Nyonya Arlan

**

Kirana tak menyangka jika calon suaminya seganteng ini. Tampan dan punya karisma tersendiri.

Mereka bak pasangan yang serasi cantik dan tampan. Baik Arlan maupun Kirana mereka nampak saling pandang untuk beberapa saat.

"Ehhmm." Cakra membuyarkan lamunan Arlan seketika. Tatapan Arlan pada Kirana tanpa sadar dipergoki oleh kakaknya sendiri.

"Ssstt... jangan diliatin terus. Nanti meleleh loh calonnya." Cakra tersenyum geli.

"Apaan sih, Kak." Arlan salah tingkah.

Buru-buru Arlan membuang muka untuk menghapus kegugupannya.

Bu Dini memasangkan kain putih transparan di atas kepala kedua mempelai, menandakan bahwa para saksi dan penghulu telah siap untuk memulai acara ijab kabul.

Mengingat status Kirana sebagai anak yatim piatu, perwalian untuk pernikahannya diserahkan kepada wali hakim.

Serangkaian acara dan doa-doa telah dipanjatkan sebelum ijab kabul.

Momen yang paling mendebarkan akhirnya tiba, tetapi perasaan Kirana dan Arlan sangatlah kontras.

Kirana gugup, sementara Arlan bergeming, karena pernikahan ini bukanlah kemauannya.

"Saudara Arlan, apakah Anda sudah siap?" tanya penghulu.

Hening sejenak. Arlan diam, dan keraguan itu membuat kedua orang tua serta para saudaranya saling bertukar pandang, khawatir jika Arlan tiba-tiba membatalkan pernikahan.

"Iya, siap, Pak," jawab Arlan.

Jawaban itu sontak membuat kedua orang tuanya merasa lega.

"Kita mulai saja," kata pak penghulu, menatap lurus ke arah Arlan.

"Bismillahirrahmanirrahim, Saudara Arlan Kurnia Wijaya bin Bambang wijaya, saya nikahkan dan saya kawinkan engkau dengan Kirana Pratiwi binti Ahmad Santoso dengan maskawinnya berupa emas 75 gram dan uang sebesar dua juta dua puluh lima ribu rupiah dibayar tunai"

"Saya terima nikah dan kawinnya... Kirana Pratiwi binti Ahmad Santoso dengan mas kawinnya tersebut dibayar tunai"

"Sah.. "

"Sah.."

"Sah.."

Para tamu undangan terharu melihat Arlan berhasil mengucapkan ijab kabul dalam satu tarikan napas.

Sahabat dan kerabatnya turut bahagia, sebab pria tampan dan mapan yang selama ini diidam-idamkan banyak wanita itu akhirnya resmi menjadi suami orang.

Meskipun sebelumnya santer dikabarkan akan menikahi seorang model, rencana pernikahan Arlan tersebut rupanya kandas di tengah jalan.

Tanpa diduga, ia justru menikahi Kirana, seorang gadis sederhana yang pesonanya tak kalah memikat.

Desas-desus yang beredar menyebutkan bahwa Arlan mengakhiri hubungannya dengan tunangannya, Selia, karena dugaan perselingkuhan. Peristiwa tersebut mendahului kecelakaan tragis yang dialami oleh Selia.

Sejauh ini, Arlan masih belum tahu soal rumor tersebut.

Andaikan ia mendengarnya, Arlan tidak akan tinggal diam, ia pasti akan mengusut tuntas siapa dalang di balik berita buruk tentang mantan tunangannya.

Bu Dini, ibu Arlan, memberikan sebuah kotak perhiasan berisi sepasang cincin pernikahan yang cantik.

Ia menyodorkannya ke hadapan kedua mempelai, memberi isyarat agar Arlan dan Kirana segera saling memakaikan cincin.

Setelah bertukar cincin, Kirana mencoba meraih tangan Arlan untuk menyalaminya, sebagai tanda hormat kepada suaminya.

Namun, Arlan hanya diam, membuat Kirana merasa canggung karena tangannya tak mendapat balasan.

Meskipun Arlan merasa malas untuk berpura-pura bahagia, ia tak ingin mempermalukan Kirana.

Arlan mengulurkan tangan, dan saat menggenggam tangan Kirana, ia terkejut dengan teksturnya yang kasar.

Tidak seperti kebanyakan wanita, pikirnya, Kirana pastilah seorang pekerja keras.

Kirana yang masih diliputi kecanggungan lantas mencium punggung tangan suaminya. Saat Arlan balas mencium keningnya, debaran tak terduga muncul di dada Kirana, untuk pertama kalinya ia merasakan kedekatan dari pria yang kini sah menjadi suaminya.

Setelah melewati serangkaian acara pernikahan, Arlan dan Kirana menyambut tamu-tamu mereka.

Di tengah keramaian, sekelompok teman lama Arlan mendekat.

"Wah, akhirnya sah juga lu, Lan! Selamat ya, semoga langgeng sampai kakek nenek!" Eza memeluk Arlan.

Dimas menimpali sambil menyalami Arlan,

"Sampai maut memisahkan dong, Za! Ya nggak, Lan?" Dia tersenyum menggoda.

"Jadi imam yang baik buat Kirana ya, Bro. Tanggung jawab udah di tangan nih!"

Arlan membalasnya dengan senyum tipis, lalu menepuk keras punggung Dimas.

"Ini urusanku," bisiknya dingin. "Kau tidak perlu ikut campur."

Eza lekas menarik lengan Dimas. Mereka harus menghindari menjadi pusat perhatian di tengah keramaian.

Kirana hanya bisa membisu, menyembunyikan rasa tidak nyaman di balik senyuman manisnya.

Ia menyalami para tamu dan menerima ucapan selamat, bahkan saat mereka memanggilnya "nyonya Arlan".

Keramaian itu terasa asing, karena satu-satunya wajah yang dikenalnya hanyalah bibi dan pamannya, Bu Sinta dan Pak Bram.

Kirana tidak mengundang teman-teman nya karena pernikahan ini diadakan secara mendadak. Sehingga dia tidak sempat memberi kabar tentang pernikahan nya ini.

Karena pernikahan yang mendadak, Kirana tak dapat mengundang seorang pun temannya.

Sementara Bu Sinta memandang kirana sinis, batinnya dipenuhi keyakinan bahwa pernikahan Kirana dan Arlan tidak akan berlangsung lama. Ia percaya, begitu Lia kembali sadar, Kirana akan disingkirkAn dengan mudah.

**

Selesai sudah seluruh acara, kini Kirana dan Arlan menaiki mobil pengantin berhias bunga untuk menuju ke rumah orang tua Arlan.

Sepanjang jalan, tidak ada percakapan, hanya keheningan yang terasa.

Pak Lukman merasa kasihan pada istri majikannya itu, sebab ia sudah sangat paham dengan watak buruk Arlan saat sedang marah.

Ia hanya bisa berharap, Kirana bisa meredam amarah Arlan.

Begitu tiba di kediaman keluarga Wijaya, Kirana langsung terkesima dengan kemegahan dan luasnya rumah itu.

Seumur hidupnya, baru kali ini ia melihat rumah semewah dan sebesar itu secara langsung.

Lukman membukakan pintu untuk Kirana, sementara Arlan sudah lebih dulu turun.

"Kau mau tetap di situ?" tanya Arlan dingin.

Kirana yang terkejut hanya bisa terbata,

"A.. aku.. Mas?"

"Memangnya siapa lagi?" balas Arlan.

Kirana berjalan tertatih-tatih, kakinya terasa pegal setelah berdiri berjam-jam dengan sepatu hak tinggi yang tidak biasa ia pakai.

Lukman melihat kesulitan itu ingin menawarkan bantuan.

"Mari saya bantu, Nyonya," ucap Lukman.

Namun, Arlan langsung menyela.

"Tidak usah, Lukman! Biarkan dia jalan sendiri."

Lukman ragu,

"Tapi, Tuan..."

"Kau mau membantahku?" suara Arlan menajam, matanya melotot tajam ke arah pria yang lebih tua darinya itu.

Lukman menunduk, lalu meminta maaf lirih pada Kirana.

"Maafkan saya, Nyonya."

"Tidak apa-apa pak, saya masih bisa jalan sendiri." ucap Kirana.

Arlan berjalan mendahului Kirana dengan sikap acuh tak acuh, tanpa sedikit pun menawarkan bantuan.

Kedatangan mereka disambut hangat oleh keluarga Arlan.

Semua tampak bahagia, terutama Bu Dini, yang merasa lega karena putra bungsunya akhirnya menikah dengan wanita yang ia anggap jauh lebih baik dari Lia.

Segera, Bu Dini menghampiri Kirana yang berjalan di belakang Arlan.

"Arlan, istrimu kesulitan, jangan acuhkan dia begitu," kata sang ibu penuh peringatan.

"Tidak apa-apa, bu," jawab Kirana dengan suara lembut.

Arlan tetap berjalan menaiki tangga, namun langkahnya terhenti oleh panggilan ibu.

"Arlan..."

"Arlan..."

"Iya, iya!" Arlan berbalik, lalu melangkah cepat ke arah Kirana.

Tanpa kata, ia langsung mengangkat Kirana ke dalam gendongannya. Kirana terkejut bukan kepalang.

Arlan membawanya ke kamar di lantai atas, menurunkan Kirana di atas tempat tidur.

"Maaf, Mas, aku sudah merepotkan," ujar Kirana.

Bukannya menjawab, Arlan justru sibuk melepaskan jam tangan dan jas pernikahannya, menunjukkan sikap acuh Tak acuh.

***

Terpopuler

Comments

Wang Lee

Wang Lee

Semangat🌹

2025-10-13

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!