NovelToon NovelToon
Elara Tawanan Istimewa Zevh Obscura

Elara Tawanan Istimewa Zevh Obscura

Status: sedang berlangsung
Genre:Identitas Tersembunyi / Romansa Fantasi / Fantasi Wanita / Enemy to Lovers / Cinta Istana/Kuno
Popularitas:578
Nilai: 5
Nama Author: Sibewok

Di balik ketegasan seorang Panglima perang bermata Elysight, mata yang mampu membaca aura dan menyingkap kebenaran, tersimpan ambisi yang tak dapat dibendung.

Dialah Panglima kejam yang ditakuti Empat Wilayah. Zevh Obscura. Pemilik Wilayah Timur Kerajaan Noctis.

Namun takdir mempertemukannya dengan seorang gadis berambut emas, calon istri musuhnya, gadis penunggu Sungai Oxair, pemilik pusaran air kehidupan 4 wilayah yang mampu menyembuhkan sekaligus menghancurkan.
Bagi rakyat, ia adalah cahaya yang menenangkan.
Bagi sang panglima, ia adalah tawanan paling berbahaya dan paling istimewa.

Di antara kekuasaan, pengkhianatan, dan aliran takdir, siapakah yang akan tunduk lebih dulu. Sang panglima yang haus kendali, atau gadis air yang hatinya mengalir bebas seperti sungai?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sibewok, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 1. Desa Osca Dalam Perlindungan Zevh Obscura

Langit Timur masih diselimuti kabut ketika suara dentuman gong bergema dari menara istana Noctis. Di ruang singgasana yang megah, Raja Devh As Obscura duduk di kursinya, matanya tajam menatap ke arah putranya, Zevh Obscura.

"Pernikahan ini bukan tawaran, Zevh," suara sang raja bergetar, berat dengan wibawa. "Ini adalah perintah. Dengan menikah, kau bukan hanya menyelamatkan Desa Osca, tapi juga mengikat kekuasaan Utara di bawah kendali kita."

Zevh berdiri tegap, tubuhnya terbalut jubah perang hitam berkilau, lambang keluarga Obscura terukir di bahu bajunya. Tatapan matanya tajam, tak gentar sedikit pun pada tekanan ayahnya.

"Aku lahir bukan untuk menjadi pion politik, Ayah," balas Zevh dengan suara rendah, dingin, namun penuh kuasa. "Aku adalah panglima perang. Tugas utamaku adalah melindungi desa dan rakyat kita, bukan menjual namaku di meja pernikahan.”

Raja Devh mengetukkan tongkatnya, gema logam terdengar nyaring. "Kau terlalu keras kepala. Desa Osca lemah, dan Arons dari Utara sudah menajamkan kuku untuk mencabiknya. Apa kau pikir bisa menahannya hanya dengan pedang?"

Mata Zevh menyipit. Ada kilatan amarah sekaligus tekad di dalamnya. "Selama aku masih bernafas, tidak ada seorang pun, bahkan Arons, yang akan merebut Osca."

Keheningan menegang di ruangan itu. Para bangsawan yang menjabat sebagai orang-orang penting kerajaan di wilayah timur Noctis, duduk rapih di sisi ruangan saling pandang, sebagian berbisik, sebagian lainnya menahan senyum sinis.

Bagi mereka, Zevh hanyalah seorang pangeran keras kepala yang menolak melihat "jalan mudah" lewat politik. Namun bagi rakyat Timur, namanya adalah simbol perlindungan.

Saat pertemuan selesai, Zevh keluar dari balairung. Cahaya pagi menyambutnya, dan di kejauhan, ia bisa melihat tanah Osca.

Desa sederhana yang kini menjadi jantung konflik kerajaan. Bibirnya mengeras.

"Biarkan mereka bicara soal pernikahan politik," gumamnya, menunggang kuda hitamnya. "Aku punya caraku sendiri untuk melawan Utara."

Dan itulah awal segalanya, awal dari perang yang akan menentukan tak hanya nasib kerajaan, tapi juga hatinya sendiri. Kudanya berlari menjejaki tanah timur menuju desa Osca hari itu juga.

Dan di Desa Osca sudah kacau.

Suara teriakan dan dentang logam terdengar nyaring di ujung timur Desa Osca. Pasar yang biasanya ramai kini kacau. Pedagang berlarian, anak-anak menangis, dan asap mulai mengepul dari gudang penyimpanan gandum.

"Orang-orang Utara lagi! Mereka membakar persediaan kita!" teriak seorang pria tua sambil menyeret anaknya menjauh dari kobaran api.

Zevh tiba bersama pasukannya. Tubuhnya tegak di atas kuda hitam, wajahnya dilindungi helm perang dengan lambang obsidian. Begitu rakyat melihatnya, kehebohan berganti dengan sorak lega.

"Panglima Obscura datang!"

Zevh mengangkat tangannya, memberi isyarat. Barisan prajuritnya segera mengepung jalanan sempit menuju pasar. Mata Zevh menyapu kerumunan penyerang.

Sekelompok prajurit bayaran Utara, mengenakan kain pelindung berwarna kelabu.

Salah satu dari mereka berani maju, menodongkan pedang berlumur jelaga. "Desa ini bukan milik kalian! Segera serahkan Osca pada Pangeran Arons, atau kami akan membumihanguskannya!"

Zevh turun dari kudanya perlahan, derap sepatunya berat di atas tanah yang berdebu. Ia menatap tajam, tak mengeluarkan sepatah kata pun.

Diamnya justru membuat para penyerang goyah.

Lalu dengan gerakan secepat kilat, Zevh menghunus pedangnya, sebilah bilah hitam berukir simbol kerajaan. Dalam satu tebasan, ia menjatuhkan lawan yang paling lantang.

"Siapa lagi yang berani membawa nama Arons di tanah ini?" suara Zevh bergema, dalam dan penuh ancaman.

Keheningan menyelimuti pasar. Para prajurit Utara saling pandang, sebagian mundur.

"Bawa pesan pada tuanmu," lanjut Zevh dengan dingin. "Selama aku berdiri di tanah Osca, tidak ada seorang pun yang bisa menyentuh desa ini. Jika Arons ingin perang, katakan padanya aku akan menemuinya di medan pertempuran, bukan lewat ancaman pengecut."

Prajurit Utara yang tersisa kabur dengan terbirit-birit. Prajurit Zevh segera memadamkan api di gudang gandum.

Rakyat berbondong-bondong mendekat, sebagian berlutut memberi hormat. Seorang wanita tua menangis sambil mencium ujung jubahnya.

"Terima kasih, Panglima… jika bukan karena Anda, Osca sudah habis."

Zevh menatap wajah-wajah rakyatnya, lelah, penuh ketakutan, tapi juga penuh harapan. Ia menarik napas panjang.

"Selama aku masih hidup," katanya mantap, "Osca tidak akan jatuh ke tangan Utara."

Dan di balik tatapannya yang dingin, ada sumpah dalam hati Zevh, ia lebih memilih menghunus pedang sepanjang hidupnya daripada tunduk pada pernikahan politik yang tidak ia inginkan.

Asap terakhir dari gudang gandum rakyat desa Osca masih mengepul namun tidak di sebuah rumah besar di desa yang sama, milik seorang keluarga bangsawan.

Di ruang berlapis tirai beludru biru, Elara Elowen duduk dengan kedua tangannya menggenggam erat gaun tipis berwarna gading. Mata cokelat keemasannya menatap lantai, penuh dengan kegelisahan yang tak bisa ia sembunyikan.

"Pernikahan ini sudah ditetapkan, Elara." Suara ayahnya, Lord Edric Elowen, bergetar dengan nada marah sekaligus memohon. "Arons adalah pangeran dari Utara. Dengan menikah dengannya, kau bukan hanya menyelamatkan keluargamu, tapi juga mengamankan posisi Osca dari gempuran politik mereka."

Elara mendongak, tatapannya tajam meski wajahnya muda dan lembut. "Menyelamatkan? Tidak, Ayah. Itu sama saja menyerahkan Osca ke tangan Arons. Dia hanya ingin tanah kita. Aku tidak akan menjadi alat politik siapa pun."

Lord Edric memukul meja kayu dengan keras. "Kau tidak mengerti, Elara! Kau hanya putri, dan putri bangsawan tidak memiliki hak untuk menolak."

"Elara punya hak untuk hidup Ayah," balasnya dengan suara pecah, tapi penuh keberanian. "Dan aku memilih hidupku sendiri. Aku tidak akan menjadi istri seorang pria tamak yang bahkan tidak mengenal kata kasih."

Ruangan seketika hening. Satu-satunya suara yang terdengar hanyalah detak jantung Elara yang berpacu kencang. Ia tahu, melawan keputusan ayahnya sama saja dengan melawan tradisi bangsawan. Tapi keberanian itu menyalakan api dalam dirinya.

Malam itu juga, ketika para pelayan tertidur dan rumah bangsawan terbungkus keheningan, Elara menyelipkan beberapa helai roti kering, kepingan uang dan sekantong kecil perhiasan ke dalam mantelnya. Dengan langkah hati-hati, ia menuruni tangga batu yang dingin, menatap sekali lagi ke arah rumah tempat ia dibesarkan.

"Maafkan aku, Ayah…" bisiknya lirih. "Tapi aku tidak bisa hidup dengan belenggu ini."

Langkah Elara terhenti sejenak di gerbang kecil belakang rumah bangsawan Elowen. Angin malam berembus menusuk kulitnya, dingin, tapi lebih dingin lagi kenyataan yang menanti bila ia tetap tinggal.

Ia mendongak ke langit kelam, bibirnya bergetar, bukan karena takut, melainkan amarah yang ditahan terlalu lama.

"Pernikahan politik…" suaranya pelan, hampir seperti gumaman, tapi sarat kebencian.

"Itu bukan penyelamatan. Itu penjara. Itu rantai emas yang akan membunuhku perlahan."

Matanya berkaca-kaca, tapi Elara mengusapnya kasar.

"Arons bisa membeli tanah, bisa membeli pengkhianat… tapi ia tidak akan pernah bisa membeli diriku."

Ia meremas jubahnya erat, seolah meneguhkan sumpahnya sendiri.

"Lebih baik aku hilang dari Osca, bahkan dilupakan semua orang, daripada hidup sebagai boneka di samping pria tamak itu. Biarlah dunia menyebutku pengecut. Aku lebih memilih menjadi bayangan yang bebas, daripada Ratu yang terikat."

Ia menarik tudung jubahnya, lalu melangkah ke jalanan gelap Osca. Kabut tipis turun, menutupi wajahnya. Tidak ada yang tahu ke mana ia akan pergi, hanya satu hal yang jelas, ia lebih memilih menjadi buronan takdir daripada boneka pernikahan politik.

Dan apa yang tidak Elara sadari, pelariannya malam itu akan menyeretnya langsung ke jalur hidup Zevh Obscura, panglima perang yang keras kepala, yang sama-sama menolak takdir politik, tapi dengan cara yang sangat berbeda.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!