NovelToon NovelToon
Revano

Revano

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikahmuda
Popularitas:1.4k
Nilai: 5
Nama Author: Sari Rusida

"Revano! Papa minta kamu menghadap sekarang!"

Sang empu yang dipanggil namanya masih setia melangkahkan kakinya keluar dari gedung megah bak istana dengan santai.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sari Rusida, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

11

"Dari mana aja sih, Pan? Beli minum doang seabad banget perginya."

Revano yang baru menginjakkan kakinya di dekat Risya sudah mendengar omelan Risya yang sebenarnya tidak berguna. Bahkan, dengan tampang tidak berdosanya, Risya dengan kasar mengambil botol minum dari tangan Revano.

"Kamu nggak beli jajan? Udah tahu aku seminggu ini makannya dikit banget, ya banyak baru tadi. Dibeliin jajan kek, apa kek. Pengertian dikit kek jadi bodyguard, masa apa-apa harus dikasih tahu."

Revano memilih berdiri di sisi Risya yang tengah duduk, menghadap ke depan dengan fikiran menerawang akan kedatangan Reno nanti.

"Aduuh ... aku laper, Pan. Beli jajan, yok." Risya segera berdiri dengan tangan menggendong boneka pandanya.

Revano melirik jam di pergelangan tangannya. Pukul empat sore. Waktu shalat ashar sudah lewat.

Revano berjalan mendahului Risya. Risya mengekor di belakang Revano dengan masih menggendong Bubunya.

Tak lama berjalan, mereka berdua berhenti di depan masjid yang terlihat lumayan besar. Satu-dua orang keluar masuk ke dalam masjid itu.

"Bonekanya letak teras."

Risya menghentikan langkahnya dengan dahi berkerut. "Mau ngapain ke sini?"

Pertanyaan bodoh yang membuat Revano enggan menjawab. Lelaki itu memilih berjalan menuju tempat wudhu tanpa menghiraukan Risya yang masih kebingungan.

Tak lama dari itu Revano kembali menampakkan wujudnya dengan wajah basah serta baju yang digulung sampai siku dan celana dilipat hampir sampai lutut. Risya sedikit terpaku melihat Revano yang terlihat berbeda. Lebih ... tampan!

"Di dalam sudah disiapkan mukena."

Revano yang tadi berdiri di teras kembali melanjutkan langkahnya untuk masuk ke dalam masjid. Risya mulai paham. Revano tadi tengah mengajaknya untuk shalat.

Risya meletakkan bonekanya di teras, seperti perintah Revano. Berjalan ke tempat wudhu dengan otak terus berfikir.

'Sependiam apa pun Epan, ternyata dia nggak lupa sama Tuhannya. Sedangkan aku? Yang begitu ramah dengan semua makhluk di bumi ini, tapi untuk sekedar menjalani perintah Tuhanku saja rasanya jarang,' batin Risya.

****

"Please, Ma. Mama ikut Bang Reno ke Surabaya, ya? Mana tahu dengan ikutnya Mama, Bang Van bisa cepet ketemu," ucap Reyna terus membujuk mamanya di dalam kamar.

"Untuk apa, Rey? Kamu nggak liat Mama lagi sakit?" tanya Rifki, Abang bungsu Reyna.

"Feeling seorang ibu itu kuat, Bang. Mungkin dengan Mama ikut ke sana, Bang Van bisa cepet ketemu," ucap Reyna sambil menatap Rifki yang tengah bersandar di bibir pintu kamar orang tuanya.

"Mama lagi sakit, Rey. Papa juga nggak bakal izinin. Biarin Mama sembuh dulu. Kamu kenapa heboh begini, sih?" tanya lelaki remaja yang baru menginjak umur delapan belas tahun itu.

"Ya, ya biar Bang Reno ada temennya, Bang Rifki. Udah, Abang diem aja, deh. Reyna lagi ngomong sama Mama ini!" ucap Reyna sedikit kesal dengan abangnya itu.

"Kalau pun Mama mau, Papa nggak bakal kasih izin." Rifki yang juga kesal dengan Reyna segera pergi setelah berucap demikian.

Reyna tidak menghiraukan Abangnya. Kali ini fokus Reyna pada Nathalie, Mamanya.

"Mama mau ya, Ma? Bang Reno pasti bisa jaga Mama juga. Kalau perlu, Reyna ikut," ucap Reyna belum putus asa untuk membujuk Mamanya.

"Mama mau aja, Sayang. Tapi bener kata Abang kamu. Keinginan Mama tidak akan terpenuhi kalau Papa tidak mengizinkannya," ucap Nathalie dengan nada lemas.

"Tapi Mama harus ke sana!" ucap Reyna sedikit kesal. Tangannya meremas rambut yang menjuntai sampai bahu itu.

"Iya, Mama ikut. Kamu bujuk Papa, ya?" ucap Nathalie sambil mengambil tangan Reyna agar berhenti menjambak rambutnya sendiri.

"Yes! Reyna sayang Mama!"

***

"Pan, jajan di sana, yok!" ajak Risya sambil menarik tangan Revano yang sibuk membawa boneka panda miliknya.

"Boneka Anda ..."

"Ya, kamu bawalah! Masa aku harus susah-susah bawa boneka, sedangkan aku punya bodyguard yang bisa bawain," ucap Risya memotong ucapan Revano.

Risya terus berjalan dengan semangat, mendekati pedagang kaki lima yang magang di pinggir jalan yang di sebelahnya terdapat pohon besar yang rimbun.

"Pak, baksonya dua, ya?" ucap Risya memesan bakso yang berjualan di sana.

"Siap, Mbak. Ditunggu di bawah pohon sana bisa, Mbak?" ucap Penjual itu sambil menunjuk tempat duduk di bawah pohon rimbun tadi.

Risya segera berjalan ke sana dan segera duduk, diikuti Revano di belakangnya sambil membawa Bubu, bonekanya.

"Saya tidak lapar, Sya."

"Sya? Kamu manggil aku gitu?" Risya mendelik ke arah Revano.

Revano mengangkat bahunya, untuk dua hal. Pertama, panggilan itu tidak salah, karena Putra sendiri yang meminta dia memanggil putrinya demikian. Kedua, Risya sudah jelas sangat dengar akan ucapan dia, kenapa harus bertanya? Ketahuilah, Revano tidak suka basa-basi.

"Panggil aku Non Risya. Jangan Sya doang. Kalau mau singkat bisa Non Sya, yang penting jangan Sya. Kamu paham?" ucap Risya seakan menghakimi panggilan untuk dirinya dari Revano.

"Papa Anda yang meminta saya untuk tidak memanggil Anda demikian," ucap Revano datar.

"Papa lagi. Majikan kamu bukan cuma Papa, aku juga. Bahkan aku lebih tinggi kedudukannya dari pada Papa atas kamu. Jadi nurut aja sama aku," ucap Risya sambil bersedekap dada.

"Papa Anda yang membayar saya, bahkan bakso nanti saya juga yang membayar. Jadi, Anda lebih baik diam," ucap Revano lagi.

Risya menurunkan tangannya dari dadanya. Menatap Revano sekilas. Bodyguardnya ini menyebalkan. Sudah tahu dia adalah anak majikannya. Tugas Revano sudah jelas menjaganya, tapi kenapa sikap Revano seenak jidad sendiri?

"Nyebelin! Kan memang tugas kamu untuk bayarin baksonya. Udah tahu aku nggak bawa uang ke sini tadi," ucap Risya sambil mencabik kesal.

Revano kembali menggidikkan bahunya. Lebih baik mengalah, dari pada melanjutkan perdebatan dengan gadis di depannya ini. Udah cerewet, nggak mau ngalah lagi.

"Silahkan, Mbak, Mas." Penjual bakso tadi membawakan dua mangkuk bakso dengan dua teh es di meja persegi panjang yang diduduki Revano dan Risya.

"Makasih, Pak." Risya segera mendekatkan baksonya di hadapannya. Memakannya dengan lahap setelah memberikan saus dan kecap yang tersedia di atas meja.

Revano tidak mengambil bakso miliknya. Bukannya tidak mau, tapi sepertinya memperhatikan Risya makan lebih menyenangkan dari pada menikmati baksonya.

"Ngapain liatnya gitu amat? Naksir sama aku, ya?" tanya Risya dengan wajah menggoda. Tangannya yang memegang garpu yang telah berada satu bakso kecil terapung di depan wajah Revano.

Revano segera mengalihkan pandangannya dengan tatapan masih datar. Ada yang berdetak lebih cepat di dalam sana saat kepergok memperhatikan Risya diam-diam.

"Makan tuh, baksonya. Mau aku bantu abisin?" tanya Risya sambil menjauhkan mangkuk bakso miliknya yang hanya menyisakan kuahnya saja.

"Habis makan, memangnya perut Anda masih muat?" tanya Revano. Seperti keceplosan, Revano kembali membuang muka kala selesai mengatakan itu.

"Waaah ... meremehkan perutku. Jelas muatlah," ucap Risya sambil mengambil mangkuk yang berada di hadapan Revano. Mengabaikan sikap Revano yang sedikit salting kala selesai bertanya tadi.

Revano kembali memperhatikan Risya saat menyuap satu persatu butir bakso ke dalam mulutnya. Sesekali mulutnya menguap kala merasakan panas dari bakso itu.

"Kalau mau, bilang. Nih, aaa ..." Risya menyuapkan bakso kecil yang berada di sendok lengkap dengan kuah serta mie putihnya.

"Saya tidak lapar." Revano membuang muka, menolak suapan Risya.

"Nggak mau yaudah." Risya acuh, dan kembali melanjutkan makannya.

Lagi. Revano kembali mencuri pandang pada Risya. Sedikit bingung, bukannya gadis itu sudah makan di rumah tadi? Dan kalau dia tidak salah ingat, baru tadi 'kan gadis itu menghabiskan satu mangkuk bakso?

Risya kembali menjauhkan mangkuk di hadapannya, disusul dengan sendawa yang keluar dari mulutnya.

"Alhamdulillah," gumam Revano yang sedikit di dengar Risya.

"Apa?" tanya Risya setelah menyeruput es tehnya hingga tandas.

Revano menoleh, kemudian menggeleng. "Sudah siap?"

Risya mengangguk, kemudian memukul pelan perutnya yang terasa kenyang. Gadis itu cengengesan ketika melihat dua mangkuk berhasil ia habisnya dalam waktu kurang dari dua puluh menit. Revano menggeleng pelan saat melihatnya.

Revano segera membayar bakso Risya, kemudian membawa gadis itu untuk pulang. Sebelum menemukan taxi, Risya meminta untuk dicarikan es kelapa atau es tebu dulu. Terpaksa, Revano mengikuti.

"Nah, itu, Pan! Itu ada es kelapa!" ucap Risya dengan girang, sambil memukul lengan Revano serta menunjuk penjual es kelapa.

Mereka berdua berjalan menyebrang jalan raya untuk sampai di seberang sana, tempat penjual es kelapa. Tidak lupa keduanya --lebih tepatnya Revano-- melihat kiri-kanan untuk memastikan tidak ada kendaraan.

"Es kelapanya satu, Pak. Kamu nggak mau 'kan, Pan?"

Revano mengangguk dengan tangan terus menggendong Bubu. Sebenarnya ia malu, tapi mau bagaimana lagi?

"Wih, Mbaknya beruntung banget ya, punya pacar yang mau romantis di tempat umum kayak gini. Pakek bawain bonekanya segala lagi, bikin saya iri," ucap salah satu pelanggan yang juga membeli es kelapa itu.

"Dia bodyguard saya, Mbak," ucap Risya sambil tersenyum manis.

"Ooh, bodyguardnya? Masa sih, Mbak? Mas-nya ganteng gini, masa bodguardnya, sih?" tanya Mbak itu.

"Bener, Mbak. Lagian ganteng dari mana, sih?" tanya Risya sambil mengamati wajah Revano lamat-lamat. "Biasa aja, Mbak."

"Es kelapanya, Kak." Anak kecil yang merupakan anak penjual es kelapa itu menyodorkan es kelapa pesanan Risya.

"Terimakasih, Ganteng." Risya menerima es kelapa itu sambil mengusap rambutnya gemas.

"Uangnya mana, Pan?" Risya menyodorkan telapak tangannya pada Revano.

Revano segera merogoh saku celananya dan mengeluarkan uang itu. Memberikannya pada Risya.

"Ini, Ganteng. Terimakasih, ya?" Risya kembali mengacak-acak rambut anak kecil itu dengan gemas setelah menyerahkan selembar uang berwarna ungu padanya.

Revano dan Risya kembali berjalan melalui trotoar. Risya bersenandung riang dengan tangan memegang es kelapa.

"Ya ampun, lucu banget sih, adeknya. Coba Navis nggak nakal, pasti bisa melucu adek itu," ucap Risya berlompat-lompat kecil di pinggir trotoar.

"Anda suka anak kecil?" tanya Revano tiba-tiba.

"Banget! Apalagi kalau laki-laki. Apalagi kalau kembar ...!"

Revano menggelengkan kepalanya pelan ketika melihat reaksi Risya yang begitu girang kala membicarakan anak kecil. Sepertinya Risya sudah melupakan kejadian dengan Alex, dan bisa kembali tertawa.

Uhuk! Uhuk!

Risya tersedak kala meminum es kelapa sambil bersenda gurau sendiri. Entah karena itu atau karena apa, yang jelas wajahnya sudah memerah sekarang.

"Anda baik-baik saja?" Revano memijat pelan tengkuk Risya.

"Brengs*k!"

Wajah Risya tambah memerah saat melihat ke arah depan. Rupanya itu yang membuatnya tersedak. Alex dan perempuan itu, di depan tempat foto prewedding.

Dengan emosi yang meluap serta wajah yang tambah memerah, Risya berjalan tergesa mendekati mereka.

"Hey!"

••••

Bersambung

1
Roxanne MA
keren thor aku suka
Roxanne MA
lucu banget jadi cemburuan gini
Roxanne MA
bagus banget ceritanya ka
Nami/Namiko
Emosinya terasa begitu dalam dan nyata. 😢❤️
Gohan
Bikin baper, deh!
Pacar_piliks
iihh suka sama narasi yang diselipin humor kayak gini
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!