Bagaimana jadinya seorang anak pelakor harus tinggal bersama dengan ibu tiri yang merupakan istri pertama dari ayahnya.
Alma selalu mengalami perbuatan yang tidak mengenakkan baik dalam fisik maupun mental, sedari kecil anak itu hidup di bawah tekanan dari ibu tirinya.
Akan tetapi Alma yang sudah remaja mulai memahami perbuatan ibu tirinya itu, mungkin dengan cara ini dia bisa puas melampiaskan kekesalannya terhadap ibunya yang sudah meninggal sedari Alma berusia 4 tahu.
Akankah Alma bisa meluluhkan dan menyadarkan hati ibu tirinya itu??
temukan jawabannya hanya di Manga Toon
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayumarhumah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MKIT 2
Setelah semuanya selesai Alma pun mulai memasukkan kue-kue ke dalam kotak keranjangnya, di sini Alma tidak berhenti begitu saja, tangan kecilnya masih di tuntut untuk membantu ibunya di dapur, meskipun tanpa suara sang ibu selalu menyuruhnya dengan tatapan tajam sebagai isyarat.
"Bu, mana tempenya?" tanya Alma dengan hati-hati.
"Tuh diatas," sahutnya dengan nada datar.
Alma mulai mengiris tempe dan juga sayur mayur, gadis remaja itu harus menahan rasa capek dan kantuk setelah membuat beberapa kue, demi berinteraksi dengan ibunya dia mau melakukan semua, meskipun balasannya tidak sesuai yang diharapkan.
"Bu, ini sudah selesai, Alma tinggal mandi dulu ya," pintanya tanpa respon sama sekali, akan tetapi Alma tetap mengajaknya bicara.
Alma mulai meninggalkan dapur sedangkan Dian masih melanjutkan masaknya, rasa sakit dan benci terhadap masa lalu membuatnya harus menjadi monster jika berhadapan dengan anak tirinya itu, banyak momen yang hilang karena kehadiran orang ketiga, bahkan anak-anaknya harus menanggung ketidak adilan dari suaminya pada waktu itu gara-gara dia lebih memilih selingkuhannya yang waktu itu sedang mengandung.
"Aku tidak akan pernah melupakan kejadian itu Mas, meskipun sekarang kau sudah meminta maaf bahkan sudah berubah, aku tetap menyimpan rasa sakit itu, apalagi dengan sengaja kau menitipkan anak pelakor itu kepadaku," ucapnya dengan air mata kebencian.
Dian mulai menyelesaikan masaknya, setiap hari wanita paruh baya itu harus menghadapi lukanya ketika berhadapan dengan Alma yang wajahnya persis dengan ibunya, wanita yang membuat rumahtangganya hancur berkeping-keping tanpa ampun.
"Kenapa aku harus berhadapan dengan luka ku setiap harinya, wajah itu tidak akan pernah menghapus kebencianku sampai kapanpun," ucapnya dengan penuh dendam.
*****
Selesai membersihkan dirinya Alma sudah berseragam rapih dan mulai menuruni anak tangga untuk mengambil jualannya tadi di dapur, akan tetapi ketika dia mulai melewati ruangan rumahnya, diapun tidak sengaja berpapasan dengan kakak laki-lakinya yang setiap hari selalu memberinya tatapan sinis.
"Eh, maaf Kak Devan," ucap Alma ketika tubuh mereka hendak bertabrakan.
"Jangan sekali-kali kau muncul dihadapanku baik sengaja atau tidak sengaja, kau itu bagaikan najis yang haram untuk dilihat apalagi di sentuh!" cetusnya dengan penuh kebencian.
"Ma ... Maaf Kak," ucapnya dengan nada gugup.
"Tidak ada kata maaf untuk anak pelakor sepertimu, kau tahu ibumu sudah menghancurkan mental kita berdua, ibumu merebut kasih sayang ayah kita, ibumu itu penjahat nyata yang ada di dunia ini, makanya Tuhan langsung membalasnya dengan sebuah penyakit yang menjijikkan, lalu dibuatnya meninggal, karena hidup pun sudah tidak ada guna otaknya hanya dibuat untuk menghancurkan kebahagiaan orang lain, merenggut hak-hak seorang anak dari ayahnya," ungkap Devan begitu menggebu-gebu.
"Stop Kak ... Stop, kamu boleh marah, dan membenci tapi tolong jangan pernah ungkit lagi kesalahannya, cukup kau lampiaskan saja padaku, aku tidak apa-apa menjadi pelampiasan kalian di sini, aku sudah pasrah, tapi aku mohon jangan pernah lagi kau buka aibnya karena dia sudah berada di surga," mohon Alma.
"Heeeeemb, surga pede sekali kau bilang tempat ibumu surga, tempat ibumu itu neraka, karena dia dengan sadar menghina ibuku dan kita anak-anaknya, bahkan penderitaan kita belum habis, ayah kamu yang tidak tahu malu itu menitipkan mu kepada ibuku yang jelas-jelas dia wanita yang harga dirinya di injek-injek oleh ibumu," cibir Devan.
"Tapi dia ibuku Kak, biar bagaimanapun dunia memandangnya, aku tetap tidak peduli, dan aku tidak akan pernah membiarkan dia di hina apalagi dalam keadaanya dia sudah tiada, jika Kakak ingin melampiaskan, lampiaskan saja padaku," ucap Alma.
"Dasar anak dan ibu sama-sama tidak tahu diri, sana kau minggir dari hadapanku, pagi-pagi sudah membuat mood ku buruk saja," usir Devan dengan kata-kata yang begitu nyalang.
Alma pun mulai melanjutkan langkahnya, rumah ini bagaikan neraka untuk dirinya yang hanyalah seorang anak pelakor, hidupnya begitu kejam, ini baru di rumah belum diluar rumah para tetangganya pun juga menatapnya dengan tatapan yang penuh dengan luka, akan tetapi dia berusaha untuk tetap tegar untuk bisa melanjutkan hidupnya.
"Anak lakor kau mau kemana sudah rapih seperti ini?" tanya Serli.
"Aku mau sekolah Kak, ada apa?" tanya balik Alma.
"Tolong ambilkan sepatuku di lemari kamarku!" perintahnya dengan nada juteknya.
Alma pun langsung mengiyakan, kalaupun di lawan percuma urusannya bakal panjang seperti kejadian barusan dengan kakak pertamanya tadi. Setelah mengambil sepatu, seperti biasa Alma selalu di suruh untuk memakaikan di kaki kakak perempuannya itu.
"Kak, sudah selesai? Apa ada lag" tanya Alma.
"Sudah cukup, sana minggir jangan lama-lama ya dekat denganku, nanti mood ku berubah jelek karena terlalu lama berhadapan dengan duri yang menyakitkan," sindir Serli.
"Maaf Kak," ucap Alma lalu mulai pergi segera untuk mengambil kue-kuenya tadi.
Untuk kali ini Alma mulai mempercepat langkahnya untuk keluar dari rumahnya sebagai seorang anak dia sadar betul kehadirannya di rumah ini tidak pernah ada yang menginginkan sama sekali, akan tetapi dirinya tidak bisa melawan kehendak ayahnya yang ingin melihatnya hidup seatap dengan keluarga kecilnya.
Alma yang begitu menyayangi ayahnya dia hanya bisa nurut, karena ia tidak ingin kehilangan sosok yang begitu dia sayangi di dunia ini selain ibunya.
"Ayah, janji ya setelah lulus sekolah Ayah bakal bawa aku pergi ke kota, aku bukannya tidak betah tinggal di sini akan tetapi mereka yang tidak kuat jika berhadapan denganku, karena bagi mereka akulah duri yang membuat hati mereka terluka," gumam Alma sambil berjalan menenteng tas keranjangnya.
*****
Sedangkan di meja makan saat ini mereka bertiga menikmati sarapan paginya dengan penuh kedamaian karena lukanya sudah pergi, hidup mereka terasa nyaman dan damai ketika Alma sudah keluar dari rumah ini.
"Tumben si Alma jam segini sudah berangkat, biasanya dia nunggu sisa-sisa sarapan dari kita," ucap Serli.
"Tadi habis aku marahin dia, aku hina-hina dia, karena aku gedek sendiri, melihat anak itu yang hampir saja menabrak ku," ucap Devan.
"Iiish si Kakak, jangan begitu, dong. Aku tidak pernah memarahinya dengan bentakan, palingan hanya menyuruh dia dan sedikit sendirian, lain kali jangan di bentak, sebenarnya anak itu penurut loh, mau kita jadikan babu pun dia mau," ucap Serli, sedangkan Dian hanya tersenyum, baginya ini pembalasan yang setimpal karena ibunya Alma sudah merenggut hak kedua anaknya.
"Sudah deh jangan bicarakan dia lagi bikin mood kita gak baik, lebih baik kita bahas liburan kita nanti di akhir pekan, oh ya usaha Kakak kan sekarang Alhamdulillah berjalan dengan lancar, dan itu berkat doa dari ibukku, jadi hari libur nanti kita jalan-jalan ya ke luar kota," ajak Devan dengan penuh semangat.
"Wiiih, benar banget nih, lagian kita kan sudah lama tidak jalan-jalan," timpal sang adik.
Entah kenapa Dian seperti mendapatkan firasat lain mengenai anak sulungnya itu, yang akhir-akhir ini selalu mendapatkan keberuntungan di dalam kerjaannya.
"Nak, sebaiknya uangnya di tabung dulu, jangan jalan-jalan, kita pending saja ya, takutnya ada yang gak suka terus mereka mencari celah di diri kita," cegah Dian.
"Gak akan ada apa-apa Bu? Lagian siapa yang jahat denganku temanku semuanya baik kok," ucap Devan meyakinkan hati ibunya.
Meskipun begitu tetap saja hati Dian merasa tidak enak rasanya seperti ada yang mengganjal akan tetapi sang anak tetap saja ngotot.
'Ah semoga saja tidak terjadi apa-apa,' ucapnya dalam hati.
kalau sampai kecolongan ya ttnda global 😂😂😂😂 ya kan thor
ibu ga da otak,, segampang itu ninggalin anaknya segampang itu minta peluk
keren Alma good girl,,smart juga tuan Ammer
itu ibu turu perlu di kasih pelajaran yg sadis bisa Thor,,ku rasa ga yah is ok yg lain aja yg bikin dia sengsara