Sinopsis:
Lilia, seorang agen wanita hebat yang mati dalam ledakan saat menjalankan misinya, namun secara tidak sengaja masuk ke dunia novel sebagai tokoh wanita antagonis yang dibenci oleh semua warga desa. Dalam dunia baru ini, Lilia mendapatkan misi dari sistem jika ingin kembali ke dunia asalnya. Untuk membantunya menjalankan misi, sistem memberinya ruang ajaib.
Dengan menggunakan ruang ajaib dan pengetahuan di dunia modern, Lilia berusaha memperbaiki keadaan desa yang buruk dan menghadapi tantangan dari warga desa yang tidak menyukainya. Perlahan-lahan, perubahan Lilia membuatnya disukai oleh warga desa, dan suaminya mulai tertarik padanya.
Apakah Lilia dapat menyelesaikan semua misi dan kembali ke dunianya?
Ataukah dia akan tetap di dunia novel dan menemukan kebahagiaan yang sebenarnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Wanita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 11 : Laris Manis
Salah satu dari pembeli yang penasaran dengan rasa lobster yang dijual Lilia memberanikan diri untuk mencicipinya. Dengan perlahan, dia mengupas kulit lobster hingga semua bagian yang keras terbuang, meninggalkan daging yang lembut. Saat dia menggigit daging lobster, ekspresi wajahnya langsung berubah menjadi takjub.
"Enak sekali!" serunya, "Tidak pernah aku makan udang seenak ini sebelumnya!" Rasa lobster yang asam manis dan gurih benar-benar menggoyang lidahnya, membuat dia ketagihan dan ingin mencicipi lagi.
Pembeli itu terus mengunyah daging lobster dengan gembira, sambil memberikan pujian kepada Lilia atas kelezatan masakannya. "Ini benar-benar luar biasa!" katanya lagi, "Rasa yang sempurna, pedas yang pas, dan daging lobster yang segar!" Orang-orang di sekitar kios Lilia mulai memperhatikan pembeli yang sedang menikmati lobster dengan sangat puas, dan mereka pun semakin penasaran untuk mencicipinya sendiri.
Semua orang terkejut dengan rasa lobster yang dimasak Lilia, yang memiliki rasa yang kaya dan berbeda dari masakan khas era 80-an yang kebanyakan hambar dan memiliki sedikit bumbu. Mereka langsung ketagihan dan ingin mencoba lebih banyak lagi.
"Sangat enak, saya pesan 5," kata salah satu pembeli.
"Saya pesan 10," kata yang lain.
"Saya pesan 20," kata pembeli lainnya lagi.
Beberapa ibu-ibu mulai protes karena beberapa pembeli memesan banyak sekali, seolah-olah mereka tidak peduli dengan orang lain yang mungkin tidak kebagian.
"Kenapa kalian pesan banyak sekali, bagaimana kalau kami tidak kebagian?" protes salah satu ibu-ibu.
Lilia tersenyum dan menenangkan mereka. "Tenang ibu-ibu... Saya bawa banyak, pasti semuanya kebagian. Satu porsi harganya 1.000. Maaf harganya sedikit mahal, tapi kalian tidak akan menyesal membelinya."
Salah satu pembeli yang sudah mencoba lobster langsung menjawab, "Tidak masalah, yang penting enak, aku beli 20 porsi."
Lilia tersenyum dan mulai membungkus pesanan. "Baik, tunggu sebentar, saya bungkuskan." Dengan senyum yang ramah, Lilia melayani para pembeli yang antusias memesan lobster yang lezat.
Baru buka, dagangan Lilia sudah banyak yang beli. Tidak ada waktu untuk Lilia beristirahat, setiap detik dan menit dia sibuk membungkus lobster untuk para pembelinya. Lilia melakukannya dengan cekatan.
Tidak sampai satu jam, jualannya langsung ludes. Lilia tersenyum puas dan mengucapkan terima kasih kepada para pembeli. "Laris manis, laris manis, terima kasih bapak-bapak ibu-ibu sudah membeli dagangan saya," kata Lilia dengan sopan.
"He he, senangnya dapat uang banyak hasil dagang hari ini. Kalau setiap hari begini terus, aku bisa cepat kaya," ucap Lilia dalam hati.
Namun, salah satu pembeli yang baru sampai terlihat kecewa. "Nona, kami tidak kebagian, sudah habis ya?" tanya pembeli itu.
Lilia mengangguk dan menjawab dengan ramah, "Iya Bu, maaf. Tapi besok saya berjualan lagi."
Pembeli itu mengangguk walau sedikit kecewa. Dia berkata, "Baik, kami akan datang lagi besok."
Setelah selesai berjualan lebih awal, Lilia memutuskan untuk berkeliling pasar untuk melihat-lihat, sambil menunggu Pandu menjemputnya. Semua barangnya dia letakan di kios. Dia pergi ke toko pakaian yang terletak di sudut pasar. Saat memasuki toko, Lilia melihat pakaian yang dijual terlihat kuno, walau style itu begitu terkenal di era 80-an.
Saat Lilia melihat-lihat, sang pemilik toko takjub melihat pakaian yang dikenakan Lilia. Style-nya terlihat sangat modern dan belum pernah dilihat sebelumnya di era ini. Pemilik toko pun mencoba bicara pada Lilia.
"Nona seorang desainer?" tanya pemilik toko pada Lilia, sambil memandanginya dengan kagum. "Penampilan nona sangat cantik," sambungnya lagi.
Lilia tersanjung dengan pujian tersebut. "Tidak Kak, saya hanya penjual makanan," jawab Lilia, merendah.
Pemilik toko tersenyum dan berkata, "Sayang sekali, seandainya nona desainer, saya ingin membeli beberapa desain pakaian nona untuk dijahit dan dijual di toko saya." Lilia tersenyum dan mengucapkan terima kasih atas pujian tersebut, merasa senang bahwa pakaiannya mendapat perhatian dari pemilik toko.
Saat Lilia menoleh, dia tidak sengaja melihat kepala desa beserta keluarganya masuk ke toko elektronik. Pakaian mereka sangat mewah, dengan banyak perhiasan emas yang terpasang di istri dan dua anak gadis kepala desa. Lilia merasa heran dan tidak percaya, mengingat kondisi desa Suka Sari yang sedang memprihatinkan.
"Kondisi desa Suka Sari bukannya sedang memprihatinkan? Sawah banyak gagal panen, sumur hampir semua mengering, penduduk desa banyak kekurangan, kenapa kepala desa malah hidup mewah," pikir Lilia, sambil mengamati kepala desa dan keluarganya yang sedang memilih-milih barang elektronik.
Lilia juga teringat dengan perkataan Pandu tentang pemerintah yang sedang mengusahakan bantuan untuk desa Suka Sari. "Menurut ingatan pemilik tubuh, kepala desa hanya petani biasa, tidak mungkin kaya raya. Apa dia korupsi?" pikir Lilia, sambil merasa curiga tentang sumber kekayaan kepala desa.
Lilia semakin penasaran dan berpikir, "Apa bantuan pemerintah dia makan bersama keluarganya?" Dia merasa tidak adil jika kepala desa hidup mewah sementara rakyatnya menderita kesulitan.
"Taro, berikan aku kamera perekam video yang sudah ada di tahun 80 an, aku mau merekam mereka," kata Lilia, kembali memanggil sistem.
"Baik nona, kamera telah ditukarkan dengan koin emas," sahut sistem. Kamera di ruang ajaib, muncul di tangan Lilia. Setelah kamera ada ditangan, Lilia pun beraksi.
"Akan ku tunjukan apa itu viral pada keluarga kepala desa. Kalau cuma bicara, orang lain mana percaya. Dengan video, mereka tidak mungkin membantah."
Lilia diam-diam mendekati mereka. Karena sedang asyik memilih televisi keluaran terbaru, mereka tidak sadar akan keberadaan Lilia. Lilia merekam diam-diam.
"Setelah ini aku mau beli mesin cuci, Pak," pinta istri kepala desa.
"Tenang Bu, duit kita masih banyak, beli apa saja yang ibu mau," jawab kepala desa pada istrinya.
"Aku mau beli baju mahal, pak," pinta anak gadisnya.
"Aku mau beli tas mahal," kata anak yang satunya lagi.
"Beli apapun yang kalian mau, uang dari pemerintah sudah cair semua. Dari pada untuk warga desa, lebih baik untuk kita saja. Biar kita kaya," kata kepala desa sambil tersenyum sinis.
"Bapak memang hebat, untung bapak jadi kepala desa, coba kalau masih jadi petani, hidup kita akan susah terus. Tidak bisa makan uang bantuan untuk warga seperti sekarang," kata istri kepala desa, tertawa.
Lilia merasa jijik dan marah mendengar percakapan mereka. Dia merasa bahwa kepala desa benar-benar tidak peduli dengan nasib warga desanya dan hanya memikirkan kepentingan dirinya sendiri. Lilia memutuskan untuk menyimpan bukti rekaman ini dan memanfaatkannya untuk mengungkap kebenaran.