlangsung
Genre:Obsesi / Mafia
Popularitas:4k
Nilai: 5
Nama Author: my name si phoo

Kisah dewasa (mohon berhati-hati dalam membaca)
Areta dipaksa menjadi budak nafsu oleh mafia kejam dan dingin bernama Vincent untuk melunasi utang ayahnya yang menumpuk. Setelah sempat melarikan diri, Areta kembali tertangkap oleh Vincent, yang kemudian memaksanya menikah. Kehidupan pernikahan Areta jauh dari kata bahagia; ia harus menghadapi berbagai hinaan dan perlakuan buruk dari ibu serta adik Vincent.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon my name si phoo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 11

Vincent mengambil sebilah pisau kecil dengan ukiran indah dari laci mejanya.

Ia menggesernya di atas meja hingga berhenti tepat di depan Areta.

"Dia ada di tanganmu, Areta. Aku tidak akan menghukumnya. Kau yang akan menjadi hakimnya. Hukum dia, Areta. Bebaskan kebencianmu. Hukum mati dia jika kau mau, atau berikan hukuman yang membuat dia hidup, tetapi menderita sepertimu. Semua keputusannya ada padamu, Nyonya Vincent."

Areta menatap pisau itu, lalu beralih menatap wajah Clara yang pucat dan dipenuhi air mata.

Kebencian yang murni dan dingin langsung menjalar di hatinya.

Clara mencoba membunuhnya, hanya karena obsesi gila dan hubungan terlarang dengan Vincent.

Areta bangkit dari kursi, melangkah perlahan mendekati Clara.

Gaun abu-abu gelapnya terasa seperti jubah seorang algojo.

Clara, yang melihat mata Areta yang penuh kebencian, mulai menangis tersedu-sedu.

"Areta! Jangan! Aku mohon! Aku tidak sengaja! Aku hanya panik!"

Areta berhenti tepat di depan Clara yang sedang memohon.

Ia mengabaikan tangisan memohon itu dan menoleh ke arah Vincent, yang hanya menatapnya dengan tatapan penuh tantangan, menunggu keputusan.

Areta kembali menatap Clara, lalu ia berbicara, suaranya terdengar serak tetapi kuat.

"Aku tidak akan membunuhmu, Clara. Kematian terlalu mudah untukmu," ucap Areta dengan senyuman sinis.

Clara sedikit lega, tetapi kemudian rasa takut kembali menusuk.

"Hukumanmu bukan kematian," lanjut Areta, menatap tajam ke arah Vincent sejenak, seolah ia menyadari bahwa hukuman ini tidak hanya untuk Clara, tetapi juga untuk dirinya sendiri, dan Nyonya Helena.

"Hukumanmu adalah kehilangan semua yang kau cintai. Kamu dan ibumu akan diusir dari rumah ini. Kalian akan diasingkan, dilempar ke tempat yang jauh, di mana kalian tidak akan pernah bisa melihat Vincent lagi. Kalian tidak akan punya apa-apa."

Vincent bersandar kembali di kursinya, senyum tipis puas terukir di bibirnya.

Hukuman itu sangat brilian, lebih menyiksa Clara daripada kematian, dan secara tidak langsung membersihkan rumahnya dari dua masalah sekaligus.

Clara menggelengkan kepalanya sambil memandang wajah Vincent.

"TIDAK! Tidak mungkin! Kak! Jangan dengarkan dia! Aku tidak bisa jauh darimu! Aku mencintaimu!"

Clara berjuang melawan rantai yang menahannya, mencoba meraih tangan Vincent yang hanya duduk dan menikmati pertunjukan itu.

"Ini rumahku! Aku anak kandung di sini! Aku tidak mau pergi! Ibu pasti tidak setuju!" jerit Clara.

Areta kembali melangkah maju, tangannya gemetar.

Emosi yang terpendam, rasa sakit karena kehilangan ayahnya, pengkhianatan Abizar, dan penyiksaan Vincent, semua terfokus pada sosok Clara.

Areta mengangkat tangannya tinggi-tinggi saat mendengar perkataan dari Clara.

PLAKKK!

Suara tamparan keras yang dilayangkan oleh Areta menggema di seluruh ruang kerja yang sunyi.

Tamparan itu menghantam pipi Clara, membuat wajahnya terpaling dan meninggalkan bekas merah yang nyata.

Clara membeku, tangisannya tertahan. Ia menatap Areta dengan mata penuh kebencian dan keheranan.

Areta mencondongkan tubuhnya, berbisik dingin, mengeluarkan semua otoritas baru yang diberikan Vincent padanya.

"Dia suamiku," bisik Areta penuh penekanan.

"Dan kamu hanya seorang adik! Sekarang angkat kakimu, dan ibumu, dari rumah ini! Jonas!"

Areta menoleh pada Jonas, yang berdiri tegap di samping pintu.

"Laksanakan hukumanku! Bawa dia ke tempat terjauh yang Vincent miliki. Dan pastikan ibunya ikut. Sekarang!" perintah Areta.

Jonas tidak menunggu perintah kedua dari Vincent.

Ia memberi isyarat kepada anak buahnya untuk melepaskan rantai dari tangan Clara.

Dua pria berbadan besar segera menyeret Clara keluar, yang terus berteriak dan meronta memanggil nama Vincent.

Vincent, yang menyaksikan semua itu, tersenyum. Areta telah melunasi utang nyawanya dengan sempurna.

"Vincent..."

Vincent menghampiri istrinya yang memanggilnya.

"Ada apa sayang?" tanya Vincent sambil memeluk tubuh istrinya.

"Aku ingin bertemu dengan ayahku. Ijinkan aku bertemu sebentar,"

Vincent berdiri mematung saat mendengar perkataan dari istrinya.

"Maaf sayang, aku lupa memberitahukanmu. Ayahmu sudah meninggal dunia sebelum kita menikah."

Kata-kata itu menghantam Areta seperti palu godam.

Udara di sekelilingnya seolah tersedot habis dan sekarang ditambah oleh rasa sakit karena dikhianati, diracuni, dan dipaksa menikah, semua sirna, digantikan oleh lubang kehampaan yang luar biasa.

"Tidak mungkin," bisik Areta, menggelengkan kepalanya keras-keras.

"Ayahku masih hidup saat aku lari. Dia memintaku lari... dia..."

Vincent membiarkan Areta meronta dalam pelukannya, tetapi ia tidak menarik kembali kata-katanya.

"Dia sudah meninggal, Areta. Malam itu, setelah kamu melarikan diri untuk pertama kalinya. Pria yang mengejarmu, dia terlalu kasar. Jacob tidak selamat."

Kenyataan bahwa ia telah melalui semua penyiksaan ini menjadi budak, lari, menikah paksa, diracuni hanya untuk membayar utang seorang ayah yang sudah meninggal, menghancurkan sisa jiwa Areta.

Rasa sakit fisik, keracunan, dan trauma yang menumpuk akhirnya mencapai batasnya.

Tubuh Areta menegang, matanya terpejam, dan tanpa peringatan, ia ambruk.

Vincent dengan sigap menangkap tubuh Areta yang lemas.

"Areta! Bangun!" Vincent mengguncang tubuh istrinya.

Ia mengangkat tubuh Areta, membawanya kembali ke ranjang.

Wajahnya kembali mengeras, ia segera memanggil Jonas.

"Jonas! Hubungi Dr. Leonard! Istriku pingsan. Cepat!" raungnya, mengabaikan rasa posesif dan kekecewaan yang kini bercampur dengan kepanikan.

Areta terbaring di ranjang, wajahnya pucat pasi, benar-benar tak sadarkan diri.

Vincent menatapnya, menyadari bahwa ia baru saja menghancurkan benteng pertahanan terakhir Areta dengan kebenaran yang kejam.

Tidak butuh waktu lama bagi Dr. Leonard untuk tiba, mengingat ia sudah akrab dengan situasi darurat di rumah mewah ini.

Ia segera memeriksa Areta, sementara Vincent berdiri tegang di samping ranjang.

Setelah pemeriksaan singkat, Dr. Leonard menghela napas.

"Tuan Vincent, Nyonya Areta baik-baik saja secara fisik. Ini adalah kelelahan ekstrem dan shock mental yang parah. Tekanan emosional yang ia alami terlalu besar, ditambah dengan trauma keracunan baru-baru ini. Ia butuh istirahat total dan harus dijaga agar tidak mengalami lonjakan emosi lagi."

"Apa yang harus kulakukan?" tanya Vincent, nadanya berat.

"Biarkan dia tidur. Saya akan berikan obat penenang ringan melalui infus agar ia bisa beristirahat tanpa mimpi buruk. Begitu ia bangun, pastikan ia tenang. Setiap trauma baru bisa sangat berbahaya baginya," jelas Dr. Leonard.

Setelah memasangkan infus dan memberikan instruksi kepada Vincent, Dr. Leonard pamit pergi, meninggalkan Vincent sendirian bersama Areta yang terbaring tak bergerak.

Beberapa jam kemudian, menjelang sore, efek obat penenang mulai hilang.

Perlahan, Areta membuka matanya. Pandangannya langsung terfokus pada langit-langit kamar yang mewah, sebelum kemudian bergerak mencari sosok yang bertanggung jawab atas kehancurannya.

Matanya yang lelah menemukan Vincent, yang duduk di sofa sambil membaca berkas-berkas bisnis.

Ia tampak santai, seolah pembicaraan yang baru saja menghancurkan hidup Areta hanyalah interupsi kecil dalam jadwal kerjanya.

Vincent merasakan tatapan Areta. Ia meletakkan berkasnya dan bangkit, berjalan mendekat.

"Sudah bangun, sayang?" tanya Vincent.

Areta tidak menjawab. Ia hanya menatap Vincent.

Tidak ada lagi ketakutan yang mendominasi, hanya kebencian murni yang membara di matanya yang sembap.

Kebencian yang sedalam jurang, kebencian atas kematian ayahnya yang sia-sia, atas pengkhianatan kekasihnya, atas hubungan terlarang Vincent dan Clara, dan atas semua penyiksaan yang ia alami.

Ia meraih tangan Vincent yang menyentuh dahinya, mencengkeramnya dengan sisa tenaga yang ia miliki, dan melemparkannya menjauh.

"JANGAN SENTUH AKU!" desis Areta, suaranya parau namun penuh kemarahan.

"Pembunuh! Kau membohongiku! Ayahku sudah mati!"

"Aku tidak membohongimu, Areta. Aku hanya 'lupa' memberitahumu rinciannya," balas Vincent santai, seolah kematian Jacob adalah detail sepele.

Areta mencoba bangkit, tetapi tubuhnya terlalu lemah. Ia kembali jatuh ke bantal, air mata kemarahan mengalir deras. "Aku akan membunuhmu, Vincent. Aku bersumpah akan membuatmu menyesal!"

Vincent menyeringai. Ia membungkuk, mencondongkan tubuhnya ke atas Areta, mata hazel-nya menatap lurus ke dalam mata Areta yang penuh api kebencian.

"Aku suka itu, Areta," bisik Vincent, suaranya dipenuhi gairah gelap yang membuat bulu kuduk Areta berdiri.

"Aku suka api di matamu itu. Aku suka ketika kau membenciku."

Vincent meraih tangan Areta yang bebas, mencium punggung tangannya, dan kemudian melayangkan pandangan penuh dominasi.

"Aku semakin bernafsu melihatmu yang membenciku seperti ini, sayang," ucap Vincent, menyeringai puas.

"Kebencianmu adalah bumbu yang sempurna. Teruslah membenciku. Itu akan membuatmu tetap hidup, dan itu akan membuatku tetap menginginkanmu."

Ia bangkit dan meninggalkan Areta yang terengah-engah dalam keputusasaan.

1
putrie_07
cinta gila😆😆😆😆
lanjut Thor💪😘
اختی وحی
ikut gemeter😄
اختی وحی
semangat thor,makin seru
my name is pho: terima kasih 🥰
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!