NovelToon NovelToon
CARA YANG SALAH

CARA YANG SALAH

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / CEO / Playboy / Selingkuh / Cinta Terlarang / Romansa
Popularitas:5k
Nilai: 5
Nama Author: syahri musdalipah tarigan

**(anak kecil di larang mampir)**

Di tengah kepedihan yang membungkus hidupnya, Nadra mulai menjalani hari-hari barunya. Tak disangka, di balik luka, ia justru dipertemukan dengan tiga pria yang perlahan mengisi ruang kosong dalam hidupnya.

Arven, teman kerja yang selalu ada dan diam-diam mencintainya. Agra, pria dewasa berusia 40 tahun yang bersikap lembut, dewasa, dan penuh perhatian. Seorang duda yang rupanya menyimpan trauma masa lalu.

Dan Nayaka, adik Agra, pria dewasa dengan kepribadian yang unik dan sulit ditebak. Kadang terlihat seperti anak-anak, tapi menyimpan luka dan rasa yang dalam.

Seiring berjalannya waktu, kedekatan antara Nadra dan ketiga pria itu berubah menjadi lingkaran rumit perasaan. Mereka saling bersaing, saling cemburu, saling menjaga namun, hati Nadra hanya condong pada satu orang: Agra.

Keputusan Nadra mengejutkan semuanya. Terutama bagi Nayaka, yang merasa dikhianati oleh dua orang terdekatnya, kakaknya sendiri dan wanita yang ia cintai diam-diam.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon syahri musdalipah tarigan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

11. MALAM MENCEKAM

Teras itu masih diterangi temaram cahaya lampu gantung yang sudah mulai redup. Waktu seakan berhenti sejenak. Hening menyelimuti mereka berdua, hanya suara jangkrik dan desiran angin malam yang berani mengisi jeda.

Nadra akhirnya mempersilahkan Nayaka duduk. Mereka duduk berjauhan di sisi teras yang mulai lembap karena embun malam. Namun, walau tubuh mereka terpisah jarak, percakapan tetap berjalan perlahan. Seperti dua orang asing yang mencoba memahami bahasa luka satu sama lain.

"Lukanya," tanya Nadra pelan sambil melirik ke lengan, dan dahi Nayaka yang masih tertutup perban," apa masih sakit?"

Nayaka menatap perban itu, mengangkat sedikit lengannya dan menyentuh dengan pelan.

"Nggak terlalu. Tapi ada yang lebih sakit dari luka ini," ujarnya sambil tersenyum tipis, mata masih menatap ke depan.

Nadra tak membalas. Ia hanya mengangguk kecil, lalu memutar pandangannya ke atas. Langit malam tampak jernih. Bintang-bintang tersebar seperti cahaya kecil yang ditabur Sang Pencipta untuk jiwa-jiwa yang merasa sendiri.

"Ayah, Ibu, kalian lihat aku dari atas sana?" bisik Nadra, pelan sekali.

Nada suaranya terdengar lirih, hampir tidak terdengar jika angin tak ikut mengantarkannya.

"Mulai malam ini, aku tidur sendiri di rumah ini. Nggak ada suara Ibu lagi yang nanya Nad, kamu capek? Kamu lapar? Nad, teman-teman kamu baik semua, kan?"

Suaranya mulai bergetar. Matanya tetap menatap langit, tapi bibirnya menggigil. Ia mencoba kuat, menahan isak yang sudah di ujung lidah. Tapi perasaannya menguap begitu cepat, menyisakan lubang kosong di dada.

"Ibu....," lanjutnya, namun kalimat itu tak pernah selesai. Dadanya sesak. Suaranya terhenti. Air matanya menggenang, tapi tak satu pun menetes.

Nayaka bangkit perlahan. Tanpa bicara, tanpa memberi aba-aba, ia mendekat. Tangannya menarik pelan tubuh mungil Nadra ke dalam pelukannya erat, penuh perlindungan. Namun juga penuh empati yang diam. Dan di saat itulah pertahanan Nadra runtuh.

Tangisan yang ia tahan seharian akhirnya pecah. Bukan tangis pelan atau lirih, tapi tangis yang mengguncang tubuhnya. Tangis yang membawa semua luka, semua kecewa, semua harapan dalam satu ledakan emosional.

"Aku belum sempat bahagiain Ibu. Aku belum sempat bilang makasih. Aku belum sempat minta maaf."

Nayaka memejamkan mata, mempererat pelukannya. Tidak berkata apa. Karena kadang, pelukan lebih penting daripada ribuan kata. Tangisan Nadra terus berlangsung. Dan di malam itu, di bawah bintang-bintang yang seolah ikut bersedih, dua jiwa yang sama-sama terluka saling menguatkan tanpa janji, tanpa tuntutan, hanya dengan keberadaan.

Dan dalam diam, Nayaka berbisik dalam hatinya. "Jika Tuhan masih izinkan aku ada, maka biarkan aku menjadi alasan gadis ini bertahan."

Setelah mengelus kepala Nadra dengan tangan yang terasa berat oleh gengsi, Nayaka menarik napas dalam, menatap gadis itu yang sudah lepas dari pelukannya, tatapan sesaat yang terasa lebih lama dari biasanya.

"Aku pergi," katanya pendek, suaranya masih terdengar dingin, tapi tatapannya tidak sekeras sebelumnya.

Nadra mengangguk pelan. "Hati-hati di jalan."

Langkah Nayaka mulai menjauh. Suara sepatu yang menyentuh teras terdengar pelan, namun bagi Nadra, tiap bunyinya gema yang lama menghilang. Ia berdiri di ambang pintu, memandangi punggung lelaki itu, entah mengapa hatinya terasa sedikit berat melepas kepergian Nayaka malam ini.

Sebelum mencapai mobil Jeep hitam miliknya, Nayaka menghentikan langkahnya. Ia menoleh setengah, tanpa menatap langsung.

"Dan satu lagi," ucapnya tanpa melihat, "kalau ingin menangis, jangan di tahan. Jangan simpan sendiri semuanya. A...aku siap untuk meminjamkan bahuku."

Nadra nyaris tak percaya mendengarnya. Ia menggigit bibir, berusaha menahan lagi air mata yang ingin jatuh. Tapi kali ini bukan karena sedih, melainkan karena rasa haru yang tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata.

Ia menjawab, pelan namun pasti," Oke, aku ingat."

Pintu rumah telah tertutup rapat. Nadra berdiri membelakangi pintu kayu itu. Rumah yang tetap sama, sempit, dingin, dan hening. Tapi ada sesuatu yang berbeda malam ini. Ada pesan tanpa suara yang tertinggal di balik elusan kepala Nayaka, bahwa seseorang di luar sana, meski dengan cara anehnya, kini mulai peduli.

Dan malam itu, sebelum tidur, Nadra menatap langit-langit kamarnya, tersenyum samar. "Mungkin aku tak sekuat itu. Tapi untuk pertama kalinya, aku merasa tidak sendirian."

Malam semakin larut, dan seisi rumah kecil itu tenggelam dalam kesunyian. lampu ruang tamu masih menyala redup, namun di kamar sempit dengan dinding yang sedikit retak, Nadra tertidur memeluk erat jaket lesuh peninggalan Ibunya. Jaket lesuh beraroma sabun cuci murah yang dulu dipakai sang Ibu setiap kali bekerja.

Tubuh mungil Nadra meringkuk, namun wajahnya tampak tidak tenang. Keringat mulai membasahi keningnya, bibirnya bergetar, dan napasnya berat. Di dalam tidurnya, Nadra mulai bergerak gelisah. Tangan kirinya memegang lehernya sendiri, mencengkram seolah berusaha melepaskan sesuatu yang tak kasat mata.

💤💤💤

Dalam mimpinya, bayangan rumah yang sama muncul. Namun kali ini rumah itu gelap, dingin, dan sunyi. Nadra berdiri di tengah ruang tamu. Lalu dari balik kegelapan, muncul sosok ayahnya dengan tatapan marah yang mengerikan.

"Ayah," bisik Nadra dalam mimpinya, langkahnya mundur.

Tapi Ayahnya hanya berjalan maju, tanpa suara. Wajahnya penuh kebencian, tangan besarnya terulur, langsung menjerat leher Nadra.

"Kau juga harus mati," gumam sang Ayah dengan suara dalam, berat, dan penuh dendam.

Nadra berteriak dalam mimpinya. Tangannya mencakar udara, mencari pegangan, namun tiada yang bisa menolong. Suara Ayahnya terus berulang, seperti gema yang merobek hatinya.

"Kau juga harus mati....mati...mati!"

✨✨✨

Di dunia nyata, Nadra menggeliat keras di tempat tidur. Napasnya terengah, keringat membasahi kening dan tengkuk. Tangannya masih memegang lehernya, matanya terbuka perlahan, panik, dan ketakutan.

"Mimpi," napasnya tersendat. "Itu hanya mimpi."

Ia terduduk di atas kasur, memeluk jaket Ibunya semakin erat. Tangisnya pelan, nyaris tak bersuara, hanya getaran bibir yang mengatakan luka yang belum sembuh.

"Mimpi itu terasa nyata sekali," ucapnya lirih.

Matanya menatap gelap ke sudut ruangan, seolah bayangan sang Ayah masih ada di sana. Tapi ia tahu, bukan arwah Ayahnya yang menyiksanya malam ini, melainkan luka yang belum sembuh, trauma yang masih tinggal.

Dan di balik rasa takutnya, Nadra berkata lirih sambil menatap langit-langit, "Aku nggak mau mati. Aku masih mau hidup, Bu. Aku masih mau bahagiain Ibu, meski Ibu udah nggak ada."

Dalam hati, Nadra tahu malam ini, ia tidak hanya berjuang untuk melewati mimpi buruk. Tapi ia sedang belajar untuk memaafkan masa lalu yang penuh luka, meski sulit untuk dilupakan.

...Bersambung......

...Terimakasih untuk semuanya 😊😊😊...

...Meskipun sunyi, aku tetap semangat untuk lanjut Up Kok....

1
Elisabeth Ratna Susanti
top banget seruuu Thor 👍🥰
Elisabeth Ratna Susanti
maaf flu berat jadi telat mampir
Pengagum Rahasia
/Sob//Sob//Sob/
Pengagum Rahasia
Agra begitu sayang sama adeknya, ya
Syhr Syhr: Sangat sayang. Tapi kadang adeknya nyerandu
total 1 replies
Pengagum Rahasia
Oh, jadi asisten ingin genit genit biar lirik Agra. Eh, rupanya Agra gak suka.
Syhr Syhr: Iya, mana level Agra sama wanita seperti itu 😁
total 1 replies
Pengagum Rahasia
Apakah ada skandal?
Syhr Syhr: Tidak
total 1 replies
Pengagum Rahasia
Agra sedetail itu menyiapkan semua untuk Nadra. /Scream/
Pengagum Rahasia
hahah, karyawannya kepo
Syhr Syhr: Iya, hebring
total 1 replies
Pengagum Rahasia
Kapoklah, Nadra merajok
Syhr Syhr: Ayo, sih Om jadi bingung 😂
total 1 replies
Pengagum Rahasia
Yakin khawatir, nanti ada hal lain.
Pengagum Rahasia
Ayo, nanti marah Pak dion
Syhr Syhr: Udah kembut Nadra, pusing dia
total 1 replies
Pengagum Rahasia
Abang sama adek benar benar sudah memiliki perusahaan sendiri.
Pengagum Rahasia
Kalau orang kaya memang gitu Nad, biar harta turun temurun
Syhr Syhr: Biar gak miskin kata orang².
Syhr Syhr: Biar gak miskin kata orang².
total 2 replies
Pengagum Rahasia
Haha, jelas marah. Orang baru jadian di suruh menjauh/Facepalm/
Pengagum Rahasia
Udah Om, pakek Duda lagi/Facepalm/
Syhr Syhr: Paket lengkap
total 1 replies
Pengagum Rahasia
Kekeh/Curse//Curse//Curse/
Pengagum Rahasia
Mantab, jujur, polos, dan tegas
Syhr Syhr: Terlalu semuanya Nadra
total 1 replies
Pengagum Rahasia
Cepat kali.
Pengagum Rahasia
Agra memang bijak
Pengagum Rahasia
Agra type pria yang peka. Keren
Syhr Syhr: Jarang ada, kan
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!