Ketika pagi sudah berhasil menyingkap gelapnya malam, Kenzo pun sudah terbangun dari mimpi buruknya semalam, dan Sonya yang letih karena tak bisa tidur semalaman. Keduanya justru sudah terlibat pertemuan di sebuah ruang tamu. Yang mana, pertemuan tersebut akan menjadi ajang interogasi bagi Kenzo teruntuk Sonya Dewi.
"Siapa nama kamu?" tanya Kenzo memulai penyelidikannya.
Sonya menelan saliva, setelah itu ia menjawab, "Sonya Dewi, Tuan."
"Umur dan sekolah di mana?"
"Umur masih 22 tahun, Tuan. Sekolah di salah satu universitas kota ini, tapi sepertinya sudah terputus."
Oh, sudah lebih dari 20 tahun ternyata, batin Kenzo ketika dugaannya salah. Pasalnya tubuh mungil Sonya membuat gadis itu terlihat seperti bocah belasan tahun, hingga Kenzo sempat menganggapnya sebagai bocah SMA.
"Sudah sampai semester berapa?" lanjut Kenzo.
Dengan getir, Sonya menjawab, "Terakhir."
Kenzo menghela napas. "Sayang sekali lho kalau mau diputus. Apa kamu tidak ingin melanjutkannya saja?"
Sonya menggeleng lemah. "Saya tidak punya uang dan saya sangat ... takut, Tuan."
"Keluargamu?"
Kini, Sonya terdiam. Ia tidak bisa memberikan jawaban atas pertanyaan singkat dari Kenzo. Sonya takut jika Kenzo akan membantunya dengan cara mengembalikan dirinya pada keluarganya. Yang mana sang ayah tiri pasti akan kegirangan setelah melihatnya kembali pulang.
Sonya benar-benar tidak mau! Lebih baik ia menjadi gelandangan daripada bertemu lagi dengan sang pelaku kejahatan.
Kenzo mengamati Sonya lebih lekat dan dalam. Namun tatapan matanya itu diartikan berbeda oleh Sonya. Wanita muda itu menganggap Kenzo sedang memberikan tekanan besar, sehingga menimbulkan rasa sesak di dalam dadanya. Ada ketakutan tersendiri, yang tak bisa Sonya ceritakan secara jelas.
"Di mana keluargamu, Nona?" tanya Kenzo mengulangi pertanyaannya lagi.
Mata Sonya mengerjap, seiring dengan datangnya gemetar yang mendadak menyerang tubuhnya. "Ke-keluarga saya ...." Gadis itu menelan saliva, saat ketakutan semakin mencengkeram sanubarinya. "A-apa Tuan akan memulangkan saya pada keluarga saya, ka-kalau saya sudah bercerita?"
Kenzo tidak langsung menjawab, melainkan mengerutkan dahinya. Ia berusaha mencerna pertanyaan dari Sonya barusan, dan menurutnya ada suatu kejanggalan. Kenzo berangsur menyadari perihal Sonya yang sempat mendadak bungkam pasca ia mempertanyakan perihal keluarga. Dan sekarang gadis itu mungkin sedang merasa khawatir jika Kenzo sampai membuat keputusan untuk memulangkannya pada pihak keluarga.
Mengurus orang asing, terlebih saat orang itu adalah korban pelecehan yang pasti akan mengalami syok berkepanjangan, memang sangat sulit. Sampai saat ini pun Kenzo masih tidak mengerti bagaimana bisa dirinya begitu merelakan tempat dan banyak waktunya untuk memikirkan gadis itu. Apalagi dirinya bukan seorang psikolog yang bisa membantu orang-orang syok. Memahami kesulitan Sonya saja, bagi Kenzo masih sangat berat.
"Apa kamu benar-benar tidak ingin menceritakannya, Nona? Aku tidak akan membuat keputusan sepihak, jika kamu memang tidak setuju!" ucap Kenzo sarkastik, ketika ia sudah tidak tahu harus bagaimana lagi.
Sonya dibuat bingung oleh pertanyaan sarkastik dari sang pemilik rumah. Kalimat Kenzo seolah memberikan desakan agar dirinya menceritakan kronologi pelecehan yang terjadi kemarin sore. Namun demi Tuhan! Sonya masih belum siap. Ia tidak sanggup. Wajah dan nama Gani—ayah tirinya—terus terlintas di dalam pikirannya dan masih membuatnya kesulitan untuk menghela udara. Tentu saja keadaan tersebut membuatnya lebih berat jika ia tetap menceritakan hal itu menggunakan mulutnya sendiri di hadapan orang lain.
Selain muak pada sosok Gani yang perlu ia ingat, Sonya pun sangat malu pada Kenzo. Ia sama sekali tidak tahu bahwasanya Kenzo hanya meminta penjelasan mengenai keberadaan keluarganya, bukan untuk mendengar cerita detail mengenai kasus kejahatan yang menimpa dirinya. Ketakutan kelewat besar membuat otak Sonya tidak mampu mencerna perkataan sang tuan rumah dengan baik.
Kenzo mengusap wajahnya secara kasar menggunakan telapak tangannya yang kekar. Anak kedua dari salah satu konglomerat di Indonesia yang saat ini berusia 32 tahun dan sering disebut sebagai 'Tuan Muda Abraham' tersebut, benar-benar sudah kehabisan akal dalam upayanya untuk membujuk Sonya.
Hati Kenzo masih saja merasa heran tentang mengapa Sonya justru bungkam, saat ditanyai perihal keluarga. Bukankah keluarga adalah orang-orang yang akan melindungi anak dalam keadaan apa pun? Namun, Sonya justru enggan memberikan jawaban. Di titik inilah, Kenzo berpikir ada yang janggal pada Sonya serta keluarga gadis itu sendiri.
"Kamu benar-benar tetap akan diam, Nona? Kalau kamu diam saja, bagaimana aku bisa membantumu, Nona?" ucap Kenzo lagi, nyaris menyerah.
Sonya mengerjapkan mata, lalu menelan saliva. "Saya ... tidak punya keluarga, Tuan," jawabnya berbohong.
"Haaah?" Kenzo terkesiap. "Yang benar saja!"
Mana mungkin gadis secantik, tidak, tetapi gadis dengan kulit halus terawat. Gadis yang mengaku dirinya adalah tipikal anak super manja dan berkata bahwa dirinya tidak berguna, justru tidak memiliki keluarga? Hal itu tidak mungkin terjadi, bukan? Kalau tidak pada keluarganya, lantas, dia sering bermanja pada siapa?
Kenzo benar-benar tidak percaya. Jawaban yang Sonya katakan tak lebih dari sekadar sebuah kebohongan konyol. Entah hal apa yang membuat Sonya cenderung menghindari topik seputar keluarganya, Kenzo masih sulit membuat spekulasi. Dan keputusan Sonya tersebut sukses membuat Kenzo kebingungan serta menjadi mati langkah.
Lantas, bagaimana Kenzo akan menangani Sonya saat ini? Meminta Sonya lekas pergi dari rumahnya serta membiarkan Sonya terlunta-lunta di jalanan adalah tindakan paling pengecut. Lalu, menyerahkan Sonya pada pihak berwajib, jika Sonya masih terdiam ketika diinterogasi, yang ada Kenzo justru dituduh sebagai sang pelaku tak bertanggung jawab.
Lagi pula, pihak berwajib belum tentu bersedia menangani kasus Sonya yang minim bukti, bahkan sama sekali tidak ada. Tentang siapa pelakunya saja, tampaknya Sonya enggan untuk mengatakannya. Yang sempat Kenzo dengar adalah sebutan 'Pria Tua'.
"Sa-saya akan segera pergi dari tempat ini, Tuan Kenzo. Anda tidak perlu memberikan bantuan pada saya lagi," celetuk Sonya tiba-tiba.
"Lalu kamu mau ke mana? Mau kerja apa? Mau balas dendam pakai apa? Sepeser uang pun tampaknya kamu tidak punya. Tas kecilmu ternyata kosong, saat aku berusaha mencari identitasmu, Nona!" sahut Kenzo.
Sonya menelan saliva. "Pasti akan ada jalan untuk saya di luar sana, Tuan. Terima kasih atas bantuan Tuan Kenzo yang tanpa pamrih sampai saat ini. Saya pasti akan—"
"Akan apa? Akan mati? Mati karena kelaparan atau mati setelah memutuskan bunuh diri?" potong Kenzo dengan kejam. "Sudah beruntung bertemu denganku yang tidak membuatmu ketakutan. Saat kebanyakan korban pelecehan langsung menghindari kontak dengan seorang pria, kamu justru meraih tanganku dan malah minta dibunuh."
Wajah Sonya langsung kebas sekaligus memerah karena malu. "Ma-maafkan saya, Tuan," jawabnya ala-kadarnya.
"Ck, tidak ada pilihan lain," gumam Kenzo. "Kalau begitu kamu boleh tinggal di sini untuk sementara waktu, sebagai pembantuku. Aku pun akan memberikanmu gaji, asal pekerjaanmu bagus. Kebetulan aku tidak memiliki pengurus rumah tangga. Ada dua kamar yang sebenarnya kosong, dan kamu boleh memakai salah satunya. Aku akan membantumu mencari tempat tinggal sendiri yang layak dan aman dari kemungkinan kasus itu bisa terulang."
"Kamu juga tidak perlu khawatir, aku jarang pulang karena banyak pekerjaan dan perjalanan bisnis ke luar kota. Tempat ini sering kosong. Kalau misalnya kamu memang takut, kamu boleh mengunci pintu kamar dan menghindariku setiap hari," tambah Kenzo.
Sonya sampai tidak tahu harus berkata apa lagi. Kebaikan Kenzo dalam hal ini sangat di luar dugaan, bahkan nalar. Rasanya seperti mimpi dipertemukan dengan pria tampan baik hati, meski karakter pria tersebut cenderung judes dan menakutkan. Dan herannya, Sonya tidak takut tentang kemungkinan Kenzo akan melakukan hal yang sama seperti ayah tirinya, ia hanya takut pada garangnya wajah pria itu.
Secercah harapan akhirnya Sonya dapatkan, bahkan sebelum dirinya mengalami kesulitan hidup di luar sana. Ia diselamatkan oleh Kenzo yang baik bagaikan malaikat. Ia sangat berterima kasih pada Kenzo lantaran pria itu telah bersedia memberinya bantuan, baik tempat tinggal maupun pekerjaan. Setidaknya sampai menemukan cara dan waktu untuk membalas dendam, Sonya masih memiliki tempat untuk mencari uang dan menghidupi dirinya sendiri hingga batas waktu yang belum dapat dipastikan. Lalu, suatu saat ketika tujuannya tercapai, barulah ia bisa pergi dari dunia ini dengan cara melanjutkan rencananya untuk mati.
"Te-terima kasih, Tuan Kenzo. Terima kasih, terima kasih!" Sonya menurunkan badannya sampai menyentuh lantai dan lantas bersujud di hadapan Kenzo, ibarat sang budak pada sang dewa.
Namun aksi Sonya tersebut tidak direspons secara baik oleh Kenzo, sebab perasaan pria itu justru ilfeel. Sikap Sonya terlalu berlebihan dan membuat hati Kenzo tidak senang. Ia memilih abai tanpa menjawab, kemudian memutuskan untuk bangkit dan pergi.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 35 Episodes
Comments