NovelToon NovelToon
Kakakku, Kekasih Suamiku

Kakakku, Kekasih Suamiku

Status: sedang berlangsung
Genre:Pelakor / Pelakor jahat / Nikahmuda / Poligami / Penyesalan Suami / Selingkuh
Popularitas:3.2k
Nilai: 5
Nama Author: Dini Nuraenii

Pernikahan Adelia dan Reno terlihat sempurna, namun kegagalan memiliki anak menciptakan kekosongan. Adelia sibuk pada karir dan pengobatan, membuat Reno merasa terasing.
​Tepat di tengah keretakan itu, datanglah Saskia, kakak kandung Adelia. Seorang wanita alim dan anti-laki-laki, ia datang menumpang untuk menenangkan diri dari trauma masa lalu.
​Di bawah atap yang sama, Reno menemukan sandaran hati pada Saskia, perhatian yang tak lagi ia dapatkan dari istrinya. Hubungan ipar yang polos berubah menjadi keintiman terlarang.
​Pengkhianatan yang dibungkus kesucian itu berujung pada sentuhan sensual yang sangat disembunyikan. Adelia harus menghadapi kenyataan pahit: Suaminya direbut oleh kakak kandungnya sendiri.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dini Nuraenii, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 2

Malam turun perlahan di kota. Bukanlah kegelapan yang pekat, melainkan tirai biru tua yang diselimuti kerlip lampu dari jendela-jendela tinggi.

Di ruang keluarga, lampu temaram sengaja dinyalakan, menciptakan suasana akrab yang nyaman. Suara televisi mengalun pelan, menjadi satu-satunya pendamping bagi Reno yang duduk sendirian di sofa kulit panjang.

Reno memejamkan mata sejenak, melepas lelah setelah seharian bekerja. Pikirannya kembali pada Sayang. Istrinya masih terjebak di butik. Ada masalah dengan pengiriman bahan baku baru, dan Adelia, sebagai pemimpin, harus menyelesaikannya sendiri malam ini.

Ia menarik napas panjang. Bukan hal baru. Adelia adalah wanita yang sangat berdedikasi. Namun, kadang Reno berharap dedikasi itu bisa dibagi sedikit untuknya.

"Mas Reno belum makan?"

Suara yang lembut itu membuat Reno terperanjat. Ia membuka mata dan mendapati Saskia berdiri di ambang pintu dapur, masih dengan pakaian rumahan yang sederhana dan jilbab instan yang ia kenakan.

"Ah, Kak. Belum," jawab Reno sambil bangkit. "Aku menunggu Adel, rencananya mau pesan makanan dari luar."

Saskia menggeleng pelan. Ia berjalan mendekat ke meja kopi, di tangannya terdapat piring keramik kecil berisi beberapa potong singkong goreng yang masih hangat, disajikan rapi.

Di sebelahnya, ada secangkir teh panas yang mengepul.

"Aku lihat Mas Reno pulang sudah larut. Adelia tadi bilang ada urusan penting. Tidak baik kalau perut Mas Reno kosong. Ini, aku tadi iseng menggoreng singkong yang kubawa dari kampung. Sambil menunggu Sayang pulang," kata Saskia, suaranya pelan dan penuh kehati-hatian.

Reno menatap hidangan itu. Singkong goreng. Makanan sederhana yang jauh dari menu makan malam mewah yang biasa mereka santap. Tapi entah mengapa, pemandangan itu terasa hangat dan begitu nyata.

"Terima kasih banyak, Kak. Kamu repot-repot," kata Reno tulus.

"Tidak repot, Mas. Aku merasa tidak enak menumpang di sini, jadi kalau ada hal kecil yang bisa kubantu, aku senang," jawab Saskia, sambil meletakkan piring itu di hadapan Reno. Ia tidak duduk di sofa yang sama, melainkan mengambil kursi tunggal agak jauh, memberikan jarak yang sopan.

Reno memecah singkong itu. Rasanya sederhana, renyah, dan mengingatkannya pada masa kecil, jauh dari segala kepura-puraan gaya hidup kota.

"Enak sekali, Kak. Aku sudah lama tidak makan yang seperti ini," puji Reno.

Saskia tersenyum. Senyum tipis yang tulus, tidak dibuat-buat. "Syukurlah kalau Mas Reno suka. Di kampung, ini makanan biasa."

Hening sejenak. Hanya ada suara kunyahan Reno dan alunan musik instrumental dari televisi.

"Bagaimana di sini, Kak? Apa kamu sudah merasa nyaman?" tanya Reno, ingin memastikan.

Saskia menghela napas pelan. "Nyaman, Mas. Adelia baik sekali. Kamarnya bagus sekali. Hanya saja... aku merasa canggung. Semuanya terlalu mewah.

Terlalu berbeda dari kehidupan kami di kampung."

Ia menunjuk pada koper usangnya yang diletakkan di sudut. "Aku berencana segera mencari pekerjaan di toko kue, Mas. Aku harus segera mandiri."

Mendengar itu, rasa iba Reno kembali muncul. Ia menatap Saskia, melihat kegetiran di mata teduh wanita itu.

"Jangan buru-buru, Kak. Kamu masih dalam masa berduka. Pulihkan diri dulu. Biar Sayang yang bantu mencarikan pekerjaan yang bagus. Kamu lulusan sarjana, kan?"

Saskia mengangguk pelan. "Iya, Mas. Tapi Adelia sibuk sekali. Aku tidak mau menambah beban pikirannya."

"Adelia pasti mau membantumu. Dia sayang padamu," tegas Reno, berusaha meyakinkan.

Saat itu, Reno merasakan beban hatinya sedikit terangkat. Di hadapan Saskia, ia tidak perlu bicara soal jadwal dokter, soal butik, atau soal tekanan memiliki anak. Ia hanya perlu bicara soal kemanusiaan, soal kepedihan sederhana.

....

Tiga hari berlalu, dan pola itu berulang. Adelia sibuk sepanjang hari, pulang larut, dan lelah. Jika pun mereka sempat berbicara, topiknya tidak jauh dari pekerjaan atau janji dokter.

Keintiman mereka di atas ranjang pun terasa seperti kewajiban yang harus dituntaskan sebelum jam tidur.

Di sisi lain, Saskia adalah bayangan pendiam yang mengisi kekosongan Reno. Ia tidak pernah mengganggu, tetapi kehadirannya selalu terasa di saat yang tepat.

.....

Malam itu, Reno sedang mengerjakan desain arsitektur di ruang kerja, merasa stuck dan frustrasi.

Pintu ruangan terbuka sedikit. Saskia masuk, membawa nampan kecil berisi kopi hitam pekat—persis seperti yang Reno suka dan selembar kertas catatan kecil.

"Maaf mengganggu, Mas Reno," bisik Saskia, sambil meletakkan kopi di samping laptop Reno.

"Aku lihat Mas Reno belum keluar dari ruangan sejak Magrib. Ini kopi untuk menyegarkan pikiran mu ."

Reno tertegun. Adelia tahu dia suka kopi hitam pekat, tetapi selama ini selalu asisten rumah tangga yang menyajikannya, atau ia meracik sendiri. Ini pertama kalinya ada yang menyajikan kopi itu dengan perhatian.

"Ini... kamu yang buat?"

"Iya, Mas. Aku tidak tahu apakah rasanya cocok," jawab Saskia. Ia tidak menunggu respons Reno. Ia hanya menunjukkan kertas kecil yang ia bawa, lalu meletakkannya di meja.

"Ini ada nomor telepon teman Ayah yang punya pabrik roti di kota. Mungkin mereka butuh staf administrasi. Aku coba bantu tanyakan, Mas. Tapi Mas jangan bilang Sayang ya, aku tidak mau dia khawatir kalau aku sudah mulai melamar kerja saat masih berduka," bisik Saskia, sorot matanya memancarkan ketulusan yang polos.

Reno merasa hatinya tersentuh. Itu bukan bantuan besar, tetapi itu adalah perhatian yang murni dan tidak menuntut.

"Kak... kamu baik sekali. Terima kasih banyak," ujar Reno. Ia meraih tangan Saskia secara refleks, menahan wanita itu agar tidak segera pergi.

Jari-jari Reno yang hangat menggenggam punggung tangan Saskia yang lembut dan dingin. Itu adalah kontak fisik pertama yang sedikit lebih lama di antara mereka.

Saskia terkejut. Ia tidak langsung menarik tangannya, tetapi matanya membesar, tatapannya memancarkan kepolosan bercampur sedikit ketakutan.

Reno segera melepaskan sentuhan itu, menyadari sentuhannya terlalu lama. Rasa bersalah seketika menjalar di dadanya.

"Maaf, Kak. Aku hanya... terharu," kata Reno, suaranya rendah. Ia tersenyum canggung.

"Aku benar-benar menghargai perhatianmu ini."

Saskia menunduk, pipinya merona tipis di balik bingkai jilbabnya. Ia tidak membalas ucapan Reno.

Ia hanya mengangguk pelan, lalu cepat-cepat keluar dari ruang kerja, seperti bayangan yang enggan berlama-lama di sorotan lampu.

Reno kembali menatap laptopnya. Tapi kini, yang ia lihat bukan lagi desain bangunan, melainkan bayangan rona merah di pipi Saskia.

Jari-jarinya masih terasa hangat, seolah menyimpan jejak sentuhan lembut kulit tangan Saskia.

Ia mencintai Adelia. Ia tahu itu. Tetapi Saskia... Saskia memberinya kedamaian yang tidak ia sadari sedang ia butuhkan. Sebuah kehangatan sederhana yang terasa begitu langka di tengah kemewahan pernikahannya.

Adelia pulang pukul sebelas malam. Ia masuk ke kamar, langsung menjatuhkan diri di atas ranjang.

"Aku lelah sekali, Mas. Klien Malaysia itu merepotkan sekali," keluh Adelia.

Reno mendekat, memijat lembut bahu Adelia yang tegang. "Aku tahu, Sayang. Istirahatlah. Aku sudah siapkan air hangat."

"Makasih, Mas," jawab Adelia. Ia meraih tangan Reno, menciumnya, lalu menatap Reno dengan tatapan yang kembali fokus pada satu hal.

"Mas, besok kita harus ke dokter jam sepuluh pagi. Kamu sudah tidur cukup, kan? Dokter bilang kualitas tidur sangat penting untuk... program kita," bisik Adelia.

Reno mengangguk, senyumnya terasa pahit. "Tentu, Sayang. Aku tidur cukup."

Mereka berpelukan. Kali ini, pelukan itu terasa seperti perjanjian. Pelukan yang menghangatkan fisik, tetapi gagal menjangkau kekosongan di hati Reno.

Di kamar tamu lantai bawah, Saskia mungkin sudah tidur nyenyak. Saskia yang memberikan kopi hangat, dan sentuhan tangannya yang polos telah meninggalkan jejak kehangatan yang jauh lebih nyata bagi Reno malam itu, daripada pelukan yang kini ia terima dari istrinya sendiri.

1
Dew666
Up juga nih… yg banyak up nya penasaran kapan Adel tau pengkhianatan mereka
Ibu negara
aku kok masih bingung
Dew666
Kapan Adelia tau perselingkuhan mereka 😭😭😭
Dew666
Poor Adelia 😭😭😭
Dew666
👄👄👄👄👄
Dew666
Kasian Adelia 😭😭😭😭😭
Dew666
Kapan Adel tau perselingkuhan mereka😭😭😭
Dew666
Lanjut… kapan Adel tau kebusukan mereka?
Dew666
Lanjut… ayo langsung ketauan aja, biar Adelia gak d bohongi lama-lama, kasian Adelia..
Dew666
🍒🍒🍒
Dew666
Kasian Adelia….
Dew666
😍👍
Dew666
😍😍😍
Dew666
Kalian berdua jahat👹
Dew666
🌻❤️
Dini Nuraeni: Terimakasih sudah mampir kak😍
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!