Ucapan Kenzo terbukti bukan sebatas isapan jempol semata. Sudah dua hari ini, Kenzo tidak pulang ke apartemennya sendiri. Sonya juga tidak tahu-menahu tentang keberadaan pria itu. Setelah membelikan banyak pakaian yang layak untuk Sonya, Kenzo pamit untuk berangkat bekerja tanpa meninggalkan sebutir pun nomor ponsel.
Namun meski ada sebuah telepon rumah, dan meski Kenzo meninggalkan nomor ponselnya, Sonya pasti ragu untuk menghubungi pria itu.
Tidak dapat dipungkiri bahwasanya tidak adanya Kenzo di apartemen mewah dan besar tersebut, cukup membuat hati Sonya jauh lebih tenang. Ia seperti berada di dalam rumahnya sendiri, kendati hatinya tetap diliputi rasa sungkan. Kesungkanan yang membuat Sonya harus menjaga sikapnya setiap saat, karena dirinya takut jika sampai menimbulkan masalah baru walaupun hanya sekecil butir merica. Semua barang Kenzo yang menurut Sonya memiliki harga jual tinggi pun tidak pernah disentuhnya sama sekali.
Selain air minum, Sonya terbilang tidak pernah mengambil bahan makanan apa pun yang berada di dalam lemari es maupun lemari penyimpanan. Beberapa uang ratusan ribu yang ia terima dari Kenzo masih cukup untuk menghidupi dirinya, bahkan mungkin masih akan tersisa banyak dalam satu mingguan.
Sebuah kenyataan yang terjadi saat ini sangat kontras dengan kehidupan Sonya di masa lalu. Yang mana pada saat masih tinggal bersama Delima, Sonya tidak pernah kehabisan uang dan kebutuhan apa pun. Pada saat itu, uang satu juta atau lebih bisa ia habiskan dalam waktu satu hari. Namun kali ini, Sonya justru tidak mampu mengabiskan uang lima puluh ribu per hari.
Entah dapat dikatakan hebat atau justru ironis. Gadis itu hanya menyantap mie instan murah yang ia beli dari minimarket terdekat, demi menghemat uangnya. Suatu makanan yang jarang Sonya santap seumur hidupnya, selain dalam hari-hari kelamnya sekarang. Namun hanya makanan tersebut yang mudah untuk ia masak, mengingat kemampuannya tentang dapur benar-benar nol besar. Dan hal itu juga yang membuat Sonya tidak berani mengambil segenggam pun bahan makanan Kenzo. Ia takut salah memasak dan membuang bahan itu dengan sia-sia jika akhirnya hasil masakannya tidak layak untuk disantap.
Ditemani segelas air bening, Sonya duduk di sebuah kursi kayu yang dekat dengan jendela apartemen itu. Di mana panorama sore hari di kota tampak indah jika dilihat dari lantai atas tersebut. Tidak dapat dipungkiri, bahwa Sonya sudah merasa jauh lebih baik daripada sebelumnya. Ia pun merasa sangat aman sekarang, menganggap jika Gani tak mungkin dapat menemukannya. Namun ... sampai kapan ia akan menumpang di rumah pria asing yang baik hati? Bukan karena takut digunakan oleh pria itu, tetapi lebih pada perasaan tidak enak hati.
Sonya menghela napas, kemudian memejamkan matanya dalam beberapa saat. "Aku rindu Ibu," gumamnya ketika bayangan cantik sang bunda terlintas di benaknya.
Sekian detik kemudian, Sonya kembali membuka mata. Pandangannya kembali mengarah ke luar sana. "Apa aku terlalu egois dengan meninggalkan ibuku sendiri, dan membiarkan pria tua itu mengakali ibuku?"
Mata Sonya bergetar membayangkan perbuatannya dengan cara kabur dari rumah ibunya. Namun mau bagaimana lagi, ia tidak memiliki daya untuk mengungkapkan segalanya. Dan sama seperti pemikirannya di hari kemarin, Delima tidak akan mempercayainya, sebab Gani pasti jauh lebih pintar untuk memanipulasi keadaan.
"Malang sekali nasib Ibu yang harus berakhir di tangan pria tua sialan itu. Seandainya Ayah masih hidup, aku dan Ibu pasti masih bersama dan bahagia." Mengingat mendiang ayahnya, Sonya tidak mampu menahan sebulir air mata yang mendadak mengalir di pipinya.
Tidak ada hal yang lebih menyakitkan daripada sebuah kerinduan yang sudah tidak akan pernah mendapatkan penawar. Bahkan, Sonya mengakui jika ayahnya masih ada, dalam keadaan sudah ternoda seperti itu pasti dirinya tetap akan lebih kuat. Namun apa yang saat ini Sonya miliki, selain ibunya yang super egois?
"Hhhh ...." Sonya mendesah lelah, dan memutuskan untuk menyingkirkan kerinduannya terhadap sang ayah. "Aku bertahan hidup bukan untuk bersedih, tapi aku berencana untuk membalas dendam. Kalau aku terus merasa lemah, balas dendamku pasti sulit diwujudkan, dan kematianku jauh lebih lama dari perkiraanku. Aku sudah terlalu malu pada dunia, alangkah baiknya segera kuakhiri Pak Tua itu lalu diriku sendiri."
Namun bagaimana caranya? Sonya selalu mempertanyakan bagaimana ia akan merealisasikan balas dendamnya pada seorang Gani.
Pelecehan seksual tidak selalu memberikan bukti yang jelas, sehingga kasus pelecehan semacam itu sering kali diabaikan oleh banyak orang. Pihak aparat pun tidak akan memproses laporan jika bukti yang dimiliki sang korban masih sangat meragukan. Dan kenyataan-kenyataan tersebut kerap membuat beberapa korban memilih bungkam, selain takut tidak dipercayai, dirinya akan dirundung perasaan malu. Jalan terakhir yang korban ambil biasanya mengakhiri hidupnya sendiri, saat kenyataan yang ia pendam menimbulkan stres dan traumatik berkepanjangan.
Andai saja Kenzo tidak memberikan ceramah panjang lebar, mungkin Sonya sudah tiada sejak dua hari yang lalu. Pemikiran Sonya pun berangsur berubah karena pria itu. Kini tinggal bagaimana ia akan membuat hidup Gani menderita.
"Apa aku meminta saran dari Tuan Kenzo saja, ya? Ah ...." Sonya mendadak melesukan tubuhnya. "Tidak, tidak boleh! Aku sudah merepotkannya. Tidak bo—"
Suara bel pintu sukses memotong gumam bibir Sonya barusan, dan berhasil membuat dahi gadis itu lantas berkerut samar.
"Yang aku bicarakan sepertinya sudah datang. Panjang umur sekali," ucap Sonya dengan perasaan yang kini justru berkecamuk hebat. Entah, ia hanya merasa seperti itu. Mungkin karena takut jika Kenzo akan mengomentari pekerjaan rumah tangganya yang menurutnya masih sangat buruk. "Semoga pekerjaanku baik di mata Tuan Kenzo."
Sesaat setelah berharap, Sonya pun bangkit dari duduknya. Ia berjalan untuk mendekati keberadaan pintu utama apartemen itu. Ia tidak menampik bahwasanya degup jantungnya semakin terpacu cepat, seiring dengan laju kakinya yang kaku.
Sonya menelan saliva, mempersiapkan diri dan hati, juga senyuman manisnya. Ia mengingat bagaimana sikap para pelayannya ketika tengah menyambut dirinya. Dan dengan menggunakan ingatan tersebut, Sonya berlagak layaknya pelayan andal yang sudah berpengalaman.
Handel pintu telah dipegang, tak lama kemudian, Sonya mulai membukanya lebar-lebar. Tanpa menatap pada siapa yang datang, Sonya merundukkan badannya hingga membentuk garis siku 90 derajat.
"Selamat datang, Tuan Kenzo," ucap Sonya menyapa.
"Eh? Kamu siapa?" Petaka! Suara itu bukan milik Kenzo, tetapi suara yang memiliki ciri milik seorang wanita.
Dalam posisi yang masih sama yakni merunduk ke bawah, Sonya membelalakkan matanya. "Si-siapa ...?" gumamnya menegang.
"Anda yang siapa, Nona?" Kini giliran seorang pria bersuara berat yang ikut andil dalam mengeluarkan pertanyaannya.
Sonya menelan saliva. Lalu dengan gerakan kaku, ia memutuskan untuk menegakkan badannya. Sesaat setelah itu, matanya menatap pada sang tamu yang merupakan seorang pria dan wanita paruh baya dengan penampilan elegan dan mahal.
Apa mereka orang tua Tuan Kenzo? Batin Sonya bertanya-tanya. Kini hatinya semakin tidak keruan dibuatnya.
Lantas, apa yang akan Sonya lakukan atau katakan, jika dua orang paruh baya itu memberikan pertanyaan yang merujuk pada sebuah interogasi? Bagaimana jika mereka menganggap Sonya sebagai pencuri atau gadis gila yang sedang menguntit Kenzo Abraham, layaknya seorang sasaeng fans di Korea Selatan?
Glup!
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 35 Episodes
Comments
Yuyun Ratna Sari Famili
lanjut thor
2021-09-21
0
Yuyun Ratna Sari Famili
upx thor lanjut
2021-09-21
0