Kita tidak pernah tau bagaimana Tuhan akan menuntut langkah kita di dunia. Jodoh.. meskipun kita mati-matian menolaknya tapi jika Tuhan mengatakan bahwa dia yang akan mendampingimu, tidak akan mungkin kita terpisahkan.
Seperti halnya Batu dan Kertas, lembut dan keras. Tidaklah sesuatu menjadi keindahan tanpa kerjasama dan perjuangan meskipun berbeda arah dan tujuan.
KONFLIK, SKIP jika tidak sanggup membacanya..!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bojone_Batman, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
11. Cerita tentang hal lalu.
POV flashback Bang Hananto on..
"Lama sekali, Neng." Ku ketuk kamar mandi berkali-kali karena istriku tidak kunjung keluar dari kamar mandi.
Yaa.. Meskipun aku menolak keras hadirnya tapi pada kenyataannya Risha memang istriku.
"Risha nggak bawa handuk, Bang." Jawabnya lirih.
Aku hanya bisa menghela nafas panjang. Aku pun segera mengambilkan Risha handuk.
Di ingat lah, Neng. Kalau nggak ada Abang di rumah, bagaimana kamu mau ambil handukmu??" Omelku gemas sendiri lalu mengetuk pintu kamar mandi.
Pintu kamar mandi sedikit terbuka, Risha mengambil handuk yang ku pegang. Tak sengaja jemarinya yang basah menyentuh tanganku.
Entah apa yang terjadi. Akal sehat dan batinku berperang hebat. Tetes air di tanganku menyesakan jalan nafasku. Darahku terasa panas hingga ubun-ubun kepala.
Tak peduli apapun lagi, aku menerobos masuk ke dalam kamar mandi. Jelas Risha sungguh kaget. Ia berusaha menutupi tubuhnya. Seakan hilang akal, aku menariknya dan mendekapnya ke dalam pelukanku.
"Abang mau apa??" Tanyanya ketakutan.
"Apapun yang saya lakukan, saya tidak merendahkanmu sebagai seorang wanita, saya juga tidak melukai harga diri saya sebagai laki-laki." Jawabku tegas, tanganku sibuk melepas kancing pakaianku.
"Tapi ini melanggar perjanjian kita, Baaang..!!"
Ucap Risha bagai tidak kudengar. Aku kehilangan akal. Ku angkat kedua kakinya. Kini kudengar jerit tangis yang ku abaikan.
...
Risha masih menangis. Aku pun tidak tega. Kupeluk dan ku tenangkan dirinya sebisaku.
"Saya akan menyobek surat perjanjian kita. Kalau memang semua adalah takdir, kita jalani saja apa adanya..!!" Ujarku saat menyadari bahwa aku lah pria pertama yang menyentuh istri kecilku. Tentu ada ketidak ikhlasan membayangkan dirinya bersama pria lain.
"Tapi......"
Aku membungkam bibirnya. Aku membuka kembali pancuran dari bambu yang mengarah ke kamar mandi ku. Kini tubuhku terguyur air bersamanya.
"Tetaplah disini dan jangan pernah berharap cinta yang lain. Biarlah Abang yang menghujanimu dengan banyak cinta dan biarkan Abang mendekapmu dengan seluruh rasa yang Abang punya." Kataku terus terang. "Percayalah..!!" Ujarku meyakinkan.
Risha balas memeluk ku, agaknya ia sudah ingin meresponkumau ada sesal di hatiku sudah melakukannya dengan cara sekasar ini.
"Mau ya..!!"
...
"Bagaimana nih, sepertinya aku nggak bisa lepasin Risha. Kamu nggak sungguhan ngincar Risha, kan??" Tanyaku pada Shano. Aku tidak ingin masalah ini akan meruncing di kemudian hari.
"Malah sebaliknya, aku pun begitu. Seharian kemarin Jena terus saja muntah. Sejak kisruh waktu itu, aku tak ada minat lagi main gila seperti itu." Jawab Shano.
"Cobalah kau kembali lagi ke tempat rehabilitasi, apakah ada yang salah dari proses penyembuhan mu?? Bilang sama Papamu, beliau harus tau. Kau tidak akan kuat menanggungnya sendiri." Ujarku terkadang prihatin dengan Shano.
Jika aku yang mengalami nasib seperti Shano, mungkin sudah sejak lama aku hanya tinggal nama. Hingga kini Shano harus berjuang di antara hidup dan mati.
Senyum Shano nampak kecut, aku tau sahabatku itu begitu terluka. Di anggap sampah oleh sang Papa karena terlalu bengal dan sering berkelahi sudah cukup melukai batin, belum lagi masalah mantan nya yang tidak pernah ku ketahui.
"Kau jangan terus merokok..!! Sayang paru-parumu. Hentikan nge-bong..!!" Aku sampai stress sendiri melihat Shano.
Beberapa tahun lalu usai kehilangan kekasihnya, ia di kirim bertugas untuk mengendalikan human traffic dan perdagangan senjata api rakitan via jalur udara. Hampir satu tahun lamanya Shano bergerak hingga seluruh oknum perusak bangsa tersebut habis tanpa sisa.
Tidak ada yang tau sepak terjangnya karena saat itu selain dirinya kehilangan salah seorang Danton, dirinya masih terluka kehilangan kekasihnya. Berita yang kudengar saat itu, kekasihnya sudah di nodai orang dan dirinya berusaha ikhlas untuk menerimanya namun di hari pertunangan, kekasihnya itu kabur.
Papa Rinto sangat marah, kabar beredar bahwa kelalaian putranya itu penyebab gugurnya seorang senior dan Letnan Hershano sudah menodai seorang gadis. Namun pada kenyataannya aku dan beberapa pihak terkait tau bahwa Letnan Hershano merelakan 'tubuhnya' demi menyelamatkan hidup dan nama naik Panglima serta jajarannya.
Letnan Hershano hanya diam menelan segala penderitaannya itu sendirian. Walau terus di salahkan, ia tetap diam.
"Aku nggak apa-apa. Kau lihat sendiri kan, aku kuat." Jawabnya santai.
Ku rampas barang tersebut dan kuhisap kuat. Shano marah dan mengambilnya kembali.
"Eehh b*****t, kau mau ikut rusak??? Kau ingin memulai rumah tanggamu dengan Risha, kan??" Teriaknya.
"Kamu juga tidak memikirkan Jena. Aku tau kamu naksir Jena." Kubalas dirinya dengan nada tinggi. "Bagaimana kalau mualnya Jena ternyata pertanda hamil. Meskipun kamu tidak sengaja melakukannya, anak itu tetap anak kandungmu, siapa yang akan melindungi anak itu kalau bukan bapaknya???"
Shano nampak terdiam sejenak. Ia membuang sisa 'rokok' di tangannya.
Aku tau Shano cukup gusar meskipun sahabatku itu selalu berusaha untuk tetap tenang. Ia gelisah sampai meraup wajahnya.
POV flashback Bang Hananto off..
.
.
.
.
penyesalan datang belakangan